Gerakan Boikot Jangan Dimanfaatkan untuk Persaingan Bisnis

Sabtu, 16 November 2024 – 06:24 WIB
Aksi boikot perusahaan yang terafiliasi dengan Israel. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Bahtsul Masa’il Se-Jawa Madura Abbas Fahim menyatakan dalam hukum Islam, aksi boikot diperbolehkan sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan.

Dia menekankan bahwa harus ada legitimasi syariat yang kuat untuk menjalankannya.

BACA JUGA: Aksi Solidaritas Palestina, Mahasiswa Serukan Boikot Produk Terafiliasi Israel

"Para ulama menyepakati bahwa boikot diperbolehkan jika memenuhi dua syarat: pertama, harus ada bukti keterkaitan produk dengan pihak yang melakukan kezaliman; kedua, boikot tidak boleh menyebabkan dampak negatif besar seperti PHK massal tanpa solusi," jelas Abbas dikutip, Sabtu (16/11).

Sejalan dengan forum Bahtsul Masa'il, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa nomor 14/Ijtima’ Ulama/VIII/2024 tentang Prioritas Penggunaan Produk dalam Negeri. Fatwa ini diharapkan dapat membangkitkan ekonomi nasional, sekaligus menghentikan produk-produk yang terafiliasi maupun diimpor langsung dari Israel.

BACA JUGA: Cegah Salah Sasaran, Gerakan Boikot Harus Disertai Legitimasi Syariat yang Kuat

Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) dilakukan dengan menyasar produk-produk yang diduga terafiliasi dengan Israel. Hal ini bertujuan agar melemahkan ekonomi negara zionis sehingga menghentikan agresi militer ke Palestina.

Meski demikian, bukan berarti pelaksanaan BDS berjalan lurus. Dosen FEBI IIQ An Nur Yogyakarta, Edo Segara Gustanto mengungkapkan bahwa dalam perjalanannya, gerakan tersebut justru dimanfaatkan oknum tertentu.

Oknum tersebut menunggangi gerakan positif ini demi kepentingan pribadi guna memenangi persaingan usaha.

Erdo menjelaskan, penunggangan bisa saja dilakukan menggunakan lembaga-lembaga tertentu untuk memunculkan informasi-informasi yang kurang tepat atau tidak sesuai fakta.

"Menarik untuk ditelisik, apakah fatwa ini memang dorongan murni agar produk-produk lokal bisa tumbuh, atau ada 'dorongan' lain?" kata Edo.

Di luar dorongan untuk mendukung produk lokal, ada spekulasi di masyarakat mengenai kemungkinan adanya pesan lain di balik fatwa tersebut.

Edo mengungkapkan kalau beberapa pihak menilai bahwa seruan boikot tersebut mungkin juga mengandung 'pesan' terselubung terkait dengan sikap politik atau respons terhadap isu-isu tertentu.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Budi Agus Riswandi meminta aksi boikot terhadap produk-produk Israel yang dilegitimasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak dimanfaatkan pihak tertentu untuk tujuan persaingan bisnis.

"Tujuan boikot ke persaingan bisnis itu ada. Karenanya, harus diluruskan ke publik bahwa tindakan boikot yang selama ini dilegitimasi oleh MUI itu bukan dalam konteks persaingan bisnis tetapi komitmen terhadap kemanusiaan," kata Budi.

Dia menduga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mengambil keuntungan dengan memanfaatkan aksi kemanusiaan ini untuk tujuan persaingan usaha.

Budi mencontohkan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) yang mengeluarkan nama-nama produk diduga terafiliasi Israel.

Padahal dalam fatwa MUI sama sekali tidak pernah mengidentifikasi terkait nama-nama produk yang terafiliasi dengan Israel. Budi mengatakan, MUI maupun pemerintah hingga kini tidak gegabah menyebutkan nama-nama produk itu karena dikhawatirkan aksi itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu.

Menurutnya, YKMI perlu memberikan informasi yang benar kepada masyarakat ketika mengeluarkan nama-nama produk yang diduga terafiliasi Israel itu. Dia berharap, informasi yang disebarkan YKMI tidak cenderung memprovokasi agar tujuan boikot bergeser dari memperjuangkan kemanusiaan menjadi isu persaingan bisnis.

"Tidak hanya list tetapi dalam konteks apa mereka menerbitkan produk-produk yang harus diboikot itu. Misalnya memang terbukti secara sah dan meyakinkan, valid, akurat, bahwa produk A itu punya afiliasi dengan Israel dan menyokong tindakan-tindakan Israel," kata Budi.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler