jpnn.com - JPNN.com - Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Surabaya, Sonhaji Wilaho mengatakan, awalnya klakson telolet adalah kreasi pengemudi.
Mereka membunyikan telolet untuk menunjukan solidaritas. Klakson telolet mulai digunakan pada awal tahun 2000-an.
BACA JUGA: Maia Estianty Berburu Om Telolet ke Lampung
Namun, saat itu jumlahnya masih sedikit. Itupun hanya digunakan oleh para pengemudi bus pariwisata.
“Jadi, bus umum antar kota dan provinsi masih belum menggunakan telolet,” kata Sonhaji.
BACA JUGA: Gilang Dirga Ajak Istri Berburu Om Telolet Om
Semua berubah saat memasuki tahun 2010-an. Dimana klakson telolet mulai banyak digunakan. Bahkan, sudah menjalar ke bus antar kota dan provinsi.
Mereka bisa saling sapa saat berpapasan dengan klakson nyeleneh tersebut.
BACA JUGA: Ini Hukuman Penjara dan Denda Bagi Bus Om Telolet Om
“Jika dulu hanya komunitas bus yang punya klakson telolet, saat 2010-an semua bus hampir sudah punya. Setelah itu, tak hanya bus premium yang punya telolet. Bus yang sudah tua pun juga mulai memasang klakson telolet,” bebernya.
Hal itu membuat klakson telolet mulai jadi identitas sebuah armada bus. Biasanya, setiap armada bus memiliki klakson khas.
Bunyi klakson yang khas itulah menjadi penanda atau identitas sebuah armada busa saat bertugas di jalanan. Menjamurnya klakson telolet itu bukannya tanpa alasan.
Sebab, memasuki 2010-an harga klakson telolet mulai murah dan terjangkau. Bahkan, saat ini harga klaksos telolet hanya berada di kisaran Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta.
“Bagi dunia modif bus, harga klakson di kisaran angka tersebut sangatlah murah. Apalagi saat ini suara yang dihasilkan, juga sudah sangat beragam. Sehingga membuat bus bisa tampil beda dari yang lain,” terangnya.
Sonhaji menyebut, saat ini bus dengan klakson telolet sudah mencapai 55 persen dari total armada yang ada di seluruh Surabaya.
Membeludaknya pengguna telolet tak lepas dari fenomena yang terjadi belakangan ini. Dimana banyak anak-anak maupun anak muda yang mencari telolet di jalan.
Ia mengaku, fenomena tersebut sebenarnya bermula dari seringnya anak di daerah kawasan Jalan Pantura yang mendengar klakson telolet.
Sehingga membuat mereka tertarik. Akhirnya, mereka sering request telolet kepada sopir bus.
“Fenomena itu sudah 6 tahun lalu yang berawal di daerah pantai utara. Yang paling sering di daerah jalur Jawa Barat seperti Cirebon. Sedangkan di Jatim, daerah Tuban dan Lamongan banyak dijumpai peminta telolet,” katanya.
(gus/opi/JPNN)
Redaktur : Tim Redaksi