DAMASKUS - Sesuai prediksi, gencatan senjata antara pasukan pemerintah dan kelompok oposisi di Syria tidak bertahan lama. Pada hari ketiga kemarin (14/4), pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad kembali menggempur sarang oposisi di Kota Homs, sekitar 162kilometer utara Damaskus. Seorang tewas dan beberapa lainnya dilaporkan terluka akibat serangan pertama pasca-gencatan senjata yang berlaku pada Kamis lalu (12/4) tersebut.
"Semalam, sebagian wilayah kota kuno Jouret al-Shiyah dan Al-Qaradis menjadi target serangan (tentara Assad). Saya mendengar sedikitnya delapan ledakan lewat tengah malam tadi," kata Karm Abu Rabea, aktivis oposisi yang tinggal di Homs, kemarin. Dia mengatakan bahwa pasukan pemerintah menembakkan sejumlah roket ke kota yang belakangan menjadi ajang bentrok dua kubu tersebut.
Dari wilayah lain, Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) melaporkan bahwa serangan pada Jumat malam (13/4) sampai dini hari kemarin melukai beberapa warga. Seorang penduduk Homs dilaporkan tewas.
Walid al-Fares, aktivis lain, menyatakan bahwa pasukan pemerintah tidak hanya menembakkan roket. "Mereka juga melepaskan tembakan secara membabi-buta," ujarnya.
Sebenarnya, gencatan senjata itu sudah menunjukkan tanda-tanda tidak bertahan sejak Jumat lalu. Tepatnya, saat massa oposisi menggelar unjuk rasa secara besar-besaran seusai salat Jumat. Aksi unjuk rasa damai oposisi tersebut menuai reaksi keras dari pasukan pemerintah. Sedikitnya, enam orang tewas saat bentrok dalam rangkaian unjuk rasa di Kota Hama. Sebagian besar di antaranya adalah aktivis oposisi.
Jumat siang lalu, Assad memang menyiagakan sejumlah besar pasukannya di kota-kota besar Syria. Langkah itu justru diklaim sebagai antisipasi atas upaya membuyarkan gencatan senjata.
Terkait tewasnya enam orang di Hama, kantor berita milik pemerintah SANA melaporkan bahwa mereka adalah korban serangan kelompok teroris bersenjata. "Jumat lalu, kelompok teroris bersenjata membunuh enam orang di Hama. Termasuk, Mayor Musa al-Yusuf," terang kantor berita tersebut. Yusuf dilaporkan terbunuh saat kelompok teroris bersenjata memberondongkan peluru ke arah mobil yang dia kendarai. Saat itu, Yusuf sedang dalam perjalanan menuju pos militer.
Di Kota Jassim, pasukan Assad menembaki kelompok aktivis oposisi yang berunjuk rasa pada Jumat malam lalu. Sedikitnya, 20 orang terluka akibat tembakan militer Syria. Di beberapa kota lainnya, para aktivis juga melaporkan pecahnya baku tembak antara pasukan pemerintah dan kelompok oposisi.
Bersamaan dengan itu, sekelompok penembak miterius menembak mati ulama Sayyed Nasser al-Elwi di Sayeda Zeinab, pinggiran Damaskus. "Para saksi mata mengaku melihat beberapa anggota sekte Syiah yang pro-rezim dalam kejadian itu," terang Mohammed Suleiman Khalil, aktivis di ibu kota.
Kemarin SANA juga merilis berita serangkaian ledakan di Hama. Sebuah bom meledak di bundaran kota yang terjadi bersamaan dengan adanya laporan serangan dinamit atas patroli militer. Di Aleppo dan Damaskus, serangkaian bom meledak dan menewaskan sedikitnya seorang tentara. Rezim Assad kembali menyalahkan kelompok teroris bersenjata atas serangan-serangan tersebut.
Sayangnya, seperti rangkaian kejadian yang lain, dua laporan berbeda versi itu tak bisa ditelusuri kebenarannya. Sebab, rezim Assad tak memberikan izin peliputan kepada media, kecuali SANA yang menjadi kepanjangan tangan pemerintah. Damaskus juga melarang seluruh jurnalis dan pekerja media asing menyingkir dari lokasi-lokasi bentrok atas alasan keselamatan.
Sementara itu, Dewan Keamanan (DK) PBB membahas rencana pengiriman tim pengawas perdamaian untuk memantau gencatan senjata di Syria. Kemarin negara-negara anggota DK berkumpul di markas PBB di New York, AS. Pemungutan suara dijadwalkan pada pukul 11.00 waktu setempat (tadi malam WIB).
Sejauh ini, belum jelas apakah Rusia akan mendukung rencana pengiriman tim pengawas perdamaian ke Syria. Sebab, untuk dapat menempatkan sekitar 30 pengawas ke negara yang terletak di tepi Laut Mediterania itu, PBB harus mendapatkan izin dari rezim Assad. Tanpa izin, tim pengawas perdamaian yang seluruhnya merupakan pejabat militer tersebut tidak akan bisa mengakses zona konflik. (AP/AFP/RTR/BBC/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebakaran Tewaskan Anak Sendiri, Warga New York Diadili
Redaktur : Tim Redaksi