Fitur Sosial Media di E-Commerce Apakah Melanggar Permendag 31?

Kamis, 28 Maret 2024 – 10:17 WIB
Belanja daring atau online. Ilustrasi: Ardissa Barack.

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Ekonomi Digital di CELIOS, Nailul Huda menilai ke depan pasti ada aplikasi yang mulai menggabungkan berbagai fitur atau bersifat hybrid.

Hal itu disampaikan Huda merespons perkembangan integrasi antara TikTok dan Tokopedia yang hampir rampung, mendekati tenggat waktu yang telah ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), yakni hingga April 2024.

BACA JUGA: Integrasi TikTok Shop dan Tokopedia, DPR: Ekonomi Digital Suatu Keniscayaan

"Saya tidak kaget ketika TikTok ingin mengakuisisi Tokopedia dan mengintegrasi layanannya ke dalam aplikasi TikTok," ujar Huda dikutip dari siaran pers, Rabu (27/3).

Menurut Huda, Tokopedia dan TikTok seharusnya tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Kemendag, karena Tokopedia sudah memiliki lisensi untuk loka pasar sebagaimana disyaratkan di Permendag 31 Tahun 2023.

BACA JUGA: Kolaborasi Tiktok & Tokopedia Dinilai Bukan Monopoli

"Kemudian TikTok juga sudah memiliki lisensi untuk sosial media. Sehingga tidak ada yang sebenarnya dipermasalahkan ketika mereka sudah memiliki lisensi untuk keduanya," tuturnya.

Huda menyoroti ragam argumen yang muncul terkait Permendag 31 dari sisi pemerintah sendiri. Menurut dia, pemerintah tidak bisa mengekang inovasi, bawa dia harus sosial media atau harus loka pasar dan sebagainya.

BACA JUGA: Ini Dia E-Commerce 2023 yang jadi Pilihan Mayoritas Brand Lokal dan UMKM

"Kita melihat ke depan akan semakin banyak aplikasi sosial media yang mengalami perubahan seperti ini," ucapnya.

Huda juga mengatakan peraturan yang ada sebaiknya memiliki ruang bergerak karena pasti ke depan akan ada ruang abu-abu yang belum diatur dalam peraturan yang ada.

"Jangan lupa bahwa di beberapa e-commerce juga banyak yang memiliki fitur sosial media untuk berbagi video dan untuk live streaming di dalam platformnya. Ini yang disebut ruang abu-abu,” ujar dia.

Sementara itu, Executive Director dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menjelaskan banyak platform e-commerce yang juga memiliki fitur serupa dengan sosial media.

Dia mengatakan harus ada equal level playing field dengan pemain-pemain e-commerce yang ada. Dengan hadirnya Permendag 31, seharusnya aturan mainnya lebih jelas.

"Kalau kami lihat memang Tokopedia dan TikTok mencoba mengikuti aturan yang ada. Kita harus kawal terus hal ini," kata Heru.

Dia juga menekankan dalam mengevaluasi kepatuhan platform atas Permendag 31 sangat penting untuk memberi perhatian pada keamanan data pengguna.

"Saya pikir sudah sesuai aturan. Yang pasti mereka melakukan pemisahan antara e-commerce dan sosial medianya. Misalnya mereka nanti menggunakan TikTok untuk berbelanja, pasti akan dialihkan ke Tokopedia," ucapnya.

"Dari beberapa uji coba yang kami lakukan, pengiriman dan pembayaran sudah lewat Tokopedia sebagai penyelenggara e-commerce-nya," lanjut Heru.

Terkait kekhawatiran terhadap UMKM lokal karena predatory pricing atau produk-produk yang dijual di bawah harga pasar, Heru menyebut perlu ada pengawasan dan sama-sama memastikan bahwa produk yang dijual merupakan batang berkualitas dengan harga bersaing.

"Jadi, tidak terlalu murah dan bersifat predatory pricing. Kalau dipastikan sekarang, barang yang dijual hampir sama dengan yang di jual di platform Tokopedia," kata dia.

Bila sebelumnya dengan kehadiran TikTok Shop banyak UMKM yang juga ikut berkembang, Heru menilai dengan integrasi dan perkembangan ini maka lebih banyak UMKM yang masuk ke ranah digital.

"Dan berkontribusi dalam ekonomi tanah air," ujar Heru.(fat/jpnn.com)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler