jpnn.com, JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawartan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo alias Bamsoet ingin meninggalkan legacy di masa kepemimpinannya. Legacy itu adalah penyempurnaan konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Hal itu diungkap Bamsoet yang juga mantan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu dalam diskusi Empat Pilar MPR “Refleksi Akhir Tahun MPR 2019” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12).
BACA JUGA: Bamsoet Dukung Langkah Pemerintah Gugat Pelarangan Ekspor CPO ke Uni Eropa
Bamsoet mengatakan sebenarnya saat menjadi ketua DPR ia juga punya mimpi meninggalkan legacy. Dia menjelaskan legacy sebagai ketua DPR itu adalah pengesahan RUU KUHP. Hanya saja, kata dia, situasi menjadi berubah karena ada penolakan dari masyarakat. “Saya harus menahan diri untuk menahan keputusan RUU KUHP itu, dan kemudian diteruskan kepada priode yang sekarang,” tegasnya.
Menurut Bamsoet, legacy itu sebenarnya sudah diujung dan tinggal dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan. Hanya saja, ia juga mengaku realistis mengingat ada penolakan masyarakat. “Karena memang kami tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan sosialisasi. Ini saya kira catatan panjang 2019,” katanya.
BACA JUGA: Harapan Bamsoet Kepada Forum Komunikasi dan Aspirasi Papua
Nah, Bamsoet sekarang menjadi ketua MPR. Politikus Partai Golkar itu pun bermimpi meninggalkan legacy di kepemimpinannya. “Saya bermimpi meninggalkan legacy sebagai ketua MPR terhadap penyempurnaan UUD 1945,” ungkapnya.
Dia menilai penyusunan amandemen pada yang terakhir dilakukan 2002, masih banyak tidak sinkron karena terburu-buru. Karena itu, ujar dia, ada beberapa pasal yang tidak sinkron. “Tidak juga ada kata-kata Pancasila di dalam pasal-pasal yang ada di dalam UUD 19'45, padahal sumbernya dari situ (Pancasila),” katanya. (boy/jpnn)
BACA JUGA: Bamsoet: 2023, MPR Putuskan Amendemen UUD 1945 atau Tidak
Redaktur & Reporter : Boy