jpnn.com, YOGYAKARTA - Gusti Kanjeng Ratu Hemas membuka 7th ASEAN Traditional Textile Symposium atau 7th ATTS 2019 di Ballroom Kasultanan Ambarrukmo Hotel, Selasa (5/11).
Pembukaan acara yang diiniasi oleh yayasan Traditional Textile Arts Society of South East Asia (TTASSEA) ini ditandai dengan pemukulan alat musik tradisional bernama kenong.
GKR Hemas mendapat kesempatan pertama memukul kenong, diikuti Presiden TTASSEA Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati Paku Alam.
BACA JUGA: Nikmatnya Welcome Dinner 7th ATTS 2019 di Kepatihan Yogyakarta
“Merangkul perubahan, menghormati tradisi, kita tidak boleh lupa bahwa tekstil tradisional adalah jantung dari budaya Asia Tenggara, karena mereka adalah perwujudan fisik dari kepercayaan, tradisi, estetika dan kemampuan artistik setiap masyarakat" kata GKR Hemas dalam sambutannya.
Istri Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X ini menambahkan, Asia Tenggara merupakan bagian integral dari keberlangsungan tradisi. Hal inilah yang menjadi pertimbangan utama untuk merangkul perubahan fisik teksil sebagai hasil dari transformasi.
Simposium Tekstil Traditional ASEAN tahun 2019 merupakan gelaran yang ke-7. Pertama kali digelar di Gedung Sekretariat ASEAN Jakarta 6 Desember 2005. Ajang berkumpulnya pencinta kain tradisional dari seluruh dunia ini sebagai upaya untuk menjawab tantangan ekonomi bangsa.
Menurunnya produksi tekstil tradisional buatan tangan dan meningkatnya produksi tekstil murah bermutu rendah menjadi perhatian serius para pencinta kain tradisional dunia.
Foto: Asep Wahyudin/Genpi.co
"Saya penginnya kain-kain tradisional di Indonesia khususnya di Yogyakarta bisa berkembang dengan baik. Memang tantangannya banyak sekali dengan kain tekstil motif batik diproduksi oleh pabrik, ini benar-benar tantangan. Namun, kalau punya rasa cinta kepada Yogyakarta monggo-lah memakai batik yang batik, bukan tekstil," kata G.K.B.R.A.A. Paku Alam.
Hadir juga dalam pembukaan Simposium TTASSEA ini delegasi dari sepuluh negara anggota ASEAN. (tik/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tika Biantoro