MALANG- Mahasiswa ITN Malang berhasil memanfaatkan bakteri pada feses atau kotoran sapi menjadi sumber tenaga listrik. Bakteri bernama Eschericia Coli itu, di tangan mahasiswa ITN Malang mampu dikembangkan menjadi sumber energi listrik yang untuk tahap awal dapat menghasilkan tegangan 0,29 volt dan arus 0,0021 ampere. Penelitian ini dilakukan tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang beranggotakan Agung Nyoman Prayogo, Arief Indriawan, Ahmad Zainudin dan Zainan Farid.
”Selama ini pemanfaatan geses sapi belum optimal, padahal mudah didapat dan memiliki manfaat untuk energi alternatif,” ungkap Ketua Tim, Agung Nyoman Prayogo saat ditemui Malang Post (Grup JPNN) di Kampus 1 ITN Malang, Selasa (16/7/13).
Tim Mahasiswa Teknik Mesin S-1 di ITN Malang ini membuat penelitian dengan judul “Pemanfaatan Bakteri Eschericia Coli Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif dengan Teknologi Microbial Fuel Cells (MFC’s). Tim ini dibimbing oleh dosen ITN, Wahyu Panji Asmoro, ST, MT.
Menurut Agung, selama ini sebagian besar peneliti yang meneliti tentang MFC’s, menggunakan bakteri tambang atau Shewanella putrefaciens, Geobacteraceae sulferreducens, Geobacter metallireducens dan Rhodoferax ferrireducens. Di sinilah perbedaan yang ada pada MFC’s mahasiswa ITN, yaitu menggunakan bakteri Eschericia Coli dengan pertimbangan bakteri ini mudah didapat dan membutuhkan biaya yang murah. Berbeda dengan bakteri lain yang susah didapat dan membuat biaya yang dikeluarkan cukup mahal.
MFC’s adalah sistem pembangkit energi listrik dengan memanfaatkan interaksi bakteri yang terdapat di alam. Bakteri yang ada dalam medium organik mengubah bahan organik menjadi energi listrik. Sifat bakteri yang dapat mendegradasi medium organik (enrichment media) pada MFC’s menghasilkan ion elektron dan proton. Ion-ion inilah yang menghasilkan perbedaan potensial listrik sehingga dapat dihasilkan energi. Umumnya pada sistem konvensional, MFC’s terdiri dari dua ruang yaitu ruang anoda dan katoda. Kedua ruang tersebut dipisahkan oleh sebuah membran tempat terjadinya pertukaran proton (proton exchange membrane).
Sistem ini belum sepenuhnya bekerja dengan kerja bakteri karena hanya sisi anoda saja yang mengandung bakteri, sedangkan pada sisi katoda masih bekerja dengan menggunakan senyawa kimia seperti Polialumunium Chloride (PAC). Penelitian tentang MFC’s dengan mediator, pada umumnya menggunakan membran. Membran yang dimaksud adalah proton exchange membrane (PEM, walaupun singkatan tersebut juga digunakan untuk polymer electrolyte membrane).
PEM tersebut adalah jembatan garam yang terdiri dari susunan protein yang hanya mengizinkan ion positif yang dapat melaluinya, bergerak dari anode menuju katode, tetapi tetap memisahkan kedua larutannya.
Ia membeberkan, pada percobaan pertama, bakteri belum berhasil mengeluarkan arus dan tegangan. Pada tahap ini tim menggunakan kentang sebagai jembatan garamnya. Pada percobaan kedua, tim menggunakan bengkoang sebagai jembatan garam, hasilnya masih sama, tidak mengeluarkan arus dan tegangan. Namun pada percobaan ketiga MFC’s, bisa menghasilkan tegangan sebesar 0,29 Volt dan Arus 0,021 Ampere dengan penambahan beberapa larutan kimia sebagai sumber makan bagi bakteri Eschericia Coli, serta agar-agar sebagai jembatan garamnya.
“Harapan kita ke depan, bisa memaksimalkan arus dan tegangan yang dihasilkan oleh MFC’s kita ini dengan skala yang besar, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai penghasil listrik alternatif. Dengan adanya MFC’s, secara tidak langsung juga bisa mengurangi jumlah sampah atau limbah organik seperti feses sapi,” pungkasnya. (oci/sir/han)
”Selama ini pemanfaatan geses sapi belum optimal, padahal mudah didapat dan memiliki manfaat untuk energi alternatif,” ungkap Ketua Tim, Agung Nyoman Prayogo saat ditemui Malang Post (Grup JPNN) di Kampus 1 ITN Malang, Selasa (16/7/13).
Tim Mahasiswa Teknik Mesin S-1 di ITN Malang ini membuat penelitian dengan judul “Pemanfaatan Bakteri Eschericia Coli Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif dengan Teknologi Microbial Fuel Cells (MFC’s). Tim ini dibimbing oleh dosen ITN, Wahyu Panji Asmoro, ST, MT.
Menurut Agung, selama ini sebagian besar peneliti yang meneliti tentang MFC’s, menggunakan bakteri tambang atau Shewanella putrefaciens, Geobacteraceae sulferreducens, Geobacter metallireducens dan Rhodoferax ferrireducens. Di sinilah perbedaan yang ada pada MFC’s mahasiswa ITN, yaitu menggunakan bakteri Eschericia Coli dengan pertimbangan bakteri ini mudah didapat dan membutuhkan biaya yang murah. Berbeda dengan bakteri lain yang susah didapat dan membuat biaya yang dikeluarkan cukup mahal.
MFC’s adalah sistem pembangkit energi listrik dengan memanfaatkan interaksi bakteri yang terdapat di alam. Bakteri yang ada dalam medium organik mengubah bahan organik menjadi energi listrik. Sifat bakteri yang dapat mendegradasi medium organik (enrichment media) pada MFC’s menghasilkan ion elektron dan proton. Ion-ion inilah yang menghasilkan perbedaan potensial listrik sehingga dapat dihasilkan energi. Umumnya pada sistem konvensional, MFC’s terdiri dari dua ruang yaitu ruang anoda dan katoda. Kedua ruang tersebut dipisahkan oleh sebuah membran tempat terjadinya pertukaran proton (proton exchange membrane).
Sistem ini belum sepenuhnya bekerja dengan kerja bakteri karena hanya sisi anoda saja yang mengandung bakteri, sedangkan pada sisi katoda masih bekerja dengan menggunakan senyawa kimia seperti Polialumunium Chloride (PAC). Penelitian tentang MFC’s dengan mediator, pada umumnya menggunakan membran. Membran yang dimaksud adalah proton exchange membrane (PEM, walaupun singkatan tersebut juga digunakan untuk polymer electrolyte membrane).
PEM tersebut adalah jembatan garam yang terdiri dari susunan protein yang hanya mengizinkan ion positif yang dapat melaluinya, bergerak dari anode menuju katode, tetapi tetap memisahkan kedua larutannya.
Ia membeberkan, pada percobaan pertama, bakteri belum berhasil mengeluarkan arus dan tegangan. Pada tahap ini tim menggunakan kentang sebagai jembatan garamnya. Pada percobaan kedua, tim menggunakan bengkoang sebagai jembatan garam, hasilnya masih sama, tidak mengeluarkan arus dan tegangan. Namun pada percobaan ketiga MFC’s, bisa menghasilkan tegangan sebesar 0,29 Volt dan Arus 0,021 Ampere dengan penambahan beberapa larutan kimia sebagai sumber makan bagi bakteri Eschericia Coli, serta agar-agar sebagai jembatan garamnya.
“Harapan kita ke depan, bisa memaksimalkan arus dan tegangan yang dihasilkan oleh MFC’s kita ini dengan skala yang besar, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai penghasil listrik alternatif. Dengan adanya MFC’s, secara tidak langsung juga bisa mengurangi jumlah sampah atau limbah organik seperti feses sapi,” pungkasnya. (oci/sir/han)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cegah Kebocoran Data Militer dengan Aplikasi Khusus di Smartphone
Redaktur : Tim Redaksi