jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri menilai Kementerian Perdagangan kebablasan dalam mengeluarkan kebijakan impor.
“Jadi, seperti air bah sekarang (impornya)," kata Faisal di Jakarta beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Kementan Dorong BUMN Bermitra dengan Peternak
Faisal menambahkan, pola impor seperti itu merugikan neraca perdagangan Indonesia.
Neraca perdagangan berpengaruh terhadap neraca pembayaran yang pada akhirnya memengaruhi nilai tukar rupiah.
BACA JUGA: Program BEKERJA Beri Harapan Baru Pengentasan Kemiskinan
Dirinya menilai maraknya impor dari berbagai negara ke Indonesia salah satunya disebabkan kebijakan yang dibuat Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
“Sebelum batasi (komoditas impor), tertibkan dulu kelakuan Pak Enggar. Yang tadinya ada rekomendasi, sekarang enggak ada rekomendasi,” kritik Faisal.
BACA JUGA: Petani Muda Siap Dorong Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dun
Kemendag memang sedang menjadi sorotan terkait derasnya impor, terutama komoditas beras, dalam beberapa waktu terakhr.
Sejumlah pihak juga telah menyuarakan protes terhadap langkah Kemendag dalam menambah stok beras dalam negeri.
Bulog menjadi salah satu pihak yang bersuara keras terhadap kebijakan Kemendag itu.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan, stok beras dalam negeri dalam kondisi aman.
Mengacu data Perum Bulog, jumlah cadangan beras pemerintah (CBP) per 18 September 2018 mencapai 2,24 juta ton.
Angka tersebut jauh di atas batas aman stok CBP sekitar 1-1,5 juta ton.
Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman enggan berkomentar setiap ditanyai responsnya terhadap kebijakan impor beras yang dikeluarkan Kemendag.
Namun, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, berdasarkan aram pertama 2018, perkiraan luas panen padi Januari-Agustus mencapai 12,18 juta hektare.
Sementara itu, prediksi luas panen September-Desember mencapai 3,82 juta hektare.
Sebelumnya Amran memang sempat menyampaikan optimismenya bahwa produksi beras tetap terjaga meski sedang musim kemarau.
Amran mengakui, publik mungkin masih terjebak paradigma lama bahwa selama ini jika musim kering atau musim kemarau tidak ada produksi karena petani tidak menanam padi.
“Sekarang ada paradigma baru dengan menggunakan teknologi baru kita meningkatkan tanam di musim kering yang biasanya 500 ribu hektare menjadi satu juta hektare, naik dua kali lipat pada saat musim kering. Saya ulangi, tanaman naik dua kali lipat pada musim kering karena itu target kita," ujar Amran. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inas Nasrullah Dinilai Tidak Cermat Terkait Impor Pangan
Redaktur : Tim Redaksi