jpnn.com - JAKARTA – Sejak awal, pasangan suami istri Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen berkomitmen untuk mengeksplorasi alam Indonesia melalui karya mereka. Hal itu terus mereka lakukan sejak 2006 hingga sekarang melalui rumah produksi Alenia Pictures. Mulai Papua, Jawa, sampai NTB sudah mereka potret dalam film. Kali ini Ale dan Nia akan menuju ke Kalimantan untuk film terbarunya.
Ditemui di FX Lifestyle X’nter, Kamis (5/9), mereka sedikit membocorkan proyek terbarunya tersebut. ’’Judulnya Rumah Merah Putih. Kali ini lokasinya di Kalimantan,’’ kata Nia. Namun, persiapannya sejauh ini belum banyak. Mereka berdua baru menyurvei lokasi. Seperti yang sudah menjadi ciri khas karya Alenia, lokasi menjadi faktor penting dalam filmnya.
BACA JUGA: Ayu Dewi Berharap Dinaikin Kuda
Selain sebagai pendukung cerita, pemilihan lokasi menjadi ajang untuk mempromosikan alam Indonesia. Mengenai Rumah Merah Putih, ceritanya diangkat dari kisah nyata. Kurang lebih menceritakan kondisi masyarakat dan anak-anak di perbatasan Kalimantan. ’’Besok Minggu kami berdua berangkat survei yang kedua. Biar lebih mantap lagi persiapannya,’’ kata Nia.
Rencana mereka, syuting dilakukan November hingga Desember. ’’Untuk jadwal tayang, liburan anak-anak tahun depan ya,’’ sambungnya.
BACA JUGA: Fitri Karlina Ikut Sedih soal Zaskia Gotik
Ada banyak hal yang akan diangkat dari Rumah Merah Putih. Selain alam, mereka akan mengangkat cerita suku Dayak. Penulis naskahnya adalah anak asli Kalimantan bernama Jeremias.
Ketika ditanya kenapa lebih suka mengeksplorasi daerah luar Jawa untuk film, mereka menjawab bahwa Indonesia tidak hanya Jakarta. Indonesia tidak hanya Jawa. ’’Nonton film Indonesia yang syutingnya di Jakarta atau di Jawa, itu sudah biasa,’’ kata Ale. Mereka ingin anak-anak, yang selama ini menjadi concern Ale dan Nia, bisa mengenal negaranya. Mengenal bangsanya sendiri.
BACA JUGA: Zaskia Batalkan Pertunangan, Vicky Pasrah
’’Kami cuma bisa melakukan itu melalui film. Karena itu bidang kami,’’ tegasnya. Melalui media tersebut, mereka bisa mengenalkan apa itu nasionalisme, apa itu pendidikan. Menurut mereka, film adalah media yang tepat tanpa harus menggurui. Karena itu, setiap kali melakukan produksi film, mereka selalu melibatkan pemain dan kru lokal.
Misalnya, cerita mereka ketika membuat film pertama Denias Senandung di Atas Awan di Papua. Ale dan Nia merekrut tenaga setempat untuk bagian lighting. Kala itu, mereka memang harus mengajari. Tapi, kini anak tersebut sudah mahir. ’’Bahkan, kalau ada teman-teman bikin film di sana, dia selalu diminta jadi kru. Karena sudah pintar dia sekarang. Itu kan bermanfaat juga buat mereka,’’ tutur Nia. (jan/c6/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Vicky: Zaskia Adalah Kekasih Terakhir Saya
Redaktur : Tim Redaksi