jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Forum Suplier Bahan Bangunan Indonesia (FOSBBI) Antonius Tan menyikapi hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sebagai tindak lanjut atas aduan yang diajukan oleh Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI) terkait permintaan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang mencapai 200 persen terhadap keramik porselen dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Antonius mengatakan pihaknya sama sekali tidak resisten terhadap produsen keramik dalam negeri.
BACA JUGA: HIPMI Sebut Rencana BMAD Ubin Keramik Berpotensi Mengancam Program 3 Juta Rumah Prabowo â Gibran
Namun, dia masih memiliki tanda tanya besar dengan hasil penyelidikan KADI karena terdapat sejumlah kejanggalan.
Antonius menilai hasil penyelidikan KADI tidak transparan dan perhitungannya melanggar ketentuan organisasi perdagangan internasional (WTO).
BACA JUGA: Semarak Pembukaan Megabuild dan Keramika Indonesia
Sebab KADI hanya mengandalkan data sekunder dari Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJB), seharusnya KADI menggunakan data primer yang menjadi rujukan utama.
“Perhitungan tarif antidumping final dari KADI melanggar ketentuan WTO, karena KADI menggunakan secondary data yang didapat dari sumber DJBC, bukan menggunakan primary data yang didapat dan sudah diverifikasi secara langsung terhadap sistem pembukuan perusahaan oleh KADI berdasarkan hasil on site verification di China pada periode 18 sampai dengan 29 September 2023 yang lalu di 9 pabrik produsen keramik di RRT,” paparnya.
BACA JUGA: Megabuild dan Keramika Indonesia 2024 Dorong Inovasi Industri Bahan Bangunan
Antonius menegaskan KADI telah secara sepihak memutuskan untuk tidak menggunakan data primer masing-masing perusahaan hanya karena adanya tuduhan terkait keabsahan data produsen keramik RRT yang disampaikan oleh pihak industri dalam negeri yang sama sekali tidak berdasar.
“Lebih jauh, hasil perhitungan berdasarkan secondary data ini juga tidak dapat diberikan kepada pihak eksportir untuk dikonfirmasi dan diklaim oleh KADI sebagai data rahasia, sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan pembelaan,” sesalnya.
Antonius saat penyampaian petisi antidumping ubin keramik, pihak yang mengajukan petisi hanya 26 persen dari total produsen dalam negeri yang mana dianggap kurang representatif atau tidak dapat dianggap mewakili mayoritas produsen keramik. Lagi pula kata Antonius, dalam laporan keuangan yang diterbitkan produsen keramik malah mencatatkan keuntungan bukan rugi sebagaimana yang dituduhkan ASAKI.
“Artinya 74 persen lainnya tidak terpengaruh dengan impor, di samping itu dalam laporan keuangan audit perusahaan tbk produsen lokal semua mencatat keuntungan dengan tingkat profit 35 persen ke atas. Ditambah dalam 2 tahun belakangan ini banyak pabrik dalam negeri melakukan investasi pembangunan pabrik besar besaran. Pertanyaannya jika memang rugi, bagaimana bisa bangun pabrik?,” ucapnya.
Selain itu, Antonius juga mengkritisi hasil penyelidikan KADI yang mengatakan bahwa ada 6 pabrik keramik di dalam negeri yang tutup akibat impor ubin kerami dari China.
“Bahwa ASAKI dalam publik hearing menyampaikan bahwa ada 6 pabrik keramik dalam negeri yang tutup dan melakukan PHK karyawan sebanyak 150.000 orang. Kami memohon agar KADI dapat memverifikasi pertama pabrik-pabrik mana saja yang tutup, dan kedua apakah pabrik-pabrik tersebut memproduksi produk ubin keramik body merah atau ubin porselen body putih?,” ucapnya.
Menurut Antonius, selama ini kontribusi dari importir untuk pemasukan pendapatan negara mencapai +/- Rp 10 trilliun/tahunnya. Apabila BMAD Ubin Keramik dengan tarif 100.12% hingga 199.88% berlaku untuk ubin porselen, dia menyampaikan negara akan kehilangan pemasukan.
“Tidak mungkin ada pemasukan pendapatan negara sebesar Rp. 10 triliun sebagaimana di atas. Sebagai akibatnya, hampir dapat dipastikan kami harus melakukan rasionalisasi jumlah karyawan secara signifikan, dan bahkan dapat menyebabkan penutupan perusahaan,” bebernya.
Jika kebijakan bea masuk anti dumping itu diterapkan, Antonius memperkirakan akan terjadi kelesuan ekonomi dan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan sebanyak 500.000 orang.
“Tanpa adanya produk ubin porselen, maka penjualan supermarket bahan bangunan dipastikan menurun sedangkan biaya tetap perusahaan tidak dapat dihindari, sehingga urusan kebangkrutan hanya tinggal menunggu waktu cepat atau lambat," ujar Anitonius.
"Secara kasar kami sudah menghitung berdasarkan survei internal asosiasi kami maka tenaga karyawan yang akan terdampak mencapai 500.000 orang tenaga kerja aktif yang akan terimbas keputusan anti dumping ini jika dijalankan,” ujar Antonius.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari