Giring

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Rabu, 22 September 2021 – 13:24 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat berada di lobi gedung KPK, Jakarta. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Tidak banyak yang mengenal Giring Ganesha sebagai calon presiden Indonesia.

Namun, mungkin cukup banyak yang mengenal Giring sebagai vokalis grup band pop Nidji, terutama dari kalangan anak-anak muda dan milenial.

BACA JUGA: Bro Giring: Jangan Sampai Indonesia Jatuh ke Tangan Anies Baswedan

Beberapa waktu yang lalu foto Giring muncul di beberapa sudut kota dalam baliho-baliho besar.

Giring tidak sedang menjajakan album baru, tetapi menjajakan diri sebagai calon presiden 2024. Tidak ada hujan tidak ada angin, Giring tiba-tiba mencuri start dengan mempromosikan diri sebagai calon presiden 2024.

BACA JUGA: Ungkap Alasan Maju Jadi Calon Presiden, Giring Sebut Nama Jokowi

Dalam baliho itu Giring memakai pakaian putih dengan peci hitam dan badge bendera merah putih. Giring diperkenalkan sebagai pelaksana tugas (plt) ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan calon presiden RI 2024.

Mungkin publik malah jadi bingung, dari mana Giring bisa mencalonkan diri sendiri menjadi presiden, padahal partainya tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold), dan tidak punya satu kursi pun di DPR RI.

BACA JUGA: Usai Diperiksa KPK, Anies Baswedan: Alhamdulillah

Rupanya Giring mau mengetes angin, mengecek ombak, atau sekadar iseng-iseng berhadiah. Dia ingin mengukur reaksi publik terhadap pencalonannya itu.

Ternyata publik tidak bereaksi sama sekali, adem ayem saja. Buktinya? Nama Giring tidak pernah terbaca oleh survei apa pun. Mungkin popularitas dan elektabilitasnya sebagai capres masih nol, atau paling banter, nol koma.

Baliho itu kemudian hilang dengan sendirinya. Ketika ramai-ramai muncul parade baliho Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Agus Harimurti Yudhoyono di berbagai kota, baliho Giring tidak tampak sebiji pun. Mungkin dia sudah tahu diri dan sadar namanya tidak layak dan tidak laku jual.

Nama Giring tenggelam, nyaris tidak terdengar, hilang di tengah berbagai isu yang lalu lalang bergelombang. Dan, tiba-tiba beberapa hari terakhir ini namanya muncul lagi dan menjadi viral.

Kali ini dia muncul dengan pernyataan politik sensasional yang menuduh Anies Baswedan, gubernur DKI, sebagai pembohong.

Giring dengan nada horor mengatakan jangan sampai Indonesia jatuh ke tangan Anies Baswedan. Maksudnya, jangan sampai Anies menang dalam pilpres 2024. Karena itu, segala cara harus dilakukan untuk menghentikan Anies. Begitu tafsir pernyataan Giring.

Dia menuding Anies sebagai pemimpin palsu yang pura-pura peduli rakyat, padahal sebenarnya tidak punya kepedulian kepada rakyat, dan lebih peduli kepada ambisi politiknya.

Giring menyoroti politik anggaran Anies di DKI Jakarta. Salah satu yang dikecamnya dengan keras adalah anggaran untuk pembiayaan balapan mobil Formula E. yang rencana bakal digelar di Jakarta, Juni 2022.

Kalau sudah berbicara mengenai Anies, PSI seperti sedang melakukan ‘’political crusade’’. Beberapa waktu yang lalu PSI berkoalisi dengan PDIP menggalang interpelasi terhadap Anies. Namun, partai-partai lain menolak bergabung sehingga gagasan itu kempes di tengah jalan.

Kali ini Giring pribadi yang melakukan serangan langsung terhadap Anies. Giring tidak menyebut-nyebut dirinya sebagai capres 2024. Ia secara tidak langsung malah mempromosikan Anies sebagai capres 2024, meskipun Anies sendiri tidak pernah membuat pernyataan atau memasang baliho seperti yang dilakukan Giring.

Giring seolah menyejajarkan dirinya sebagai pesaing Anies pada kontestasi pilpres 2024. Dia cukup bermodal pede (percaya diri) saja, tanpa modal kapabilitas dan intelektualitas. Anies, seperti biasanya, tidak pernah mengomentari berbagai serangan terhadap dirinya.

Justru beberapa petinggi partai besar lain yang membela Anies, dan menyerang balik Giring. Partai Gerindra, Nasdem, PKS, PAN, menganggap serangan Giring itu salah alamat.

Anies selalu punya cara khas dalam menghadapi serangan-serangan semacam itu. Sudah tidak terhitung berapa banyak serangan besar terhadap Anies yang bisa diatasinya dengan baik.

Ungkapan ‘’Tidak terbang karena dipuja, tidak tumbang karena dicerca’’, menjadi trade mark dan brand Anies dalam menghadapi berbagai serangan dan pujian.

Skala serangan Giring ini bisa dianggap kecil dibanding serangan-serangan lain yang dihadapi Anies. Skala kualitas pribadi Giring juga kalah jauh dibanding Anies.

Membandingkan Anies dan Giring untuk kontestasi pilpres 2024, sama saja dengan membandingkan langit dan dasar sumur.

Dalam bahasa pesantren disebut ‘’bayna as-samaa’ wal-sumur sat’’, antara langit dan sumur ‘’sat’’ yang tidak ada airnya.

Anies sudah teruji sebagai rektor, sebagai menteri, dan sebagai gubernur. Giring hanya terbukti sebagai penyanyi pop. Pengalaman organisasi dan kepemimpinan Giring masih belum terdengar dan harus banyak dibuktikan kepada publik.

Serangan Giring terhadap Anies ini makin mengukuhkan posisi PSI, bersama PDIP, sebagai partai spesialis pengadang Anies.

Berbagai serangan beruntun dan bergelombang ini menunjukkan adanya fenomena ketakutan terhadap kemunculan Anies pada kontestasi pilpres 2024.

Ketakutan ini sudah menjadi semacam Aniesphobia. Para politisi sudah banyak yang terjangkit fobia terhadap Anies. Sosok Anies dianggap sebagai ganjalan serius bagi kekuatan-kekuatan yang ingin mempertahankan dan melanggengkan status quo.

Aniesphobia menjadi fobia politik nasional yang meluas. Anies seolah menjadi hantu yang paling menakutkan bagi lawan-lawan politiknya.

Anies bekerja tekun dan fokus. Penanganan pandemi di DKI termasuk salah satu yang terbaik di Indonesia, kalau tidak mau menyebut yang terbaik di Indonesia.

Di tengah situasi pandemi, Anies tetap melakukan kerja secara terukur. Istilah kerja terukur ini sekarang menjadi diksi politik yang melekat kepada Anies.

Anies secara terukur bekerja menyelesaikan pembangunan fisik beberapa proyek besar. Di bidang olahraga Anies sedang mengebut pembangunan stadion sepak bola bertaraf internasional.

Anies ingin menjadikan Jakarta sebagai kota dengan standar internasional dengan fasilitas berstandar internasional pula.

Dalam konteks inilah pelaksanaan balapan Formula E harus dilihat. Balapan formula E memang belum segemerlap F1. Namun, balapan Formula E, yang memakai mobil balap listrik, adalah balapan masa depan yang sekarang sudah mulai tumbuh besar dan menjadi pesaing serius F1.

Seiring dengan kesadaran masyarakat yang makin tinggi terhadap lingkungan, maka penggunaan mobil listrik yang ramah lingkungan akan makin mendapat dukungan luas. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap balapan Formula E yang menjadi bagian dari industri sportainment yang ramah lingkungan.

Negara tetangga sebelah, seperti Singapura dan Malaysia, sudah menjadi tuan rumah balapan otomotif internasional. Singapura menjadi tuan rumah seri balapan Formula One. Singapura membuat terobosan dengan memperkenalkan balapan malam hari di tengah kota.

Malaysia dengan sirkuit Sepang juga sudah menjadi ikon internasional untuk ajang balapan serial MotoGP.

Indonesia masih ketinggalan dibanding dua negara tetangga. Karena itu, pelaksanaan Formula E di Jakarta akan menjadi terobosan untuk menyejajarkan Indonesia dengan negara-negara lain.

Pelaksanaan Formula E akan menjadi ajang sportourism yang efektif untuk mendongkrak kedatangan wisatawan internasional ke Indonesia.

Betapa banyak gagasan dan terobosan cemerlang yang akhirnya mati.

Sayang sekali kalau gagasan-gagasan besar ini mati karena ada politisi yang takut akan bayangannya sendiri, takut terhadap Anies, sampai terjangkit Aniesphobia akut. (*)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur : Adek
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler