jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jatim, Dakelan menyesalkan penyimpangan dana hibah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang dilakukan berjemaah.
Pasalnya, penyimpangan dana tidak hanya dilakukan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak. Hal itu merujuk audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BACA JUGA: Jubir Muda PKB Didiet Fitrah Mengecam KDRT di Tebet
"Sudah rahasia umum kalau model (penyaluran) lewat benchmark-nya DPRD, ada tipping fee. Hasil audit BPK terpotret bagaimana ruang-ruang korupsi terjadi. Ada semacam korlap yang siap mengoordinir untuk buat proposal, SPJ (surat pertanggungjawaban),” ucap Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jatim, Dakelan, saat dihubungi Jumat (13/1).
Menurut Dakelan, dana yang menjadi bancakan bisa menyejahteraan masyarakat, termasuk di Madura, Jatim.
BACA JUGA: Ki Joko Bodo Meninggal Ketika Sudah Hijrah, Anak: Senang, Bisa Kembali ke Fitrahnya
Madura merupakan kantong kemiskinan di Jatim, bahkan ke-4 wilayahnya masuk 7 besar dari total 38 kabupaten/kota secara persentase.
Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menyebutkan Sampang di peringkat teratas dengan 237 ribu jiwa atau 23,76 persen dari total penduduknya. Kemudian, Bangkalan 215 ribu jiwa (21,57 persen), Sumenep 224 ribu jiwa (20,51 persen), dan Pamekasan di peringkat ketujuh dengan 137 ribu jiwa (15,3 persen).
BACA JUGA: Niat Doa Zakat Fitrah Lengkap, Baik Untuk Diri Sendiri, Pasangan, Keluarga dan Anak
"Dana hiba Jatim besar, hampir Rp 8 triliun yang dialokasikan. (Korupsi) tentu itu berdampak pada kualitas (program untuk menyejahterakan masyarakat) dan yang harusnya bisa dilakukan secara maksimal, tapi anggaran dipotong. Ya, paling tidak 20-30 persen (yang dipotong) dari total itu," tuturnya
Fitra Jatim berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan kasus dugaan suap dana hibah APBD Jatim untuk kelompok masyarakat (pokmas) oleh Sahat Tua menjadi momentum mengusut lebih jauh.
"Ya, KPK mudah-mudahan berani dan kasus ini jadi pintu masuk untuk melihat lebih dalam lagi," kata Cak Dakelan, sapaannya.
Fitra juga mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk merombak sistem pengelolaan hibah. Disarankannya menggunakan sistem teknologi digital dan daring sehingga prosesnya lebih terbuka, seperti siapa penerima hibah dan besarannya.
Dakelan mengatakan celah korupsi tersebut itu ada karena pengawasan lemah saat proses pencairan.
"Ada model-modelnya, belum lagi kualitas kegiatan. Jadi, dari hulu hingga hilir lemah. Jadi, harus diperkuat pengawasan dan informasinya terbuka," paparnya.
Dana hibah yang tidak tepat sasaran ini diamini oleh Bupati Sumenep, Achmad Fauzi.
Menurutnya, banyak alokasi hibah pokmas APBD Jatim digelontorkan ke Madura. Namun, belum terasa manfaatnya hingga kini.
"Kalau dilihat dari asas manfaatnya, saya pikir, selama ini tidak terlalu signifikan. Salah satunya (buktinya karena) Madura ini tingkat kemiskinannya masih tinggi," ucapnya.
Dia menuturkan hasil survei BPS 2022 menyebutkan angka kemiskinan turunnya juga tidak signifikan.
"Artinya, kalau banyak bantuan pokmas turun ke Madura, termasuk juga ke Sumenep, saya pikir, secara dampaknya masih belum begitu maksimal," imbuh dia.
Tokoh muda Madura itu berpendapat hibah APBD Jatim belum terasa manfaatnya lantaran proses penyalurannya tidak diketahui pemda.
Sebab, disalurkan langsung kepada pokmas via pemerintah desa (pemdes) setelah disetujui DPRD Jatim.
"Memang agak berbeda dengan program yang digelontorkan DPR RI/pusat, biasanya ada surat kementerian ke bupati. Lalu, program itu melekat di kementerian yang disalurkan ke daerah biasanya," tegas Achmad Fauzi.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul