Gedung Putih Tuding Media Punya Rencana Gulingkan Trump

Selasa, 24 Januari 2017 – 10:57 WIB
Donald Trump. Foto: AFP

jpnn.com - jpnn.com -Agenda kerja 100 hari pertama Presiden AS Donald Trump mulai bergulir. Meski kabinetnya belum juga siap, Trump sudah meneken sejumlah legislasi.

Senin (23/1) kemarin, Trump meneken sekitar empat legislasi eksekutif. Setelah aturan tentang imigrasi dan lingkungan hidup, ada dua legislasi yang lain berkaitan dengan perdagangan. Yakni, NAFTA dan TPP. ’’Presiden bakal bertemu dengan pemimpin Kanada dan Meksiko untuk menegosiasikan ulang posisi AS dalam NAFTA,’’ terang Gedung Putih. Mengenai TPP alias traktat kemitraan Trans-Pasifik, AS akan menarik diri.

BACA JUGA: Jokowi Yakin Bisa Membangun Hubungan Baik dengan Trump

Trump melewatkan Senin pertamanya di Gedung Putih dengan beberapa pertemuan. Di antaranya, pertemuan dengan para pebisnis, serikat dagang, serta anggota Senat dan House of Representatives (DPR). Selain tiga pertemuan terpisah tersebut, dia bakal menemui langsung Ketua House of Representatives Paul Ryan. Bukan hanya imigrasi dan isu lingkungan hidup, reformasi pajak juga menjadi topik utama pertemuan.

’’Obamacare (asuransi kesehatan era Barack Obama, Red) masih menjadi agenda pertemuan,’’ ungkap sumber Gedung Putih.

BACA JUGA: Trump Kecam Media saat di Markas CIA

Politisi Partai Republik yang duduk di Kongres AS sebenarnya sudah tidak sabar mencabut Obamacare. Namun, mereka belum satu suara tentang program penggantinya. Padahal, Trump sudah menegaskan bahwa puluhan juta warga AS yang selama ini terlindungi Obamacare tidak boleh tanpa asuransi.

Kongres yang terdiri atas Senat dan House of Representatives boleh masih bingung soal Obamacare dan program penggantinya. Tetapi, mereka sudah satu suara soal pajak. Kemarin mereka menyatakan, di bawah komando Trump, AS akan mengurangi beban pajak korporasi hingga 20 persen. Kompensasinya, pajak barang-barang imporlah yang akan meningkat.

BACA JUGA: Trump Pidato, Obama Kernyitkan Dahi, Hujan pun Menetes

Selain membahas agenda pemerintahan, Trump masih harus memperjuangkan kabinetnya di mata Kongres. Sejauh ini baru dua menteri yang mendapatkan restu Kongres. Yakni, Menteri Pertahanan James Mattis dan Menteri Keamanan Dalam Negeri John R. Kelly. Dua menteri Trump itu sudah langsung menduduki jabatan masing-masing bersamaan dengan pelantikan presiden Jumat (20/1).

Seorang menteri yang lain dan seorang pejabat setingkat menteri masih menunggu konfirmasi meski sudah mendapatkan mayoritas dukungan. Keduanya adalah Rex Tillerson yang akan menjadi menteri luar negeri dan Mike Pompeo yang bakal memimpin CIA. Selain itu, masih ada 19 calon menteri dan calon pejabat setingkat menteri yang sedang menjalani uji kelayakan oleh Kongres.

Beberapa pakar politik AS menyoroti komposisi kabinet Trump yang seluruhnya adalah orang Republik. Apalagi, mereka yang ditempatkan di posisi esensial berhubungan dengan Rusia. Salah satunya adalah Michael Flynn yang menjabat penasihat keamanan dalam negeri. Kemarin mantan jenderal itu menjalani pemeriksaan intelijen tentang kedekatannya dengan para pejabat Kremlin.

Sayangnya, Wall Street Journal yang kali pertama memberitakan pemeriksaan Flynn tidak punya keterangan lebih lanjut tentang kasus tersebut. ’’Tidak ada informasi tentang hasil pemeriksaan atau status pemeriksaan tersebut. Apakah masih berlangsung atau tidak,’’ ujar media AS tersebut.

Flynn dikabarkan menerima sejumlah uang dari media Rusia, RT, untuk hadir dalam jamuan makan malam resmi di Kota Moskow tahun lalu. Saat itu dia duduk semeja dengan Presiden Vladimir Putin. Selain tudingan tersebut, Flynn disebut-sebut berkomunikasi intensif dengan Duta Besar Rusia untuk AS Sergey Kislyak menjelang dijatuhkannya sanksi kepada Moskow oleh Obama beberapa waktu lalu.

Tentang Flynn, Gedung Putih menjelaskan bahwa ajudan Trump itu hanya mengucapkan selamat Natal kepada Kislyak. Komunikasi dua pejabat pemerintah tersebut, menurut Sean Spicer, berada dalam level yang wajar. Namun, karena Trump memiliki hubungan mesra dengan Putin dan berjanji merekatkan kembali hubungan dua negara di bawah pemerintahannya, segala isu tentang Rusia pun selalu menjadi sorotan media.

Hingga kemarin, Trump tetap berselisih dengan media. Pemilik Trump Tower itu menganggap media sengaja berkonspirasi untuk menjatuhkan pemerintahannya. ’’Saya rasa, media berambisi menggulingkan presiden kami dan kami tidak akan duduk diam menyaksikan semua itu terjadi. Kami akan melawan sekuat tenaga,’’ tegas Kepala Staf Gedung Putih Reince Priebus kepada Fox News.

Trump yang menyebut media melakukan penipuan publik karena melaporkan jumlah massa pelantikan yang jauh lebih sedikit daripada estimasinya menyatakan perang terbuka dengan media. Bahkan, dia akan menuntut media-media yang dianggapnya berbohong secara hukum. ’’Media harus bertanggung jawab,’’ kata Trump sebagaimana disampaikan Spicer.

Kemarin, di tengah perseteruan Trump dan media, Kellyanne Conway muncul dengan kontroversi baru. Penasihat khusus pemerintah yang juga mantan komentator politik di media itu mengungkapkan bahwa Trump dan media selalu berselisih karena faktor fakta. Menurut dia, suami Melania Knauss tersebut hadir dengan fakta alternatif saat berbicara tentang massa pelantikan. Media hanya memberitakan fakta.

’’Fakta alternatif bukan fakta. Itu kebohongan,’’ tegas Chuck Todd kepada Conway dalam program NBC Meet the Press. Tetapi, perempuan 50 tahun tersebut malah menyebut Todd terlalu mendramatisasi kalimatnya. Frank Sesno, direktur jurusan media dan humas George Washington University, menegaskan bahwa kampusnya sama sekali tidak mengajarkan fakta alternatif kepada mahasiswanya.

Pemerintahan homogen Trump dan permusuhannya dengan media langsung memantik reaksi Wendy Schiller. Pakar ilmu politik sekaligus dosen pada Brown University itu menuturkan bahwa presiden ke-45 AS tersebut menyemai benih perpecahan lewat sikapnya. ’’Memecah belah negara bisa jadi resep manjur untuk memenangi pemilu. Tapi, itu jelas bukan resep bagi pemerintahan yang sukses,’’ paparnya.

Jeffrey Berry, pengamat dari Tufts University, menambahkan bahwa dominasi Republik di Kongres justru akan memperburuk keadaan. Sebab, Partai Demokrat yang jumlahnya minoritas menjadi suara yang tidak terdengar. Aspirasi politik oposisi pun tidak terwakili dengan baik. ’’Kongres AS saat ini bukanlah kekuatan penyeimbang. Mereka tidak berfungsi sebagai jembatan yang baik,’’ kritiknya. (afp/reuters/cnn/hep/c14/any/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kecupan Terakhir buat First Lady


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler