jpnn.com, KIEV - Sejak Real Madrid melangkah ke semifinal Liga Champions berbalut penalti kontroversial dalam laga melawan Juventus, sentimen Anti-Real Madrid sudah terlanjur terbentuk.
Tak ada yang ingin Los Blancos kembali mengangkat Si Kuping Lebar. Cukup dua musim terakhir, final 2016 dan 2017. Tidak untuk final di Olimpiyskiy, Kiev, Minggu (27/5) dini hari nanti WIB (Siaran Langsung SCTV/ beIN Sports 1/ beIN Sports 2 pukul 01.45 WIB).
BACA JUGA: Jelang Final Liga Champions, Ini Statistik Ronaldo dan Salah
Nah, sentimen itu akan dibebankan di pundak Liverpool. ''Kami tidak sesering Real merasakan atmosfer final (Liga Champions). Tapi ini sepak bola, kami punya keempatan, kami akan coba,'' koar Juergen Klopp, dikutip The Telegraph.
Ini final pertama Liverpool setelah sedekade harus menanti. Overall, ini final ketiganya pasca ditekuk AC Milan 1-2 di Athena, 2007. Klopp pelatih pecundang di Wembley pada final edisi 2013 semasa masih melatih Borussia Dortmund. Klopp pun pecundang di final Liga Europa 2016 saat dikalahkan Sevilla 1-3 di St Jakob-Park, Basel.
BACA JUGA: Final Liga Champions, Ronaldo: Saya Tinggi, Salah Pendek
Begitu pula Jordan Henderson dkk yang tak satu pun pernah mencium bau atmosfer final Liga Champions. Kecuali Porto, kejutan final 2004 lawan sesama klub kuda hitam AS Monaco, setelah itu belum ada lagi klub “hijau” jadi raja. Ingat, final Liga Champions selalu soal mental. Musim lalu, saat Juventus lolos ke final semua berpikir itu akhir dari Real.
La Vecchia Signora menawan sejak di fase grup. Unbeaten dan klub dengan defense-nya yang terbaik. Nyatanya dalam final justru dipermak Sergio Ramos dkk dengan skor telak 4-1 di Millenium Stadium, Cardiff, Wales. Juve itu mirip Liverpool musim ini. Jordan Henderson dkk di musim ini jadi klub dengan offense terbaik dan sekali kalah. ''Kami yang menentukan sejarah kami sendiri,'' klaim Kloppo, sapaan akrab Klopp.
BACA JUGA: Memori 15 Tahun, Istanbul Tuan Rumah Final Liga Champions
Meski “hijau” di final, bek kanan Liverpool Andy Robertson menyebut, tak ada istilah di final mereka gugup. Berbicara di situs resmi klub, atmosfer Etihad (perempat final saat berhasil mengalahkan Manchester City) dan Olimpico (semifinal lawan AS Roma) telah menempa kami dan itu yang jadi alasan kami tak perlu gugup Sabtu malam nanti,'' koar Robbo, sapaannya.
Zizou, sapaan Zidane, seperti dikutip Marca menyebut sentimen itu wajar adanya. Tidak ada bedanya dengan jargon Anyone But United yang sering membayangi Manchester United di era Sir Alex Ferguson, Real terlalu dominan dalam Liga Champions. Zidane siap menjawab apa yang membuatnya gusar itu.
Jargon Anti-Real. ''Kami menang bukan karena kami punya pengalaman lebih. Itu takkan berarti apa pun. Ini laga (final) lainnya. Kami akan tunjukkan itu, dan kami ingin bisa tunjukkan bahwa kami bisa memenanginya lagi,'' tutur Zidane yang berpotensi jadi entrenador pertama di Liga Champions sukses hat-trick juara.
Senada dengan Zidane, bek kiri Marcelo pun menganggap pengalaman bukan jadi alasan timnya mudah menjinakkan Liverpool. ''Kalau mudah, untuk apa kami berlatih keras dalam tiap sesi latihan dan tiap laga. Tetap sama, final selalu sulit,'' anggap Marcelo yang akan langsung di depan Salah, top scorer Liverpool.
Di sini kunci taktikalnya. Dengan kompisisi tak jauh beda, kunci ada di taktik Zidane. Di lini belakang, beranikah dia memainkan Dani Carvajal yang baru pulih dari cedera, langsung di sisi kanan defense Real. Head to head melawan cairnya pergerakan trio Roberto Firmiuo. Sadio Mane, dan Salah. (ren)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Liga Champions: 4-3-3 Mana Lebih Baik? Madrid atau Liverpool
Redaktur & Reporter : Adek