jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah tidak mempersoalkan langkah Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto, melakukan penggalangan dana untuk pemilihan umum (pemilu).
"Ya dulu semua juga begitu," kata Fahri di gedung DPR, Jakarta, Senin (25/6).
BACA JUGA: Ada yang Hanya Menyumbang Rp 1.000 ke Gerindra
Nah, kata Fahri, kondisi Prabowo hari ini yang tidak sedang berkuasa tentu kesulitan mencari pembiayaan untuk ikut pertarungan pemilihan presiden.
"Prabowo itu bingung karena dia tidak berkuasa. Saya mendengar malah bisnis-bisnisnya pun seperti dihambat. Akhirnya tidak punya uang, begitu mau maju lagi dari mana sumbernya, tidak ada pembiayaan," katanya.
BACA JUGA: Prabowo Bicara Rasio Gini Hingga Piala Dunia, Semua Negatif
Menurut dia, banyak orang bilang satu kandidat itu perlu dana Rp 5 triliun, minimal Rp 2,5 triliun. "Rp 2,5 triliun itu dari mana? Nolnya 12 itu bos, dari mana duit itu?" ungkapnya.
Fahri mengatakan, sudah setidaknya empat kali menginterupsi menteri keuangan terkait political financing di Indonesia.
BACA JUGA: Soal Uang Negara Bocor, Prabowo Kutip Menteri Susi
Dia menilai political financing di Indonesia tidak sehat dan menjadi sebab dan akar dari korupsi politik.
"Kenapa? Orang tuh tidak mengerti bagaimana cara dia membiayai dirinya dalam politik. Karena tradisi kelas menengah menyumbang belum ada, akhirnya yang menyumbang itu orang kaya karena negara tidak mau nanggung," paparnya.
Fahri menceritakan dia sudah tiga periode mengikuti pencalonan legislatif. Menurut dia, ketika musim pencalegan, orang-orang atau calon itu sudah siap-siap menjual harta.
"Karena tidak ada metodenya, karena negara tidak mau nanggung, akhirnya tanggung sendiri," ujarnya.
Menurut dia, dalam pertarungan pemilu orang menggunakan segala macam cara untuk menang. Karena itu, perlu uang pribadi.
Nah, kata dia, jelang pilkada orang menghabiskan uang pribadi dengan menjual harta.
"Kalau habis hartanya (tapi tidak terpilih) ada yang gila. Memang benar banyak yang gila. Nanti kalau yang sudah terpilih, syukurlah kalau bisa mengembalikan modal," katanya.
Menurut Fahri, istilah mengembalikan modal itu bisa berarti orang didorong mencari uang di luar cara yang wajar.
"Itulah akar dari korupsi politik.
Paling dahsyat korupsi politik itu muncul di pilpres. Karena pilpres ini begitu mahal tapi ditanggung oleh satu orang," katanya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengakuan Prabowo soal Hubungannya dengan Jokowi, Ternyata!
Redaktur & Reporter : Boy