Gedung-Gedung Bersejarah, Saksi Perjuangan di Surabaya (1)

Sabtu, 10 November 2018 – 13:19 WIB
Gedung Internatio yang berada di Surabaya. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Surabaya sebagai medan pertempuran pada tahun 1945 memiliki banyak tempat-tempat bersejarah yang tentunya menyimpan cerita yang tak lekang dimakan waktu. Gedung-gedung ada sudah hancur karena tuntutan jaman, namun ada pula yang hingga kini masih kokoh berdiri dan berfungsi dengan baik.

Inilah gedung-gedung bersejarah itu.

BACA JUGA: Presiden Peringati Hari Pahlawan di Bandung

Gedung Internatio 

Internationale Crediten Handelvereeniging Rotterdam atau lebih dikenal dengan Gedung Internatio menjadi saksi pertempuran sekutu dengan rakyat Surabaya. Tidak jauh dari gedung itu, Brigjen A.W.S. Mallaby tewas saat pertempuran.

Didirikan pada 1929 oleh Biro AIA Aristech (Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau) yang berkantor di Sumatrastraat 59 Surabaya (sekarang Jalan Sumatra), gedung itu dulu dijadikan markas sekutu saat mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Hingga sekarang, gedung tiga lantai tersebut masih berdiri kukuh. Letaknya di sisi barat Taman Sejarah di depan Jembatan Merah Plaza.

Bangunan berwarna putih dengan aksen garis merah itu kini masih terawat. Namun, kesan kumuh tidak bisa dihindarkan. Depan gedung menjadi tempat tunggu angkot dan bus kota. Banyak pedagang kaki lima di sana. Aroma tidak sedap juga menyeruak.

Di pintu belakang banyak truk boks yang keluar masuk. Mengangkut berlembar-lembar berbagai produk cetakan. 

BACA JUGA: Belajar tentang Kepahlawanan dari Prajurit

 

BACA JUGA: Ayah, Pahlawan yang Selalu Ada

Gedung PC NU Bubutan 

Salah satu perlawanan untuk mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan umat Islam diwujudkan dalam Resolusi Jihad. Secara simbolis, perjuangan tersebut bisa dilihat di gedung Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) di Jalan Bubutan IV/ 2, Surabaya. 

Resolusi Jihad Kiai Hasyim Asyari merupakan peristiwa penting yang menjadi bagian dari rangkaian sejarah kemerdekaan Indonesia. Tepatnya pada 22 Oktober 1945. Saat itu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) mengundang tokoh-tokoh NU se-Jawa dan Madura di gedung PC NU Bubutan yang sebelumnya bernama Hoofdbestuur. 

Tujuannya adalah menggalang kekuatan. Juga, membakar semangat umat muslim untuk melawan kolonialisme. ''Kali pertama NU ngantor ya di sana," kata Hasyim Asari, ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi).

Hingga kini, gedung dua lantai tersebut tidak mengalami banyak perubahan. Keramiknya masih asli, kayu-kayu yang digunakan sebagai tiang juga masih berdiri kukuh.

 

Jangkar Modderlust

Sebuah monumen berdiri sebagai pengganti Gedung Modderlust di area PT PAL Tanjung Perak. Sebelum dirobohkan, di atas gedung tersebut terdapat menara perhubungan. Di tempat itulah, sejumlah wartawan berkomunikasi dengan kapal-kapal Inggris yang datang pada 24 Oktober 1945. Mereka terjebak dalam situasi yang seharusnya dihadapi tentara BKR Laut. Gedung tersebut sudah tiada. Yang bisa dilihat sekarang hanya monumen berbentuk jangkar. 

Di gedung ini pula, arek-arek Suroboyo menerima kontak pertama dari sekutu yang diboncengi NICA. Tujuannya adalah untuk izin mendarat. Pendaratan tentara sekutu tersebut sempat terhambat gara-gara masalah komunikasi. 

Ketegangan terjadi sejak hari pertama. Negosiasi tidak berjalan mulus. Sekutu menganggap Surabaya adalah kawasan taklukan dan cenderung memandang rendah. Sebaliknya, arek-arek Suroboyo merasa bahwa mereka adalah orang merdeka di negara yang berdaulat.

(Jawa Pos/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenhub Siapkan Santunan Bagi Para Korban Surabaya Membara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler