jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema bekerja sama dengan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (BPPSDMP Kementan) menggelar kegiatan bimbingan teknis (bimtek) kepada ratusan penyuluh pertanian dari Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) di Atambua pada Jumat (21/5/2021).
Kegiatan Bimtek bertujuan meningkatkan kapasitas dan daya saing para penyuluh sebagai ujung tombak kemajuan pertanian negara.
BACA JUGA: Perangi Stunting, Ansy Lema dan KKP Gelar Gemarikan di Kupang
“Bekerja sama dengan BPPSDMP Kementan, saya menggelar Bimtek untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing para penyuluh pertanian. Perihal peningkatan kapasitas sering diaspirasikan para penyuluh dalam reses ataupun melalui media sosial. Maka dalam berbagai rapat di Senayan, saya dan mayoritas Komisi IV DPR RI selalu mendesak Kementan untuk meningkatkan kapasitas penyuluh. Kegiatan Bimtek ini merupakan respons positif dari Kementan terhadap usulan kami,” ujar politikus muda PDI Perjuangan yang akrab dipanggil Ansy Lema di Jakarta, Jumat (21/5/2021).
Kegiatan Bimtek melibatkan para penyuluh dari Belu, Malaka, dan TTU bertempat di Hotel Nusantara II, Atambua.
BACA JUGA: Ansy Lema Laporkan Kinerja Satu Setengah Tahun Sebagai Anggota DPR RI
Kegiatan dibuka secara virtual oleh anggota Komisi IV DPR RI Ansy Lema dari Jakarta. Hadir langsung dalam pembukaan Bimtek Wakil Bupati Belu Aloysius Haneserens, Kepala UPT Lingkup BPPSDMP Ir Stepanus Bulu, MP, Kepala Dinas Kabupaten Belu, Geraldus Mbulu, SE, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Belu Sari Bere, dan dua staf Ansy Lema yakni Ludgerus Y Menge dan Yustinus Oswin M.
Setelah acara pembuka, kegiatan Bimtek dilanjutkan dengan menghadirkan pemateri dan praktisi pertanian.
BACA JUGA: Muhidin DPR RI: Pemulihan Ekonomi Nasional Sudah pada Jalur yang Tepat
Peningkatan Kapasitas Penyuluh
Menurut Ansy, jumlah tenaga penyuluh saat ini masih sangat terbatas. Data Kementan (2020) menunjukkan penyuluh di Indonesia sebanyak 40.835 orang.
Jumlah tenaga penyuluh sangat kurang untuk mendampingi 38,05 juta petani, 646.040 kelompok tani, 64.323 gabungan kelompok tani, dan 11.883 kelembagaan ekonomi petani (KEP).
Rasio pendampingan penyuluh terhadap petani adalah 1:932. Artinya satu orang penyuluh mendampingi 932 petani. Ironis, penyuluh sebagai ujung tombak pertanian RI masih sangat terbatas, akibatnya tidak dapat memberikan pendampingan maksimal kepada petani.
“Keterbatasan tenaga penyuluh semakin diperparah dengan rendahnya kapasitas dan daya saing untuk mendampingi para petani. Padahal tenaga penyuluh sangat dibutuhkan untuk membantu petani agar semakin kreatif, inspiratif, dan berdaya,” kata Ansy.
Ansy menjelaskan saat ini dunia bergerak cepat memasuki revolusi industri 4.0. Bidang pertanian dan peternakan juga harus segera bertranformasi, melakukan loncatan besar dengan meninggalkan pola pertanian tradisional menuju praktek budidaya pertanian dan agroindustri berkonsep “pertanian cerdas” (smart farming).
Hal ini membutuhkan kecepatan dan kreativitas, digitalisasi, bioteknologi, dan efektivitas proses dari para petani. Namun, mayoritas petani di Provinsi NTT masih bertani dengan pola tradisional, belum melek teknologi pra-pasca hingga pengolahan panen serta belum mampu beradaptasi dengan digitalisasi tata niaga pemasaran.
“Pada umumnya petani di NTT adalah petani tradisional, masih minim pengetahuan, miskin inovasi dan kreasi sehingga sangat membutuhkan pendampingan penyuluh. Maka, sangat diperlukan penguatan institusi penyuluh, peningkatan kapasitas penyuluh dan peningkatan kesejahteraan penyuluh. Atas dasar ini, kegiatan Bimtek dan berbagai kegiatan peningkatan kapasitas sangat urgen untuk dilakukan,” kata Ansy.
Bangun Pertanian di Perbatasan
Ansy menjelaskan alasan dirinya menggelar Bimtek kepada penyuluh di Belu, Malaka, TTU. Sejak berada di Komisi IV DPR RI, dirinya sudah memberikan perhatian besar kepada daerah perbatasan.
Belu, Malaka, TTU, dan Rote Ndao yang berada berbatasan langsung dengan Timor Leste dan Australia adalah titik terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena merupakan teras depan Indonesia, maka empat kabupaten tersebut harus memperoleh perhatian optimal dalam pembangunan nasional, termasuk dalam bidang pertanian.
“Namanya teras terdepan, tidak boleh kumuh, tidak boleh tertinggal, harus dibangun-ditata secara baik karena merupakan wajah negeri. Negara harus kerja serius untuk kesejahteraan masyarakat perbatasan. Salah satunya dengan memajukan pertanian. Itulah mengapa saya memperhatikan penyuluh, karena mereka adalah ujung tombak untuk membangun pertanian-peternakan di perbatasan,” ujar Ansy.
Ansy berharap kegiatan Bimtek dapat memotivasi para penyuluh untuk selalu bergerak, belajar, dan memperkaya pengetahuan-pengalaman agar memiliki kapasitas untuk membantu para petani agar berdaya saing di tengah revolusi industri 4.0.
Para penyuluh dan petani di NTT semakin berpikir agribisnis dan mampu meningkatkan diri dalam penyerapan teknologi untuk membentuk korporasi petani, bahkan Badan Usaha Milik Petani (BUMP).
“Diharapkan melalui pelatihan dan Bimtek, petani dan penyuluh mendapatkan pengetahuan tentang pemeliharaan, pemasaran, serta wirausaha yang meningkatkan yang menaikkan nilai tambah produk pertanian. Penyuluh pertanian adalah agen perubahan yang bisa mempengaruhi perilaku dan mindset para petani di NTT untuk mengelola pertanian berbasis teknologi, inovasi dan kreasi,” lanjutnya.
Ansy mengucapkan terima kasih kepada BPPSDMP Kementan, Wakil Bupati Belu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Prov NTT serta Dinas Pertanian Kabupaten Belu, Malaka, dan TTU yang memungkinkan kegiatan ini dapat terselenggara.
Dia juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rafael Leta Lewis (Dosen Fakultas Pertanian Undana) dan Gestianus Sino (Duta Petani Muda Indonesia) yang telah menjadi pemateri dalam kegiatan Bimtek tersebut.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich