jpnn.com, HUMBAHAS - Food Estate adalah program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar.
Sebuah misi bersama untuk menciptakan ketahanan pangan jangka panjang.
BACA JUGA: Petani Food Estate: Kami Betul-betul Dikawal Teman-teman dari Kementan
Bukan hal mudah mengubah semak belukar yang dikelilingi tanaman pakis untuk ditanami aneka tanaman produktif yaitu sayuran.
Perlu perlakuan khusus menyesuaikan unsur hara seluas 215 hektare dengan ekosistem yang sesuai dengan kebutuhan bawang merah, bawang putih dan kentang.
BACA JUGA: DPD RI Dorong Pemerintah Serius Mengembangkan Proyek Food Estate
Guru besar Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Noverita Sprinse Vinolina, MP mengaku secara pribadi sangat mengapresiasi upaya pemerintah dalam hal ini Kementan yang mengubah alang-alang menjadi lahan produktif.
“Saya betul-betul mendukung program Food Estate yang menjadikan lahan tidur menjadi bernilai income. Ini hanya perlu perawatan terus menerus, kerja keras yang sungguh-sungguh, dan komitmen SDM terutama dari para petani,” kata Noverita saat mengunjungi lahan bawang merah, Rabu (17/2).
BACA JUGA: Gagal Panen, Harga Cabai Rawit di Probolinggo Makin Pedas
Guru besar Fakultas Pertanian ini optimistis program Food Estate akan berhasil bila didukung pemerintah dan petani.
Ia menuturkan petani sebagai ujung tombak keberhasilan hanya perlu pendampingan berupa transfer teknologi dan semangat pantang menyerah.
“Saya melihat apa yang ada di lahan Food Estate ini adalah luar biasa. Sekarang ini hanya tinggal memenuhi suplai air pagi dan sore serta mempertahankan unsur hara dan perawatan yang cukup,” paparnya.
Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr Ir. Abdul Rauf, MP menilai bahwa mengubah alang-alang menjadi areal pertanian adalah buah keyakinan dan ketelatenan.
“Memang perlu serangkaian perlakuan mulai dari perawatan tanah. Tanah di sini rata-rata bersifat masam maka perlu dinetralkan dengan dolomit. Tanahnya perlu ditambahkan unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan sayuran seperti bawang merah, bawang putih dan kentang,” ujarnya yang hadir bersama-sama Noverita.
Profesor ilmu tanah ini juga menyebutkan bahwa semak belukar yang terdiri dari tanaman pakis ini juga memiliki sifat dasar membunuh tanaman lain di luar ekosistemnya.
Ia menjelaskan pakis ini memiliki zat alelopati yang merupakan senyawa beracun.
Sifatnya asam yang dapat membunuh tanaman selain golongannya karena dianggap lawan, termasuk tanaman alang-alang lainnya.
Seperti yang dilihat ini, tumbuhnya merana. Jadi seharusnya yang dapat bertahan hidup hanya tanaman tahunan seperti kopi atau cokelat. Sehingga apabila sayuran dapat tumbuh maka ini hal yang luar biasa. Di sinilah letaknya peran teknologi pertanian,” paparnya.
Melihat kondisi pertanaman yang ada di lahan, kedua Guru Besar ini menyarankan terus dilakukannya perawatan hingga masa panen.
Tanaman yang sekarang ini berkembang memang belum semuanya tumbuh optimal, misalnya saja bawang merah.
Sekilas ada yang daun bawangnya kecil dan umbinya kecil.
“Tanaman yang terlihat kecil ini bukan gagal tumbuh ya. Wajar karena pertanaman perdana, unsur haranya belum maksimal,” katanya.
Jadi, lanjut dia, dalam satu kelompok ada yang besar dan kecil namun tetap memiliki umbi.
“Meski berukuran kecil, umbinya bagus, bisa dipanen dan masyarakat di sini lebih suka bawang berukuran kecil seperti ini. Terus saja melakukan pemupukan dan pengairan yang cukup,” lanjut Noverita.
Pada akhir sesi kunjungan, Noverita mengarahkan agar seusai panen nanti tanaman diselingi dengan komoditas lain seperti padi baru kemudian kembali ke bawang merah.
Ia meyakini pada pertanaman berikutnya, hasilnya akan memuaskan. (*/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Boy