jpnn.com, MALANG - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mencabut larangan penggunaan dana bantuan operasional sekolah nasional (bosnas) untuk gaji honorer sudah dicabut.
Ini artinya, dana bosnas boleh digunakan untuk menggaji guru dan tenaga honorer. Nilainya, maksimal 15 persen dari total dana bosnas.
BACA JUGA: Guru Honorer Akan Rayakan HUT Bekasi dengan Demonstrasi
Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Teknis Bantuan Operasional Sekolah yang ditetapkan 22 Februari 2017.
Namun, apakah gaji guru honorer di Kota Malang bakal naik? Hal ini masih belum ada kepastian.
BACA JUGA: Dana BOS Boleh untuk Gaji Honorer, Maksimal 15 Persen
Sebab, awal Januari lalu, SMA/SMK diramaikan dengan beredarnya surat edaran (SE) dari Gubernur Jawa Timur yang membatasi sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP).
Untuk SMA di Kota Malang, dari rata-rata Rp 200 ribu menjadi Rp 120 ribu.
BACA JUGA: Hanya 15 Persen Dana BOS untuk Gaji Guru Honorer
Kemudian, untuk SMK, dari rata-rata Rp 250 ribu, kini menjadi Rp 160 ribu bagi nonteknik, sedangkan untuk teknik menjadi Rp 200 ribu.
Jadi, pemasukan sekolah juga berkurang. Apalagi, ditambah dengan berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka SMA/SMK sudah tidak lagi menerima anggaran dari pemerintah kota/kabupaten.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Negeri Kota Malang Tri Suharno menyatakan, pihaknya belum mengetahui secara pasti aturan tersebut.
Namun, menurut dia, untuk menaikkan gaji honorer guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) itu kecil kemungkinannya.
Sebab, mulai 2017 ini, tidak ada bantuan dari pemerintah Kota Malang yang masuk SMA/SMK.
”Bisa jadi, gaji GTT terancam berkurang bila hanya mengandalkan dana bosnas. Namun, kepastiannya menunggu rencana kerja sekolah (RKS) untuk tahun ajaran mendatang,” kata dia.
Dia pun menyampaikan, hingga saat ini, dana bosnas belum cair. Padahal, menurut informasi yang disampaikan, dana tersebut bakal cair pada Februari.
”Mungkin menunggu sosialisasi peraturan baru ini (Permendikbud Nomor 8 Tahun 2017, Red) baru bisa cair,” ulasnya.
Menurut Ketua MKKS SMK Negeri Kota Malang Wadib Su’udi, alokasi 15 persen bosnas untuk gaji honorer bukan hal yang wajib, tetapi sifatnya diperbolehkan.
Sebab, dalam petunjuk teknis (juknis) bosnas pada 2016 lalu, penggunaan dana BOS untuk honorer termasuk larangan.
Dalam perhitungannya, anggaran bosnas tersebut tidak bisa sepenuhnya 15 persen dianggarkan untuk honor. Sebab, pemasukan SMK 2017 ini berkurang karena tidak mendapatkan aliran dana dari pemerintah daerah.
Akan tetapi, kualitas pendidikan diharapkan tetap maksimal. Belum lagi, jika masuk pada triwulan tiga (Juli–September), SPP SMK mengikuti SE Gubernur.
”Jadi, dana bosnas bakal dialokasikan untuk pemenuhan standar pendidikan dengan maksimal,” ujar pria yang juga kepala SMKN 4 Malang tersebut. Namun, pihak sekolah tidak mengesampingkan honorer di sekolah.
Misalnya, di SMKN 4 Kota Malang dengan 2.938 siswa pada 2017 ini, jatah dana bosnas setiap siswa Rp 1,4 juta per tahun.
Jadi, pemasukan sekolah sebesar Rp 4.113.200.000. Itu berarti 15 persen yang bisa dialokasikan sejumlah Rp 616.980.000 per tahun atau Rp 51.415.000 per bulan.
Jika jumlah pemasukan per bulan tersebut dibagi dengan 105 honorer di sekolah, maka tiap guru mendapat Rp 489.666.
”Jumlah tersebut masih sangat kurang untuk gaji honorer bila tidak dibarengi dengan iuran SPP siswa,” tandasnya.
Berbeda dengan SMK swasta yang boleh menggunakan bosnas hingga 50 persen untuk honor guru.
Ketua MKKS SMK Swasta Kota Malang Jhon Nadha Firmana menyatakan, bosnas menjadi satu-satunya sumber dana untuk memberikan gaji guru di sekolah.
Sebab, SPP sekolah juga harus turun drastis mengikuti SE Gubernur. ”Kalau tidak dialokasikan dari bosnas, guru tidak gajian,” jelasnya.
Selanjutnya, kepala SMK Prajnaparamita itu menyampaikan, sebelum 2017 ini, sekolah masih mendapatkan dana bantuan operasional sekolah daerah (bosda) dari Pemkot Malang.
”Dulu, gaji guru dialokasikan dari bosda, sekarang sudah tidak ada,” tandasnya. (kis/c3/lid)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasihan, Guru Honorer Hanya Digaji Rp 250 Ribu
Redaktur & Reporter : Soetomo