Fatur Rahman Meninggal Dunia dalam Kondisi Memilukan, Kami Ikut Berbelasungkawa

Rabu, 17 Juli 2019 – 00:44 WIB
Kami ikut berbela sungkawa. Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com, KOTAWARINGIN BARAT - Fatur Rahman, karyawan PT Gunung Sejahtera Dua Indah (GSDI), meninggal dunia dalam kondisi sangat memilukan.

Pria 34 tahun itu tewas karena kecelakaan (laka) kerja di kolam limbah perkebunan kelapa sawit milik PT Astra Agro Lestari (AAL) atau Grup Astra yang beroperasi di Desa Bengkuang, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat (Kobar).

BACA JUGA: Berita Duka, Penemu Password Meninggal Dunia

Penyebab pria asal Klaten, Jawa Tengah tercebur ke dalam kolam limbah yang memiliki kedalaman lumpur mencapai dua meter itu, memang belum diketahui pasti. Sebab, tak ada satu pun saksi saat peristiwa itu terjadi. Namun, dugaan sementara bahwa korban terpeleset ketika hendak mengambil air untuk sampel laboratoriaum (lab), Kamis malam (11/7).

Menanggapi adanya peristiwa ini, Komisi B DPRD Kalteng yang merupakan mitra kerja dari instansi yang menangani masalah perkebunan pun angkat bicara. Mereka menyoroti laka kerja yang dialami karyawan perusahaan besar swasta (PBS) terbesar di Kalteng itu.

BACA JUGA: Berita Duka, Muhamad Hepni Meninggal Dunia di Kolong Musala

BACA JUGA: Said: Saya Kira Itu Kode Keras dari Prabowo

“Kami melihat ini karena adanya kelalaian pihak perusahaan dalam mempekerjakan karyawan, tidak dilengkapi dengan peralatan K3 sehingga berujung hilangnya nyawa seseorang,” ungkap Wakil Ketua Komisi B DPRD Kalteng HM Asera kepada Kalteng Pos (Jawa Pos Group) via telepon.

BACA JUGA: Berita Duka, Syaifullah bin Ramli Meninggal Dunia

Menurut politikus senior PKB tersebut, sitem ketenagakerjaan harus diatur sesuai UU yang berlaku dan ada hak-hak yang tak boleh diabaikan oleh perusahaan tempat buruh bekerja.

“PBS jangan sampai memberikan tugas kepada para buruh, tapi tidak dilengkapi dengan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Akibatnya bisa terjadi hal buruk sebagaimana yang terjadi pada karyawan Grup Astra,” ujarnya.

Kejadian tersebut, kata Asera, sepenuhnya merupakan tanggung jawab perusahan. Grup Astra tak boleh mengabaikan hak-hak karyawan dan seolah menutup-nutupi kasus yang telah terjadi.

“Wajib untuk dipertanggungjawabkan,” tegasnya. “Mulai dari permasalahan pembiayaan dan lain-lain harus ditanggung oleh perusahaan, dalam hal ini Grup Astra,” tambah pria pensiunan perwira polisi tersebut.

Dewan juga meminta pemerintah daerah melalui dinas terkait, bersama polda, TNI, kejaksaan, dan pihak terkait lainnya membentuk tim terpadu, yang akan mengecek segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan PBS di Kalteng, baik yang beroperasi di sektor tambang, perkebunan, kehutanan, dan lain-lain.

Hal tersebut perlu diperhatikan oleh semua perusahaan, agar dalam menjalankan operasional memerhatikan standar yang dikehendaki oleh pemerintah dan UU. Termasuk soal aturan di daerah.

“Kami berharap agar pemerintah segera melaksanakan rapat terpadu untuk membentuk tim yang akan menangani permasalahan PBS, agar kasus seperti itu tak terulang kembali. Apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang,” sebutnya.

Diakuinya bahwa selama ini pendapatan daerah naik karena adanya sistem yang baik serta keterlibatan pihak perusahaan. Akan tetapi, pemerintah wajib untuk memantau bahkan berani memberi sanksi jika terdapat perusahaan yang mengabaikan keselamatan karyawan.

Terpisah, Kapolsek Pangkalan Banteng Iptu Waris Waluyo mengatakan, kematian korban dalam kasus ini disebabkan oleh laka kerja. Sebab, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban.

BACA JUGA: Detik – detik Arsyad Diadang di Jembatan, Dihajar Massa, tuh Fotonya

“Murni laka kerja, bukan tindak kriminal atau kesengajaan yang mengarah ke pembunuhan,” katanya, Sabtu (13/7).

Menurut kapolsek, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap jenazah korban, ditemukan tali pengikat alat untuk mengambil sampel limbah, yang masih dalam kondisi terikat pada pinggang korban. Diduga saat itu korban sengaja mengikatkan tali itu ke tubuhnya.

“Padahal menurut aturan kerjanya tidak demikian. Harusnya tali tidak boleh diikatkan pada badan. Ya, namanya mungkin sudah jalan kematian korban. Kita tidak tahu rencana Tuhan,” ungkapnya.

Lebih jauh dijelaskannya, alat pengambil sampel limbah terbuat dari besi dan cukup berat. Kemungkinan korban terpeleset karena tertarik tali ketika alat pengambil sampel itu dilemparkan ke arah kolam limbah.

“Dari hasil olah TKP, ditemukan tali alat pengambil sampel limbah terlilit pada jenazah korban. Mungkin karena itulah korban tertarik ke dalam kolam penampungan limbah,” terangnya.

Usai ditemukan Jumat (12/7), jenazah korban dievakuasi sekitar pukul 09.30 WIB, kemudian dibawa ke RSUD Sultan Imannudin Pangkalan Bun untuk dilakukan visum.

"Keterangan saksi di lapangan juga mengatakan hal serupa. Namun kami terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi sembari menunggu hasil visum," pungkasnya.

Sementara itu, pihak perusahaan tempat korban bekerja sangat menyesalkan kejadian tersebut dan menyatakan siap bertanggung jawab atas laka kerja itu. "Kami menyesalkan hal ini, kami kehilangan keluarga kami," kata Community Development Officer (CDO) PT GSDI, Suryono.

Ia menambahkan, jenazah korban beserta keluarga telah diterbangkan dari Kalimantan menuju Klaten pada Sabtu (13/7). Sebagaimana permintaan keluarga, maka jenazah korban dimakamkan di tempat kelahirannya. (nue/ce/ala)

Musim Kemarau sebabkan kekeringan di ribuan desa:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berita Duka, Gian Lestari Meninggal Dunia


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler