Filipina Berlakukan Larangan Cybersex

Jumat, 21 September 2012 – 12:55 WIB
MANILA - Otoritas Filipina melakukan pelarangan aktivitas cybersex dan sex chat video online. Undang-undang baru ini merupakan bagian dari aturan Pencegahan Cybercrime 2012 yang disahkan Presiden Benigno Aquino pertengahan September ini.

Selama ini, Cybersex melibatkan perempuan berupa "cam girls" yang melakukan aktivitas obrolan dan tindakan seksual di depan Webcam untuk klien internet. Industri ini sangat menjamur di berbagai belahan dunia, dan seringkali mengorbankan perempuan muda dan anak perempuan di bawah umur.

Pemerintah setempat memberlakukan denda sebesar 250 ribu peso Filipina  atau Rp57 juta kepada pelaku, serta hukuman penjara hingga enam bulan. Cybersex meliputi keterlibatan yang disengaja, pemeliharaan, pengawasan, atau operasi, secara langsung atau tidak langsung, dari setiap pameran mesum organ seksual atau aktivitas seksual, dengan bantuan dari sebuah sistem komputer, untuk mendukungnya.

"Tindakan itu diperlukan untuk mendeteksi, menyelidiki dan menekan cybercrime seperti hacking, cybersex, pencurian identitas, spam, dan pornografi online anak," ujar Salah satu penulis hukum tersebut, senator Edgardo Angara seperti dilansir BBC.

Biro Investigasi Nasional dan Kepolisian Nasional Filipina kini tengah membentuk unit cybercrime untuk secara eksklusif menangani kasus yang melibatkan pelanggaran undang-undang ini. Pihak berwenang juga berencana untuk membuat pengadilan cybercrime dengan hakim khusus terlatih.

Undang-undang menyatakan bahwa pengadilan regional harus memiliki yurisdiksi atas pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini termasuk pelanggaran yang dilakukan oleh seorang warga negara. Filipina, mengambil kebijakan keras pada cybersex di masa lalu.

Pada 2011, dua pria Swedia yang dipenjara seumur hidup setelah menjalankan kegiatan cybersex di Filipina. Sementara tiga orang lokal diantaranya diganjar 20 tahun hukuman penjara karena diduga membantu menyediakan internet dan sistem pembayaran untuk menjalankan bisnis tersebut.

Meskipun undang-undang berbicara secara khusus tentang cybercrime, organisasi media setempat justru menyatakan keprihatinan atas regulasi ini. Pasalnya, hal itu juga dapat digunakan untuk mengekang kebebasan pers karena pencemaran nama baik. Menurut undang-undang, seseorang yang terbukti bersalah komentar memfitnah secara online, termasuk komentar yang dibuat pada jaringan sosial dan blog, bisa dipenjara hingga 12 tahun tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ilmuwan Bangun Kamera Pemburu Dark Energy

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler