Fairatmos-BCG Luncurkan Laporan tentang Potensi Teknologi Iklim di Asia Tenggara

Sabtu, 12 Agustus 2023 – 18:18 WIB
Peluncuran laporan terkait solusi iklim dari Fairatmos dan BCG di Indonesia Future of Climate Summit 2023. Foto: Dok Fairatmos

jpnn.com, JAKARTA - Perusahaan teknologi iklim, Fairatmos berkolaborasi dengan Boston Consulting Group (BCG) merilis laporan yang mengungkap potensi besar Asia Tenggara dalam menghadapi perubahan iklim melalui ragam inovasi teknologi iklim.

Laporan berjudul Climate Technology: Southeast Asia's Role in Combating Climate Change, itu mengungkapkan peluang signifikan yang ditawarkan oleh solusi berbasis alam (Nature-Based Solutions/NbS) di wilayah tersebut, dengan proyeksi potensi pasokan offset karbon sekitar 30% secara global pada tahun 2030, meskipun luas wilayah Asia Tenggara mencakup kurang dari 1% dari total luas daratan dunia.

BACA JUGA: Dorong Inovasi Penanganan Perubahan Iklim Lewat Diskusi Panel IFCS 2023

Didirikan pada tahun 2022, Fairatmos berdedikasi untuk menciptakan dunia di mana keuntungan bisnis, manusia, serta lingkungan, dapat hidup berdampingan.

"Fairatmos bangga bekerja sama dengan BCG untuk menghadirkan laporan transformatif ini. Potensi Asia Tenggara sungguh melimpah dalam menghadapi perubahan iklim melalui solusi berbasis alam," ujar CEO Fairatmos Natalia Rialucky.

BACA JUGA: Program CSA Asa di Tengah Ancaman Perubahan Iklim

"Sebagai perusahaan teknologi iklim pionir di Asia Tenggara, kami tergerak oleh visi bersama dalam membangun masa depan yang berkelanjutan dan berkomitmen untuk menjadi pelopor dalam solusi-solusi yang memberikan manfaat lingkungan dan sosial yang nyata,” imbuhnya.
 
Laporan ini, yang diluncurkan pada Indonesia Future of Climate Summit 2023, juga mengungkapkan wawasan kritis tentang potensi yang belum dimanfaatkan dari Asia Tenggara dalam mengurangi dampak perubahan iklim melalui adopsi solusi berbasis alam.

Solusi-solusi ini mencakup beragam inisiatif, termasuk reboisasi, penanaman hutan, restorasi lahan basah, dan pertanian berkelanjutan, yang semuanya berkontribusi pada penyimpanan karbon dan konservasi biodiversitas.
 
Meskipun potensi besar Asia Tenggara, laporan ini menyoroti berbagai tantangan di seluruh rantai nilai yang menghambat adopsi luas proyek NbS.

BACA JUGA: Delegasi RI Siapkan Diri untuk Perundingan di Konferensi Perubahan Iklim Dunia

Masalah terkait transparansi proyek, visibilitas permintaan, dan jaminan kualitas diidentifikasi sebagai hambatan yang harus diatasi secara kolaboratif untuk membuka potensi penuh wilayah ini dalam menghadapi perubahan iklim.

Managing Director dan Senior Partner dari BCG Yulius Yulius mengatakan mengatasi perubahan iklim adalah usaha yang signifikan, yang keberhasilannya akan tidak mungkin dicapai tanpa kolaborasi.

Agar kemajuan dapat dicapai dalam mempercepat penerapan solusi berbasis alam dan teknologi iklim, yang kita perlukan dengan mendesak sekarang adalah tindakan kolektif dari para penyedia teknologi, pemimpin industri, pihak keuangan, pemerintah, dan regulator.

"Dengan masa depan lingkungan kita ada dalam bahaya, setiap penundaan dalam melakukannya bisa berarti konsekuensi yang tidak dapat diubah bagi komunitas kita dan generasi mendatang,” ujarnya.

Indonesia Future of Climate Summit 2023, acara bertema teknologi iklim pertama yang ramah karbon di Indonesia, diselenggarakan oleh Fairatmos, Yayasan Paloma Sjahrir, dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), di Hotel Dharmawangsa Jakarta.

Kegiatan tersebut menghadirkan pemimpin, inovator, pembuat kebijakan, ahli industri, dan pemangku kepentingan dari berbagai sektor di Asia Tenggara untuk mengeksplorasi strategi inovatif dalam mengatasi tantangan ini dan mempercepat adopsi solusi berbasis alam.(ray/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler