Fahri Hamzah: Perlu UU untuk Mengatur Lembaga Survei agar Lebih Bertanggung Jawab

Selasa, 26 Maret 2019 – 07:39 WIB
Fahri Hamzah. Foto: Instagram fahrihamzah

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga survei yang mengaku independen harus direformasi ke depannya, seperti harus terbuka jika memang dibiayai oleh salah satu kandidat.

Usul tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/3/2019) menanggapi pernyataan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto yang mengatakan lembaga survei banyak yang bohong dan dibayar.

BACA JUGA: Fadli Zon Diserbu Emak-Emak Pengajian dari Bogor

“Memang banyak lembaga survei yang salah,” kata inisiator Gerakan Arah Baru Indonesias (GARBI) itu seraya menyarankan agar sebaiknya pemilik lembaga survei mengumumkan bahwa dia bukan lembaga survei independen, tetapi lembaga survei yang bekerja untuk kandidat (capres).

Anggota DPR dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu bahkan mengaku pernah melakukan penelitian. Kemudian, beberapa lembaga survei memang memiliki asosiasi yang menaungi lembaga tersebut.

BACA JUGA: Ketua DPR Dorong Pemerintah Segera Selesaikan Kendala UNBK

“Saya menduga, data hasil survei itu digunakan oleh lembaga-lembaga tersebut yang bernaung dalam sebuah asosiasi. Sehingga perbedaan hasil survei antara lembaga satu dengan lainnya tak jauh berbeda,” bebernya.

Oleh karena itu, Fahri menyarankan lembaga-lembaga survei tersebut memerlukan semacam Undang-Undang (UU) untuk mengatur pekerjaannya agar lebih bertanggung jawab dan tidak menjadi partisan partai maupun paslon.

BACA JUGA: Kecurigaan Fahri Hamzah soal MRT Jakarta

“Kalau mau partisan, diumumkan bahwa dia partisan. Jangan kemudian atas nama sains dan ilmu pengetahuan ternyata dia partisan,” jelasnya.

Fahri juga menyebutkan, kritik capres nomor urut 02 itu merupakan bagian dari misinya, yaitu untuk mengatur lembaga-lembaga survei yang ada di Indonesia.

“Sebetulnya untuk menyelenggarakan satu proses pemilihan yang lebih fair, dengan cara mengatur lembaga survei,” kata dia yang juga mengaku kesal dengan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang menyatakan pemilih Prabowo kebanyakan radikal.

Bahkan ia menduga LSI mendiskreditkan Prabowo dengan melakukan propaganda melalui hasil surveinya. Makanya wajar jika dirinya mempertanyakan alasan LSI membuat survei tersebut.

“Nah itu yang saya bilang. Jadi atur moralnya, atur etiknya, atur juga regulasinya supaya jangan gitu. Dia niatnya memang nyerang. Ya terang aja masyarakat kan terbelah,” jelas Fahri.

Apalagi, tambah Pimpinan DPR Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) ktu, jika opini pemilih Prabowo radikal terus dikembangkan. Ia khawatir masyarakat banyak yang ketakutan.

“Itu bukan kerjaan ilmuwan itu, pekerjaannya provokator. Ya makanya kalau mau jadi provokator, provokator beneran. Jangan bilang surveyor, karena itu nggak independen,” tutupnya.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MURI Minta Maaf Tak Bisa Akui Turnamen Catur Piala Ketua DPR jadi Rekor Indonesia


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler