Genjot Digitalisasi Homestay demi Rebut Pasar Global

Kamis, 20 April 2017 – 14:34 WIB
Menpar Arief Yahya. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Spirit Indonesia Incorporation yang digeber Menpar Arief Yahya terus menggelinding bak bola salju.

Semangat kerja bareng untuk tujuan yang sama itu kini direspons positif oleh Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dakhiri.

BACA JUGA: Diaspora Keturunan Jawa Reuni di Jogja, Luar Biasaaaa

Dia mengatakan telah menyiapkan balai latihan kerja (BLK) di bawah kementeriannya maupun pemerintah daerah. Targetnya untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil di sektor pariwisata.

Sektor yang ke depan semakin menjadi primadona setelah Presiden Joko Widodo memastikan core economy bangsa ini ada pariwisata!

BACA JUGA: Jadi Destinasi Wisata Cross Border, Bumi Porodisa Mulai Bersolek

"Sejumlah BLK baik di bawah Kemenaker maupun pemerintah daerah, ini kami dorong masuk ke sektor hospitality, terutama daerah perbatasan atau crosborder area. Di luar itu kami juga bantu penyiapan instruktur," ujar Hanif saat ditemui di kompleks Istana Negara, Selasa (18/4).

Sebagai contoh di Raja Ampat, Papua Barat, Kemenaker telah mengirim instruktur bahasa Inggris untuk melatih masyarakat pemandu wisata di sana karena sudah banyak wisatawan manca negara yang datang.

BACA JUGA: Ingin Kalahkan Malaysia, Kemenpar All Out Garap Pariwisata di Perbatasan

Di sisi lain, Hanif juga memuji pengembangan fasilitas pariwisata di pedesaan dengan membangun homestay.

Hal itu, kata dia, akan membantu penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

"Dari segi tenaga kerja, saya bisa katakan sektor pariwisata cukup kompetitif, karena kita di sektor hospitality itu persiapannya sudah baik dan siap bersaing," tutur Hanif.

Dia meyakini sektor ini bisa men-drive ekonomi bangsa, menaikkan devisa, mendongkrak PDB, dan yang sesuai dengan tupoksinya: meng-create tenaga kerja.

Namun, pihaknya memberikan saran agar pembangunan homestay di berbagai daerah dilakukan berdasarkan standar tertentu.

"Perlu standar. Misalnya ada homestay melati, homestay bintang satu, bintang lima, sehingga dari segi services, fasilitas penginapan, ada sandar yang bisa menjadi pilihan wisatawan," jelasnya.

Menpar Arief Yahya sependapat dengan usulan Menaker Hanif Dakhiri itu. Sejak tahun 2016 lalu, Kemenpar sudah membuat sayembara desain arsitekturalnya, dan masing-masing daerah (baca: 10 destinasi prioritas) sudah ketemu bentuk local wisdom-nya.

"Dari bentuknya pun distandarkan, dan harus menggunakan kearifan lokal," jelas Arief.

Soal standar layanan, Kemenpar sudah menurunkan tim dari Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata untuk mengajarkan hospitality.

Soal kebersihan, kenyamanan, breakfast, soal atraksi masyarakat yang bisa memperkuat destinasi, soal budaya dan tradisi, sampai manajemen promosi via online.

Secara bertahap, homestay itu sudah didigitalisasi. Mereka diberikan template website yang sudah dilengkapi commerce, sekalian diinstal booking system dan payment engine.

"Targetnya mereka bisa punya akses ke global market, ke pasar dunia, dan terbuka untuk look, book, pay dalam satu platform, melalui ITX, Indonesia Tourism Xchange," jelas Arief.

Bahkan, Arief juga sudah meminta tim teknis untuk mengajarkan masyarakat dengan laporan keuangan berstandar akubtansi yang baku.

Cukup bisa buat laporan laba rugi, cashflow dan neraca, agar makin maju dan standar dunia.

"Inilah implementasi dari pemerataan di pariwisata," kata Arief Yahya. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenpar Goda Malaysia dengan Sales Mission


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler