jpnn.com, JAKARTA - Di sela-sela kunjungan kerja ke Korea Selatan dalam rangka menghadiri 2nd Meeting of Speaker of Eurasian Countrie's Parliament, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengunjungi Transparansi Internasional Korea di Seoul.
Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh masukan terkait pemberantasan korupsi di Korea Selatan.
BACA JUGA: Fahri Hamzah Hadiri Sidang MSEAP di Seoul
Dalam pengantarnya, Fahri mengatakan Korea adalah salah satu negara yang sukses melakukan pemberantasan korupsi.
"Sekitar 2002 Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memiliki angka korupsi yang tinggi. Namun, dalam waktu 7 tahun, Korea berhasil mengubah posisinya menjadi negara yang bebas dari korupsi. Ini yang ingin ketahui prosesnya," urai Fahri.
BACA JUGA: Mapolda Sumut Diserang Teroris, Komisi III: Ini Sesuatu yang Luar Biasa
Fahri membandingkan kondisi tersebut dengan Indonesia, di mana telah berdiri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi selama 15 tahun bekerja belum berhasil menjadikan Indonesia bebas dari korupsi.
Pada kunjungan tersebut, rombongan DPR RI disambut Han Beom You, ketua Tranparansi Internasional Republik Korea.
BACA JUGA: Ketua DPR: Gemuruh Takbir, Tahlil dan Tahmid Berkumandang
Fahri yang didampingi salah satu anggota BKSAP Nurhayati Monoarfa, tampak terkesan dengan kantor Tranparansi Internasional yang cukup sempit dan bersahaja.
"Transparansi Internasional inilah yang mengkordinir para aktivitas antikorupsi di Korea. Jadi sangat layak kita kunjungi untuk mengetahui bagaimana mereka menggerakkan civil society dalam memberantas korupsi", papar penggagas hak angket KPK ini.
Dalam penjelasan Han, terungkap bahwa pada 2002 adalah awal dari dibentuknya peraturan -peraturan anti korupsi.
Sama dengan KPK di Indonesia, kemudian pada 2003, dibentuk lembaga antikorupsi Korea yang disebut KICAK.
Lembaga ini melakukan investigasi terhadap kasus-kasus korupsi.
Selanjutnya jika hasil investigasi dianggap perlu ditindaklanjuti menjadi ke proses hukum, maka KICAK memberikan laporan ke Kepolisian.
Mekanisme ini berhasil mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang cukup besar.
Pada 2010 Pemerintah Republik Korea membentuk ACRC (Anti Corruption and Civil Right Commission).
Lembaga ini merupakan gabungan dari lembaga yang ada sebelumnya yaitu KICAK atau the Korea Independent Commission Against Corruption, Ombudsman dan the Administrative Appeals Commission atau AAC.
Pembentukan ACRC ini dimaksudkan untuk membangun kerjasama pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif dan terintegrasi di antara lembaga negara.
Menutup pertemuan tersebut, Fahri mengungkapkan perbedaan pemberantasan korupsi Korea dan Indonesia adalah pada dukungan civil society atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat antikorupsi terhadap DPR.
"Di Korea ACRC dan pegiat antikorupsi bekerja sama dengan baik dengan National Assembly (DPR Korea). Kalau di negara kita, DPR justru dihantam kiri kanan dan dikesankan sebagai sarang koruptor," ungkap Fahri.
Dia pun berharap ke depan akan bisa diformulasikan sistem pemberantasan korupsi yang bisa bekerja lebih baik di Indonesia. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Taufik Kurniawan Ajak Masyarakat Instropeksi Diri Menuju Pribadi Unggul
Redaktur & Reporter : Natalia