"Koalisi parpol pendukung pemerintah digambarkan sebagai sedang mengalami keretakan, dan presiden pun didorong-dorong untuk melakukan reshuffle kabinet," katanya, Minggu (15/4).
"Bahkan ada yang berharap PKS (Partai Keadilan Sejahtera) mundur dari koalisi dengan sukarela," tambah Bambang.
Ia menilai, situasi ini terbentuk karena Presiden SBY sendiri tidak bisa menutup-nutupi kegelisahannya akan masa depan koalisi parpol pendukung pemerintahanya. Kegelisahan presiden setidaknya terbaca dari tiga faktor. Pertama, gelombang tekanan dari orang-orang kepercayaan presiden terhadap PKS. Kedua, upaya memerluas keanggotaan koalisi dengan mengajak Partai Hanura dan Partai Gerindra. Dan ketiga, esensi dari Pidato SBY di hadapan pengurus Partai Demokrat (PD) pasca Paripurna BBM di DPR.
"Situasi seperti sekarang patut dikhawatirkan karena bisa mengganggu kinerja pemerintah," katanya.
Menurutnya, konsentrasi pemerintah akan terganggu, terutama para menteri yang merasa partainya terus dipojokan.
Situasinya, jelas dia, lebih menggambarkan amarah dan dendam, semata-mata karena ada anggota koalisi yang menolak bersepakat dengan pemerintah tentang perubahan harga BBM bersubsidi.
"Padahal, kalau dilihat dengan mata hati yang jernih, pilihan tidak bersepakat dengan pemerintah itu justru lebih banyak mendatangkan manfaat, termasuk bagi pemerintah sendiri," ujarnya.
Kalau semua anggota koalisi asal-asalan bersepakat, dia memertanyakan, siapa yang bisa menjamin stabilitas nasional bisa tetap terjaga seperti sekarang ini? Siapa pun tidak suka melihat massa pendemo berhadap-hadapan dengan polisi, saling dorong dan saling menciderai. "Bagaimana pun, menugaskan prajurit TNI menghalau massa pendemo bukanlah pemandangan yg bagus," kecamnya. Dia menegaskan, presiden tidak perlu gelisah, karena kegelisahan justru lebih sering menghadirkan persoalan baru.
"Presiden pun perlu mengendalikan orang-orang kepercayaannya agar tidak terus menerus melampiaskan marah dan dendam terhadap sesama anggota koalisi yang bersikap kritis terhadap pemerintah," ujarnya.
Sekarang waktunya berperilaku cerdas. "Sikap kritis yang konstruktif mestinya diapresiasi," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kolaps Jika Suplai Distop
Redaktur : Tim Redaksi