FITRA : Beli Keset dan Karpet, Kemenkeu Habiskan Rp 2 M

Jumat, 28 Desember 2012 – 07:34 WIB
JAKARTA - Penggunaan uang negara terus menjadi sorotan. Kali ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menuai kritik pedas karena dinilai melakukan pemborosan.

Koordinator Investigasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, berdasar data FITRA, Kemenkeu tercatat menghabiskan total dana Rp 14 miliar hanya untuk merenovasi ruang rapat. "Untuk keset dan karpet saja, anggarannya sampai Rp 2,5 miliar," ujarnya kemarin (27/12).

Menurut Uchok, dalam renovasi ruang rapat tersebut, terdapat tiga paket anggaran. Pertama, pembelian karpet dan keset senilai Rp 529,97 juta. Ke dua, pembelian karpet senilai Rp 1,98 miliar. Ke tiga, pembelian peralatan video conference senilai Rp 11,51 miliar. "Ini sangat boros dan menghambur-hamburkan uang," katanya.

Uchok menilai, belanja barang senilai Rp 14 miliar tersebut tidak layak dilakukan di saat Kemenkeu gagal mencapai target penerimaan pajak, hanya Rp 943,1 triliun atau 92 persen dari target APBN-P 2012 yang sebesar Rp 1.016 triliun. "Mentang-mentang sebagai bendahara, Kemenkeu dengan seenaknya mengalokasikan anggaran untuk dirinya sendiri," ucapnya.

Menurut Uchok, anggaran mestinya dialokasikan pada pos yang lebih membutuhkan, misalnya renovasi ruang-ruang pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor), Pengadilan Tinggi, maupun Pengadilan Negeri yang seringkali tidak layak pakai. 'Ini sangat diskriminatif," ujarnya.

Bagaimana tanggapan Kemenkeu? Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, dirinya belum mengetahui detil terkait belanja renovasi ruang rapat yang menghabiskan dana Rp 14 miliar tersebut. "Saya akan pelajari dan kemudian akan direspons,' katanya.

Meski demikian, lanjut Agus, Kemenkeu sebagai institusi yang mengelola keuangan negara akan sangat terbuka pada seluruh masukan dan kritikan terkait alokasi anggaran. "Kami akan bekerjasama andaikata ada masukan," ucapnya.

Sementara itu, Harry Azhar Aziz, Wakil Ketua Komisi XI DPR yang membidangi Keuangan dan Anggaran, mengatakan jika untuk menilai apakah Rp 14 miliar itu boros atau tidak, harus ada pembandingnya. "Misalnya, semakin luas ruangan, biaya memang semakin besar,' ujarnya.

Meski demikian, kata Harry, pihaknya akan lebih dahulu mengkonfirmasi data dari FITRA. Jika memang ada indikasi pemborosan keuangan negara, maka DPR bisa saja meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit informal. 'Dari situ, nanti baru ketahuan (boros atau tidak)," katanya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Syuting Disetujui Pimpinan RS

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler