jpnn.com, JAKARTA - Gelombang air laut tinggi yang terjadi di berbagai daerah Indonesia dan viral di media sosial merupakan fenomena alam biasa.
Masyarakat diminta tidak perlu waswas menghadapi fenomena alam tersebut.
BACA JUGA: Semua Takut jadi Sopir Ambulans COVID-19, Anggota TNI AL Sigap, Luar Biasa
Menurut Kepala Pusat Hidrologi dan Oceanografi TNI AL (Kapushodrosal), Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro, gelombang tinggi yang viral, adalah fenomena alam biasa.
Pemicunya adalah adanya siklon tropis di selatan Samudra Hindia, yaitu topan Ampha dan Topan Mangga, pada saat bersamaan kita spring tide di mana tunggang air naik tinggi sebagai fenomena pasang laut yang puncaknya pada 28 Mei lalu dan viral di media sosial.
BACA JUGA: 6 Fakta tentang Ruslan Buton si Pecatan TNI yang Minta Jokowi Mundur, Dia Mengaku
“Jadi saat pasang sedang tinggi karena purnama, dihembus oleh angin kencang topan di selatan Samudra Hindia dengan kecepatan 50 knot, yang bisa menyebabkan gelombang tinggi 5-7 meter,” ujar perwira tinggi AL bintang dua ini dalam siaran pers yang diterima JPNN, Sabtu (30/5).
Menurut data real time yang dimiliki Pus Hidrosal, saat kejadian di pesisir Benoa Bali dan Pantai Lembar Lombok, pasang naik saat itu berketinggian 1,5 meter di Benoa dan Pantai Lembar setinggi 1,2 meter.
BACA JUGA: Anas: Pernyataan-pernyataan Pemprov Jatim Seolah Meneror Warga Surabaya
Siklon tropis Topan Amphan di Samudra Hindia Barat Laut Bengkulu, dengan pergerakan dari perairan selatan semenanjung Kerala India, bergerak ke arah timur laut dan luruh di daratan Bangladesh.
Siklon tropis dengan kecepatan hingga 50 knot ini masih mempertahankan kekuatannya saat mencapai pantai barat Sumatera hingga 25-30 knot.
"Pada 20 Mei 2020 gelombang akibat Siklon ini menimbulkan tinggi gelombang hingga 7 meter dan di pantai barat Sumatera mencapai 5 meter," ujar pria kelahiran Tegal, Jateng, 8 Februari 1965, itu.
Sementara pada periode sama, Topan Mangga yang terbentuk pada area sebelah tenggara dari awal kemunculan topan Amphan atau di Barat Daya Bengkulu, siklon tropis ini bergerak ke arah Timur-Tenggara dan meluruh di daratan Australia.
Kecepatan angin yang ditimbulkan mencapai 30-40 knot serta membangkitkan gelombang laut 5 – 6 meter, di pesisir selatan Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara.
Laksamana Muda Harjo menjelaskan, siklon tropis yang belakangan lebih sering terjadi, karena pemanasan global (global warming) menyebabkan suhu muka air laut yang tidak merata.
Jika ada tekanan rendah, akan menjadi titik energi angin berkumpul dari kawasan bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah yang menyebabkan topan, karena kekuatan energi tidak sama, menyebabkan topan itu bergerak.
Harjo menegaskan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan fenomena alam ini.
Hanya, dalam situasi pasang tinggi, warga sekitar pantai hendaknya menjauhi pesisir.
Pasang tinggi ini di pantai utara Jawa sering disebut rob, seperti di pesisir Jabodetabek, pesisir Semarang, Jawa Tengah hingga ke Pantai Jepara. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad