jpnn.com - Gong Xi Fat Chai, jika diterjemahkan secara harfiah berarti "Semoga kekayaan Anda melimpah." Ucapan untuk tahun baru China ini sering dikira mempunyai arti ‘’selamat tahun baru’’. Banyak orang mengucapkannya, meskipun tidak paham artinya.
Perayaan Imlek adalah pesta untuk menyambut datangnya musim semi. Karena mayoritas penduduk Tiongkok ketika itu menggantungkan hidupnya pada pertanian, maka para petani selalu gembira ketika tiba musim semi setelah mengalami musim dingin yang dianggap sebagai ‘’kematian’’ karena tidak bisa melakukan apa-apa.
BACA JUGA: Potret Perayaan Imlek Warga Bangka
Gong Xi Fat Chai menjadi ucapan yang lazim disampaikan oleh para petani yang saling mendoakan supaya kekayaan dari hasil pertanian berlimpah. Para petani kembali mempersiapkan tanah, bibit dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian untuk mulai lagi bercocok tanam.
Karena itu, perayaan Imlek dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki selama setahun ini dan berharap kemakmuran akan datang pada tahun depan.
BACA JUGA: Gong Xi Fat Chai, Ini ada Peringatan dari BMKG, Tetap Waspada ya!
Di Indonesia situasinya berbeda, karena perayaan Imlek yang jatuh pada Januari atau Februari ditandai dengan curah hujan yang lebat sehingga bukan menjadi waktu yang tepat untuk bercocok tanam.
Kepercayaan tradisional China meyakini pergantian tahun adalah hal yang patut disyukuri. Karena itu, mitosnya apabila hujan lebat di malam menjelang Imlek berarti ada harapan rezeki yang bakal turun deras di tahun baru.
BACA JUGA: Gong Xi Fat Chai, Gus Yaqut Sampaikan Tahniah dan Pesan Khusus untuk Warga Tionghoa
Hujan lebat dalam kepercayaan Feng Shui diyakini membawa rezeki, karena Dewi Kwan Im dipercaya turun membawa kembang Meihua yang menjadi perlambang rezeki dan kemakmuran.
Tahun ini hujan Imlek tidak turun, tetapi malah banjir bandang di mana-mana disertai hujan deras dan angin kencang. Gunung meletus di beberapa tempat membawa korban harta dan nyawa.
Alih-alih hujan angpao yang terjadi adalah hujan bencana dan hujan varian Omicron yang puncaknya diperkirakan terjadi pada Februari ini.
Di China pandemi Covid-19 yang muncul dua tahun yang lalu sudah bisa dikendalikan. Meski begitu pemerintah China sekarang tetap cemas karena perayaan Imlek dikhawatirkan akan menjadi klaster penularan baru, karena pergerakan manusia selama libur panjang seminggu penuh bisa ratusan juta orang.
Imlek kali ini diawasi ketat, tidak ada pesta-pesta, tidak ngopi-ngopi, dan tidak ada piknik.
Aturan dan sanksi ketat dan keras khas otoritarianisme China ini terbukti menjadi jurus yang manjur untuk menyelesaikan pagebluk Covid-19 ini. Seperti bunyi syair lagu dangdut, “kau yang memulai, kau yang mengakhiri”, China yang memulai pandemi dan China yang bisa mengakhiri.
Ketika kasus pertama bermunculan di Wuhan dan korban mulai berjatuhan, pemerintah China langsung menerapkan lockdown superkeras.
Wilayah Wuhan dengan penduduk sebelas juta manusia ditutup total menjadi penjara atau kamp tahanan terbesar di era milineal. Semua orang tidak boleh keluar rumah dan menjadi tahanan di rumah sendiri. Semua kebutuhan hidup makan dan minum disuplai oleh negara.
Siapa berani melanggar peraturan langsung ditangkap dan dipenjara, dan malah langsung didor.
Kamp konsentrasi besar di Wuhan lebih mengerikan dibanding kamp konsentrasi yang pernah terjadi selama era modern termasuk kamp konsentrasi ala Nazi. Kematian yang terjadi di kamp Nazi disebabkan oleh ulah kekejaman manusia yang dikontrol sendiri oleh manusia penguasa rezim.
Korban kematian di kamp konsentrasi Wuhan tidak bisa dikendalikan oleh manusia karena disebabkan oleh virus dan potensi korbannya bisa menghilangkan nyawa ratusan juta orang.
Penanganan dengan gaya kamp konsentrasi seperti ini hanya bisa dilakukan oleh rezim China. Di masa Hitler manusia penghuni kamp konsentrasi menjadi korban eksperimen mengerikan berbagai obat kimia yang mematikan.
Di kamp konsentrasi Wuhan jutaan manusia menjadi objek eksperimen paksa vaksinasi dengan vaksin berbahaya yang tidak dikelola sesuai standar vaksinasi dunia. Jika gagal risikonya bisa sangat mengerikan karena bisa menyebabkan kematian jutaan orang.
Eksperimen dan perjudian besar China berhasil dan wabah pandemi bisa diselesaikan dengan mangkus. Ketika seluruh dunia sampai sekarang masih dicekam kengerian, China sudah bisa mengendalikan keadaan, tetapi tetap waspada.
Ekspor China menyerbu seluruh dunia, termasuk ekspor pandemik corona. Sama dengan produk lain dari China yang dicurigai dan dibenci di banyak belahan dunia, ekspor corona ini juga dianggap sebagai ekspor made in China yang sengaja diciptakan di laboratorium rahasia di Wuhan untuk menjadi senjata kimia rahasia.
Tuduhan ini santer dilontarkan oleh musuh-musuh China terutama Amerika, Eropa, dan Australia. Selama ini mereka sudah megap-megap kena serbuan produk-produk China. Sekarang mereka malah jadi makin sulit bernapas karena serbuan Corona dari China.
Tuduhan itu tidak bisa dibuktikan secara objektif ilmiah dan hanya sekadar menjadi tuduhan berdasarkan teori konspirasi. Namun, tudingan ke arah China tidak pernah kendor.
Bukan orang China kalau tidak bisa dapat untung dari kondisi kesulitan dan kesusahan. Di tengah penjarahan dan kerusuhan rasial di Amerika, orang-orang China menunggu di pojok jalan untuk menadahi barang jarahan.
Di tengah darurat pandemi China menangguk untung dengan mengekspor vaksin dan memakai ilmu tukang tadah dengan membeli produk-produk impor dengan harga murah.
Hasilnya, China sudah mulai bisa membenahi ekonominya yang pelan-pelan sudah memulai recovery, dan Amerika-Eropa ekonominya masih megap-megap.
Produk-produk China menyerbu ke seluruh pelosok dunia. Di sebuah negara kecil di Afrika pun produk-produk China menguasai pasar. Mulai dari alat-alat elektronik sampai ke mainan anak-anak dan berbagai suvenir, semua dikuasai produk China.
Produk lokal tidak mampu menyaingi produk China yang memproduksi dengan cepat dan efisien.
Di dunia yang serbacepat seperti sekarang, China menjadi raja. Ungkapan Inggris mengatakan ‘’God created the world, and the rest is made in China’’. Tuhan menciptakan dunia, tetapi isinya semua buatan China.
Ancaman pandemi di Amerika, Eropa, dan banyak negara di dunia masih membuat ngeri. Diakui atau tidak, cara China merupakan cara paling jos untuk menyelesaikan krisis pandemi.
Lockdown total ala kamp konsentrasi raksasa lalu kemudian vaksinasi masal dan paksa. Tidak sampai setahun semua beres.
Penanganan pandemi di negara-negara “so called” demokrasi maju ala Amerika-Eropa dan negara-negara ”so called” demokrasi tanggung ala Indonesia terbukti tidak mangkus dan sangkil.
Kebijakan megalomania ala Trump di Amerika dan gaya Boris Johnson di Inggris terbukti gatot alias gagal total. Apalagi gaya kebijakan Indonesia yang ala poco-poco, maju-mundur geser kiri kanan, dan masih bingung antara pilih pendekatan ekonomi atau pendekatan kesehatan.
Otoritarianisme dan komunisme China bukan pilihan bagi para pejuang demokrasi. Namun, dalam hal penanganan pandemi mau tidak mau siapa pun harus mengakui kehebatan China.
Karena itu semua harus siap menerima kepemimpinan Global China sebagai superpower tunggal atau superpower pasangan ganda bersama Amerika-Eropa.
Pengaruh politik, ekonomi, dan budaya China tak terbendung ke seluruh dunia, termasuk budaya Imlek yang sekarang sudah menjadi budaya global.
Gong Xi Fat Chai! (*)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror