Fraud Terus Berulang, Wakil Ketua Komisi XI DPR Nilai LPEI Perlu Direformasi

Rabu, 20 Maret 2024 – 07:33 WIB
Wakil Ketua Komisi XI Fathan Subchi. Foto: Humas FPKB DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tepat.

Langkah ini untuk memberikan efek jera bagi praktiek pat gulipat di LPEI yang seolah terus terulang.

BACA JUGA: Datangi Kejagung, Menteri Sri Mulyani Laporkan Dugaan Tindak Pidana Debitur LPEI Bernilai Rp 2,5 Triliun

“Kami menilai langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani menunjukkan keseriusan pemerintah agar proses pembiayaan ekspor benar-benar bisa meningkatkan volume ekspor Indonesia, bukan sekadar praktik hengky pengky antara oknum pejabat LPEI dan pihak ketiga sehingga memicu fraud yang merugikan keuangan negara,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subci, Rabu (20/3/2024).

Untuk diketahui Sri Mulyani bertandang ke Kejaksaan Agung untuk melaporkan temuan tim Kemenkeu terkait indikasi adanya fraud dalam kredit yang dikucurkan oleh LPEI, Senin (18/3/2024).

BACA JUGA: Anggota Komisi XI DPR Ingin Atmosfer Kolutif di LPEI Bisa Segera Dibersihkan

Sejumlah debitur diduga melakukan tindak pidana korupsi yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 2,5 triliun.

Ada empat perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Keempat perusahaan tersebut bergerak dalam usaha sawit, nikel, batu bara, dan perkapalan.

Fathan mengungkapkan dugaan korupsi di LPEI dengan berbagai modus seolah kaset rusak yang terus berulang.

Dia menyebut Kejagung di tahun 2022 misalnya pernah menetapkan menetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI selama periode 2013-2019.

Saat itu kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 2,6 triliun yang berasal dari kredit macet ke delapan grup usaha yang terdiri dari 27 perusahaan.

“BPK juga pernah melakukan pemeriksaan investigatif terkait kasus dugaan korupsi LPEI dan menemukan kerugian negara hingga puluhan miliar,” katanya.

Di antara modus yang paling sering terjadi lanjut Fathan adalah LPEI tidak menerapkan prinsip tata kelola baik saat mengucurkan kredit kepada calon debitur.

LPEI seolah gampangan dalam menyalurkan kredit kepada pihak ketiga. Akibatnya terjadi kredit macet yang merugikan LPEI dan keuangan negara.

“Saat ditelusuri lebih dalam ternyata ada hengky pengky antara oknum LPEI dengan pengusaha atau eksportir sehingga penyaluran kredit tidak memenuhi unsur prudent,” katanya.

Politikus PKB ini pun mendukung upaya bersih-bersih sehingga LPEI kembali kepada khittah-nya.

Menurut Fathan Subci, pembentukan LPEI awalnya untuk menciptakan ekosistem baik terhadap kegiatan ekspor produk-produk unggulan dalam negari. Dengan LPEI eksportir akan dibantu dari segi pembiayaan, penjaminan, dan asuransi.

“Namun faktanya sering kali proses penyaluran pembiayaan ini dilakukan secara serampangan bahkan minim pengawasan saat kredit telah dikucurkan. Maka saat ini kami menilai LPEI ini direformasi agar bisa kembali ke tujuan awal bisa mendorong iklim ekspor yang baik bagi produk unggulan Indonesia baik dari sektor UMKM maupun korporasi,” pungkas Fathan Subci.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler