Gangguan Kencing Berimbas Pada Kemampuan Seksual

Selasa, 07 Mei 2013 – 06:35 WIB
MASYARAKAT perkotaan tidak hanya rentan terhadap penyakit tidak menular, tapi juga rentan mengalami gangguan seksual. Tekanan pekerjaan, tingkat stres, polusi, dan gaya hidup, ternyata berpengaruh sangat erat terhadap rutinitas seks bagi pasangan suami istri.

Apalagi, jika keduanya adalah pekerja. Hal itu dibenarkan Prof Jack Vaisman, konsultan kesehatan reproduksi seksual dari On Clinic International, Australia. Menurutnya, beragam persoalan kesehatan bisa bermuara pada gangguan seksual.

’’Masyarakat perkotaan, umumnya mengalami sejumlah penyakit yang tanpa disadari bisa mengganggu aktivitas dan rutinitas seksual suami istri,’’ jelasnya dalam sebuah seminar kesehatan di Jakarta, belum lama ini.

Survei terbaru menyebutkan bahwa tanpa disadari, kebiasaan tidak bisa mengontrol buang air kecil atau yang biasa dikenal dengan beser, ternyata banyak dialami baik pria maupun wanita. Hanya saja, tidak banyak orang yang sadar kalau beser itu sebenarnya tidak normal.

’’Kebiasaan beser atau dalam bahasa medisnya inkontinensia urine memang seringkali tidak disadari sebagai bagian dari sebuah gejala. Sehingga orang tidak peduli dan menganggap beser hal yang wajar. Padahal, sebenarnya berpotensi mengganggu hubungan (seksual),’’ ulas Jack.

Menurut penelitian, kata dia, penderita beser pada usia 35-65 tahun mencapai 12 persen. Prevalensi meningkat hingga 16 persen pada pasien usia lebih dari 65 tahun. ’’Kasus pada wanita yang belum pernah melahirkan ada sekitar 5 persen. Pada kelahiran anak pertama, kecenderungan meningkat 10 persen, dan semakin tinggi setelah lahirnya anak kedua,’’ bebernya.

Hal lain juga diungkapkan dr Hindro. Dia mengatakan, bahwa pada wanita umumnya inkontinensia urin merupakan inkontinensia stress. Artinya keluarnya urin semata-mata karena melahirkan, batuk, bersin, dan segala gerakan lain, seperti olahraga.

Gejala-gejala biasanya terjadi secara tiba-tiba. ’’Seakan-akan, penderita butuh buang air kecil, diikuti oleh pelepasan besar urine. Selain ini, penderita inkontinensia urine akan sering menemukan bahwa kebutuhan untuk buang air kecil ini dipicu oleh perubahan posisi, suara air mengalir, dan stimulasi dari hubungan seksual,’’ paparnya panjang lebar.

Jadi sebenarnya, lanjut dia, inkontinensia urine memberi andil terhadap gangguan seksual pasangan suami istri. Jika dibiarkan terus menerus, pasien merasa tidak nyaman dan tentu akan menurunkan kualitas hidup dan seksual seseorang.

Inkontinensia urine yang tidak diobati, lanjut dia, dapat menyebabkan komplikasi. ’’Mulai dari infeksi kandung kemih dan ginjal, beser juga bisa menyebabkan keterbatasan termasuk, aktivitas fisik, psikologis, seksualitas, dan sosial,’’ jelasnya.
   
Menurut Jack, salah satu penyebab adalah hilangnya kontrol buang air kecil yaitu saraf yang mengendalikan otot-otot kandung kemih menjadi lebih aktif. ’’Itu sebabnya, bisa menimbulkan kontraksi spontan otot-otot yang mengurangi kapasitas fungsional kandung kemih, yang secara alami menimbulkan pipis,’’ ulasnya gamblang.

Kondisi itu biasanya merupakan gejala dari penyakit yang mendasari atau masalah fisik. Seperti infeksi saluran kemih, konstipasi, diabetes, infeksi prostat, dan penyakit neurologi.

’’Beratnya kebocoran urin bervariasi dari satu individu dengan yang lainnya. Beberapa orang kadang-kadang hanya mengalami gejala kebocoran kecil sedangkan pada yang lainnya seringkali sampai membasahi pakaian mereka,’’ jelasnya lagi.

Ada beberapa tipe dari inkontinensia urine, inkontinensia stres (mengompol sewaktu ada tekanan yang mendesak ketika batuk, bersin, tertawa, olahraga, dan mengangkat beban berat). ’’Inkontinensia urgensi, umumnya disebabkan oleh infeksi saluran kemih, masalah pencernaan, dan penyakit neurologis. Serta ditandai dengan keinginan berkemih yang tiba-tiba, terus menerus mendesak diikuti dengan berkemih secara tidak sadar,’’ urainya.

Yang disebut overflow inkontinensia, sambung dia, adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan umumnya ditemukan pada orang-orang dengan kerusakan kandung kemih atau sumbatan pada uretra. Ada lagi, sambung dia, yang disebut inkontinensia campuran.

Disebut campuran, karena berasal dari dua atau lebih tipe inkontinensia urine. ’’Inkontinensia fungsional, umumnya, dialami oleh orang tua di rumah jompo akibat gangguan fisik atau mental, yang mencegah mereka untuk berkemih ke toilet dan inkontinensia total (kebocoran berkelanjutan dari urin sepanjang hari),’’ ulasnya.

Selain berdampak negatif kepada kehidupan sosial sehari-hari seseorang, inkontinensia urine tidak mengancam jiwa. Hanya membawa gangguan pada penderitanya, khususnya dalam hal berhubungan seksual.
   
Inkontinensia urine bisa diobati seperti penyakit pada umumnya. Hal itu diyakinkan dr Jhonny konsultan medis kesehatan reproduksi dan seksual. Dia menjelaskan, ada beberapa terapi pengobatan penyakit ini.

’’Sebelumnya, dicek dulu, dengan memberikan tekanan di dalam perut atau dada, juga jaringan pendukung organ panggul akan diidentifikasi untuk mengetahui apa-apa yang menyebabkan kebocoran terjadi dan mencoba untuk menghindarinya,’’ jelas dia.

Pasien juga disarankan agar mengurangi berat badan, menghindari mengangkat barang-barang berat, mengurangi minuman berkafein seperti kopi, teh dan minuman bersoda, merawat penyakit paru-paru yang menyebabkan batuk yang berlebihan, dan berhenti merokok.

Dalam terapi, umumnya disarankan beberapa hal. Seperti melatih kandung kemih, perawatan fisik, obat, dan operasi. Dijelaskan GM On Clinic, Fithrie Firdaus, pasien dibantu untuk mengontrol buang air kecil. Misalnya, melakukan buang air kecil pada waktu yang ditetapkan seperti sebelum aktivitas olahraga.

’’Dalam program itu juga, pasien diajarkan bagaimana menenangkan saraf yang mengontrol kandung kemih, meningkatkan kapasitas kandung kemih, mengurangi sampai menghentikan kontraksi yang menyebabkan tekanan untuk buang air kecil, serta meningkatkan fungsi seksual,’’ terangnya detil.

Diakuinya, bahwa dalam program itu juga pasien diberikan obat untuk mengontrol spasma atau otot-otot pendukung pinggul. ’’Efeknya adalah, setelah beberapa kali melakukan terapi dan pengobatan, mudah-mudahan pasien bisa lebih mampu mengontrol waktu buang air kecil mereka,’’ tandasnya. (sic)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Olahraga Sehat Di Rumah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler