Forest City Nan Kapan-Kapan

Oleh Dahlan Iskan

Minggu, 09 September 2018 – 06:06 WIB
Dahlan Iskan.

jpnn.com - Ada reklamasi. Ada kontroversi. Reklamasinya sangat besar. Persoalan yang muncul juga sangat besar.

Itu di Malaysia. Di pantai yang menghadap Singapura.

BACA JUGA: Selalu Malas Bermain Catur

Investornya dari negeri Panda. Dengan nilai yang luar biasa: setara Rp 100 triliun.

Saya dua kali ke sana. Ingin tahu apa gerangan sebabnya. Sebelum pemilu 9 Mei pun sudah membara.

BACA JUGA: Pahlawan, Pecundang, atau Sekadar Joker

Mahathir menjadikan reklamasi ini salah satu isu utama. Untuk menggoyang Najib Razak dari singgasana.

Hemm…. bagaimana bisa, kata Mahathir. Itu sama dengan menjual negara.

BACA JUGA: Pelatih Selangor: Indonesia dan Malaysia Seharusnya Bersatu

Isunya: siapa membeli rumah di tanah reklamasi itu diberi hak istimewa. Bisa mendapat visa tinggal sangat lama. Sembilan tahun masanya.

Proyek ini diberi nama Forest City. Dengan tema: Kampung halaman kedua. Mayoritas pembelinya memang dari sana.  Dari utara.

Banyak juga pembeli dari Singapura. Pun dari Indonesia. Termasuk Surabaya.

Dari segi desain, Forest City memang luar biasa. Kota baru ini amat modern. Hampir semua bangunannya setinggi surga. Dengan arsitektur bangunan yang sangat jemawa.

Masalahnya di harga. Tidak mungkin terjangkau oleh bumiputra. Maka isu jual negara pun menjadi sangat mengena. Menjelang pemilihan raya.

Najib tumbang. Mahathir menang. Forest City seperti terpanggang.

Mahathir tidak bisa sembunyi. Harus memenuhi janji. Forest City harus ditinjau kembali.

Tapi ada Sultan Johor di proyek itu. Sultan terkuat di antara sultan-sultan ada di seluruh negeri.

Semua pihak menjadi seperti gamang. Beberapa menteri mulai bicara: mengambang. Proyek ini terlalu besar untuk ditiadakan. Terlalu telat untuk dibatalkan.

Saya tidak bisa membayangkan: kapal besar yang lagi goyang. Pembeli baru tidak lagi mau datang.

Mahathir tentu tidak bisa begitu saja: menafikannya. Ini bukan proyek pemerintah.

Tapi Mahathir keukeuh: tidak akan mau mengeluarkan visa khusus. Visa tinggal di Malaysia. Biarpun membeli rumah di Forest City tetap saja: visa biasa.

Awalnya banyak yang mengira Mahathir tidak akan konsisten. Usaha meyakinkannya terus dilakukan.

Misalnya yang diupayakan menteri besar Johor, Datuk Osman Sapian. Yang terus menjelaskan pentingnya proyek Forest City bagi Johor. Juga bagi Malaysia.

Mahathir menanggapinya segera. Dengan sindiran yang mengena.

“Saya mendukung rumah-rumah di Forest City dijual ke orang asing. Agar orang-orang Malaysia tetap tinggal di rumah kayu dengan atap bocor,” kata Mahathir. Dua hari lalu.

Memang, kata Mahathir, kalau Malaysia diberikan ke asing akan bisa berkembang pesat. Kita bisa lebih modern dari Singapura. Mereka punya uang. Bisa membangun gedung-gedung yang indah. Dan kita tetap tinggal di rumah kayu.

“Kalau memang itu yang dikehendaki menteri besar saya OK. Setuju,” kata Mahathir merajuk.

Pertempuran di Forest City tampaknya belum akan berakhir. Dan kelihatannya tidak mudah untuk berakhir. Apalagi Anwar Ibrahim juga sangat dikenal dekat dengan Sultan Johor. Berkali-kali Anwar pergi dengan pesawat pribadi sang Sultan.

Saya jadi ingin ke Forest City lagi. Kapan-kapan.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jalan 150 untuk Tahun ke-115


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler