Genggaman Sang Istri Lepas saat Digulung Tsunami Selat Sunda

Senin, 24 Desember 2018 – 13:53 WIB
Widiono, korban tsunami Selat Sunda. Foto: Raka Deny/Jawa Pos

jpnn.com, BANTEN - Widiono bersama istri dan keempat anaknya digulung gelombang tsunami Selat Sunda, saat berusaha menjauh dari pantai di Carita. Widiono selamat, tapi tidak dengan istrinya.

Juneka Subaihul Mufid, Pandeglang

BACA JUGA: Aa Jimmy dan Istri Dimakamkan Berdampingan

Hampir sekujur tubuh Widiono terluka seperti bekas sayatan. Wajahnya, dua tangannya, kakinya, juga perutnya. Perban putih yang dibebatkan pada kepalanya pun dipenuhi bercak darah yang mulai mengering.

Begitu pula kaki kirinya yang juga diperban. Plastik kresek putih dibebatkan ke kaki itu agar tak terkena air. ”Mungkin kaki saya patah,” ujar Widiono.

BACA JUGA: Pertamina Pasok 27 Ribu Tabung Elpiji 3kg di Pandeglang

Dia adalah salah seorang korban yang berhasil lolos dari maut akibat tsunami yang menerjang Pantai Carita, Pandeglang, Banten, Sabtu malam (22/12). Namun, tidak demikian sang istri, Ilham Suhartini.

Ilham menjadi salah seorang korban meninggal dunia bencana yang juga menghembalang Serang dan Lampung Selatan itu. Padahal, Widiono sudah berupaya menyelamatkan belahan jiwanya tersebut saat tiba-tiba datang ombak besar.

BACA JUGA: Tsunami Banten, Kiai Ma’ruf: Mereka Sedih, Saya Ikut Sedih

Itu ombak pertama sebelum ombak berikutnya yang menggulung Widiono, istri, dan empat anak mereka. Yakni Willy Erwan Mikrad, 19; Noni Ersa Mikrad, 18; Hawidya Nur Kholifah, 13; dan Jagad Setyo Abadi, 12.

Mereka berada di Carita untuk mengikuti family gathering bersama sejumlah kawan Widiono semasa SMP. Total ada sekitar 130 orang yang turut serta di acara tersebut. ”Ma, ayuk (ayo) kabur yuk, Ma. Cabut,” kata Widiono kepada istrinya setelah ombak tinggi pertama datang.

Mereka sempat menjauh dari pantai. Meninggalkan halaman penginapan tempat family gathering. ”Tidak ada yang menyangka bakal ada tsunami. Semalam itu justru menurut saya cuacanya bagus. Bulan bagus, enggak ada angin, hujan pun tak ada,” jelas Widiono.

Lalu datanglah ombak kedua yang lebih besar. Tingginya sekitar dua meter. Ombak itulah yang menggulung Widiono bersama keluarga. Dia sudah tidak tahu apa yang terjadi dalam ombak yang hanya berlangsung tiga menit tersebut. Istrinya lepas dari genggamannya. ”Saat itu saya hanya bisa berdoa. Ya Allah, berilah kami kekuatan. Itu posisi kaki kejepit kayu mungkin,” ungkap dia.

Saat aliran ombak kembali ke laut, Widiono tahu empat anaknya selamat. Posisi mereka tak jauh dari tempatnya tergeletak. Yang tidak diketahui adalah nasib istrinya. ”Saya bisa lolos, bisa naik ambil udara, bisa napas. Kalau telat lima menit mungkin ya sudah,” katanya. 

Di Pantai Carita, dengan bantuan warga, Widiono dibawa warga dengan diboncengkan motor menuju tempat yang lebih tinggi. Anak-anaknya, sepengetahuan dia, diselamatkan warga lain ke lokasi yang berbeda.

Oleh salah seorang warga, Widiono diberi baju ganti. Kaus polo hitam dan sarung warna cokelat. Dalam kondisi lemah, dia pun akhirnya menginap di rumah warga tersebut. Kepalanya terasa pusing sekali karena kehilangan banyak darah. Kepala bagian belakangnya berdarah.

Kemarin pagi, sekitar pukul 05.00, Widiono dibawa ke Puskesmas Carita untuk mendapatkan perawatan. Sekitar pukul 13.00 dia melihat banyak jenazah yang sudah diletakkan di halaman puskesmas itu.

Di sanalah dia bertemu kembali dengan sang istri. Yang sudah dibungkus kantong jenazah. ”Itu di kantong nomor 34,” katanya dengan suara pelan. (jek/alt/c9/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudahlah Jangan Lempar Tanggung Jawab, Itu Tsunami


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler