jpnn.com - MANTAN Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Faisal Basri kembali membuat panas kuping PT Pertamina (Persero). Kali ini yang menjadi sasaran kritiknya adalah bisnis elpiji bersubsidi tiga kilogram. Menurutnya, ada beberapa keganjilan yang mengakibatkan pemburu rente menikmati keuntungan dari elpiji berbentuk melon itu.
Faisal menyampaikan tudingan tersebut saat menjadi pembicara di sebuah diskusi soal RUU Migas di Kementerian ESDM Selasa (26/5). Salah satu slide presentasinya diberi judul Keganjilan Bisnis LPG 3 Kg.
BACA JUGA: Ini Kondisi Perekonomian Sejumlah Daerah
Diskusi itu diawali dengan keanehan bahwa biaya pengisian alias filing fee untuk SPBE (stasiun pengisian bulk elpiji) yang tidak pernah berubah. ’’Biayanya Rp 300 sejak awal sampai sekarang,’’ ujar dia.
Tudingan lain, ada oknum dari Pertamina dan seluruh pelaku bisnis gas dalam tabung hijau itu yang membagi-bagikan rente dalam bentuk sisa elpiji. Caranya, memalsukan gas yang diisikan kembali ke tabung kosong.
BACA JUGA: Hadapi Lebaran, Garuda Indonesia Siapkan 1,61 Juta Kursi
Temuan Faisal, setiap tabung yang perlu diisi ulang sebenarnya tidak 100 persen kosong. Dia tidak memerinci data tersebut diperoleh dari mana. Yang pasti, ada sisa 5–10 persen gas. ’’Namun, Pertamina menghitung setiap tabung yang kosong tetap diisi penuh 3 kg,’’ jelasnya.
Ekonom asal Bandung itu juga tidak menyebut tarif filing fee yang rendah memicu kecurangan pengisian. Dia memilih untuk menjelaskan keganjilan selanjutnya terkait dengan timbangan elpiji.
BACA JUGA: Warga Temukan Beras Kualitas Buruk, Bulog Siap Ganti
Faisal menuding, saat SPBE memperoleh elpiji dari depo Pertamina, tidak ada yang tahu berapa persisnya ukuran elpiji dalam truk. ’’Hanya Pertamina yang tahu. Tidak ada pihak lain yang boleh mengukur ulang,’’ tegas dia.
Dia yakin betul bahwa Pertamina melarang pengukuran ulang di SPBE. Faisal justru menyatakan bahwa timbangan adalah alat vital dalam perdagangan. Kalau timbangan dipermainkan secara sistemik dan masif, peradaban bakal terancam.
Menanggapi hal tersebut, Ketua II Hiswana Migas M. Ismet menegaskan bahwa semua tuduhan tersebut tidak benar. Filing fee memang benar belum pernah naik. Tetapi, tidak berarti para pelaku usaha diam saja. Selama ini pihaknya pernah mengirimkan surat kenaikan tarif kepada Kementerian ESDM, tetapi tidak direspons. ’’Tidak benar kami bertahan dengan berbuat curang. Untuk bisa bertahan, kami melakukan efisiensi,’’ tuturnya.
Meski begitu, Hiswana Migas berusaha bertahan. Sebab, kalau bukan mereka, siapa lagi yang mau melayani pembelian elpiji bagi masyarakat. Dia malah berterima kasih bila Faisal bisa menaikkan tarif pengisian elpiji.
Begitu juga data elpiji kosong yang masih menyisakan isi 5–10 persen. Data itu, menurut Ismet, tidak valid karena yang perlu diisi benar-benar kosong. Jika ada sisa, sisanya sangat sedikit dan tidak sampai 5 persen. ’’Masyarakat pasti pakai sampai benar-benar habis,’’ kata dia.
Soal pengangkutan elpiji dari depo, Ismet mengungkapkan bahwa sopir menjadi saksi proses timbang. Jadi, prosesnya bisa dipastikan transparan. Menurut dia, sangat tidak elok bila pengusaha SPBE yang membantu distribusi elpiji 3 kg justru dituding sebagai pemburu rente. ’’Bertahan selama tujuh tahun dengan sangat berat. Tapi, ini bentuk tanggung jawab, jadi terus saja,’’ terangnya. (dim/c14/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bulog Garansi Stok Beras Aman Sampai Oktober
Redaktur : Tim Redaksi