Fahri Hamzah Sebut Akuntabilitas Politik Rusak Jika Sistem Proporsional Tertutup Diterapkan

Minggu, 22 Januari 2023 – 13:00 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan bahwa apabila pada Pemilu 2024 Indonesia kembali menerapkan sistem proporsional tertutup, maka akuntabilitas politik akan rusak.  

Fahri Hamzah berpendapat bahwa transaksi politik antara rakyat dan pemimpin harus dilakukan secara langsung, tidak melalui perantara partai politik.

BACA JUGA: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lebih Berdimensi Politik Masa Depan

“Mandataris hanya bisa muncul kalau pemberi dan penerimanya bisa saling berhubungan langsung,” kata Fahri Hamzah sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (22/1).

Hal tersebut telah dia sampaikan saat menjadi narasumber dalam diskusi yang digelar Moya Institute bertajuk “Pemilu Proporsional Tertutup: Kontroversi”, Jumat (20/1).

BACA JUGA: CSIIS: Pemilu Proporsional Tertutup Ideal dari Sudut Pandang Demokrasi

Mantan wakil ketua DPR RI itu mengatakan penerapan sistem proporsional terbuka pada pemilu selama ini sudah tepat. Oleh karena itu, tegas dia, tidak perlu diubah menjadi sistem proporsional tertutup.

"Sistem demokrasi langsung memilih orang itu sudah benar. Itu auratnya demokrasi. Aurat itu harus dijaga, jangan malah yang tidak penting ditutup,” pungkas Fahri Hamzah.

BACA JUGA: PDIP Bakal Laporkan 2 Media Milik Surya Paloh ke Dewan Pers

Pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul berpendapat pasal-pasal konstitusi tidak banyak menyinggung mengenai pemilu, sehingga muncul kesan persoalan tersebut dilepaskan kepada parlemen dan undang-undang, bahkan terkesan hanya berkaitan erat dengan kepentingan partai politik.

“Sebenarnya, UUD NRI 1945 tidak juga menyentuh partai politik. Akan tetapi, dalam ilmu politik dan praktiknya, nyatanya partai politik itu penting,” ujar Chudry.

Dia berpendapat untuk memperkuat demokrasi dan sistem kepartaian, maka pemilihan proporsional tertutup merupakan terbaik.

Meskipun begitu, dia menyarankan agar istilah sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu tertutup diubah.

Sebab, katanya, yang terbuka atau tertutup selama ini bukanlah sistem pemilunya, melainkan mekanisme yang terjadi di dalam partai politik.

Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menilai sistem proporsional tertutup ataupun terbuka pernah dipraktikkan sejak awal reformasi sampai sekarang dalam kehidupan politik bernegara Indonesia.

Meskipun begitu, Hery berpendapat kedua sistem politik pemilu tersebut tidak ada yang sempurna dan apa pun nanti yang dipilih harus dapat meningkatkan kualitas demokrasi. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler