Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf diundang pemerintah Jepang untuk belajar mengatasi bencana pekan lalu. Bagaimana pemerintah Jepang mengubah potensi banjir dan pencemaran lingkungan menjadi berkah? Berikut laporan Arif Afandi, Dirut Wira Jatim Group dan mantan wartawan Jawa Pos, yang ikut dalam rombongan tersebut.
----------------------------
TOKYO yang dikenal sebagai kota dengan biaya hidup paling mahal di dunia ternyata beberapa kali dilanda banjir bandang. Sejak 1958, pusat pemerintahan sekaligus pusat komersial di Negeri Matahari Terbit itu sudah 14 kali kebanjiran. Yang terakhir terjadi pada 2005. Lebih dari 125 hektare wilayah Tokyo terendam. Sekitar 3.595 rumah jadi korban.
Tapi, sudah hampir sewindu ini banjir tak datang lagi. Kok bisa? Pemerintah Tokyo menemukan solusinya. Mereka membuat gorong-gorong raksasa di bawah tanah metropolitan itu. Cara yang hampir sama kini digagas Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) untuk membebaskan Jakarta dari banjir tahunan.
Pemerintah Tokyo merencanakan bangunan itu sejak 1985 dan baru tuntas pengerjaannya pada 2008 atau 23 tahun. Sejak saat itu, salah satu kota tersibuk di dunia tersebut tidak pernah lagi dilanda banjir.
Saya bersama rombongan Gus Ipul "sapaan Wagub Syaifullah Yusuf" berkesempatan mengunjungi pusat pengendali banjir Tokyo itu. Bahkan, kami masuk ke gorong-gorong raksasa tersebut. Mereka menyebut bangunan bawah tanah itu sebagai waduk pengendali bawah tanah (Regulating Reservoir Tunnel)
Sungai Kanda. Bangunannya berada di kedalaman 53 meter di bawah permukaan tanah. Tepatnya di bawah jalan lingkar tujuh Kota Tokyo. Kalau dari permukaan air laut, gorong-gorong itu berada delapan meter di bawahnya.
Panjang gorong-gorong tersebut mencapai 4,5 km. Tahap pertama sepanjang 2 km selesai pada 1999. Fungsinya sebagai fasilitas untuk menampung luapan Sungai Kanda. Tahap kedua sepanjang 2,5 km selesai pada 2008 untuk mengatasi luapan Sungai Zenpukuji.
Kota Tokyo memang dibelah dua sungai besar tersebut. Kedua fasilitas pengendali bawah tanah itu kini sudah saling terhubung. Seperti halnya Kali Surabaya yang mempunyai cabang Kali Mas, Sungai Zenpukuji juga bercabang di hilir dengan Kali Myoshoji. Jadi, ada tiga kali yang melintasi Kota Tokyo. Setiap akhir Maret hingga awal April sungai-sungai itu menjadi lebih indah karena tepiannya dihiasi bunga sakura yang bermekaran.
"Gorong-gor ong bawah tanah ini untuk menampung air ketika musim hujan. Ketika pas tidak musim hujan, air tersebut dipompa untuk dialirkan ke sungai kembali," kata Yasushi Anoe, direktur III Kantor Konstruksi Pemerintah Metropolitan Tokyo, yang mengantar rombongan dan menjelaskan cara kerja gorong-gorong raksasa penampung air Sungai Kanda.
Ada tiga titik pengendali arus air dan satu menara ventilasi di lorong panjang itu. Masing-masing titik diawasi tak lebih dari sepuluh petugas. Pusat pengendali itu terdiri atas tiga bangunan. Salah satunya pusat kontrol untuk menyelamatkan jutaan warga Tokyo dari luapan air bah yang datang setiap musim hujan tiba.
Di ruang seluas 25 meter persegi itu terdapat satu set peralatan yang serbaotomatis dan elektrik. Juga enam layar TV berukuran besar yang terhubung CCTV di dalam gorong-gorong, pintu penyedot air, dan titik-titik rawan banjir. Lewat mesin pengontrol tersebut bisa dilihat derasnya arus air, posisi pintu air, dan ruang pompa raksasa. Semua sistem sudah sangat mekanik dan serbakomputer.
Untuk masuk ke gorong-gorong bawah tanah itu bisa menggunakan lift berisi enam orang. Namun, lift itu hanya sampai di pusat pompa air. Untuk masuk ke gorong-gorongnya, orang harus turun lagi dengan tangga sedalam meter. Itu pun belum sampai ke gorong-gorong utama yang dijadikan penampung luapan air. Untuk menuju ke gorong-gorong utama orang harus berjalan sekitar 200 meter.
Di dalam gorong-gorong kecil yang menuju ke gorong-gorong besar terlihat corat-coretan mural karya murid-murid SD. Tampaknya, meski berada di dalam perut bumi, instalasi itu menarik perhatian anak-anak sekolah untuk mengunjunginya.
Walaupun menjadi penampung air sungai di perkotaan, tidak ada sampah yang mengotori gorong-gorong. "Wah, kalau gorong-gorongnya bersih dan sebesar ini, untuk konser musik pun bisa," celetuk Gus Ipul.
Menurut Yasushi Anoe, untuk kepentingan kunjungan rombongan Pemprov Jatim itu, pihaknya perlu mengosongkan gorong-gorong utama dari air tampungan sungai. "Untuk kunjungan ini, kami menutup semua pintu air dan mengalirkannya ke sungai kembali. Jadi, Bapak-Bapak tidak perlu takut," jelas Yasushi lantas tersenyum.
Sistem ventilasi udara yang baik membuat suasana di dalam gorong-gorong juga nyaman. Tidak panas seperti masuk gua. Orang juga tidak perlu takut sesak napas karena oksigen yang masuk ke gorong-gorong sangat cukup. Apalagi, diameter gorong-gorong itu mencapai 12,5 meter. Tidak seperti gorong-gorong tinggalan Belanda di bawah Embong Malang, Surabaya, yang hanya berdiameter 2,5 meter.
Berdasar perhitungan pemerintah Metropolitan Tokyo, gorong-gorong raksasa bawah tanah ini bisa menyelamatkan potensi kerugian akibat banjir hingga 100 miliar yen (sekitar Rp 10 triliun). Angka itu diperoleh berdasar kerugian yang diderita rakyat dan pemerintah saat banjir pada 2005.
"Dengan proyek ini, kami bisa menyelamatkan potensi kerugian akibat banjir hingga ratusan miliar yen dan membuat warga Tokyo aman dari banjir," terang Yasushi.
Bangunan bawah tanah tersebut mampu menampung 540 ribu m3 setiap musim hujan. Dengan kemampuan tersebut, Kota Tokyo terbebas dari banjir.
Karena itu, bila Gubernur DKI Jokowi ingin merealisasikan proyek "Deep Tunnel" untuk mengatasi banjir Jakarta, itu bukan mimpi. Apalagi, pengerjaannya di bawah tanah (jalan) sehingga tidak sampai mengganggu lalu lintas di Jakarta. (*/c2/ari)
----------------------------
TOKYO yang dikenal sebagai kota dengan biaya hidup paling mahal di dunia ternyata beberapa kali dilanda banjir bandang. Sejak 1958, pusat pemerintahan sekaligus pusat komersial di Negeri Matahari Terbit itu sudah 14 kali kebanjiran. Yang terakhir terjadi pada 2005. Lebih dari 125 hektare wilayah Tokyo terendam. Sekitar 3.595 rumah jadi korban.
Tapi, sudah hampir sewindu ini banjir tak datang lagi. Kok bisa? Pemerintah Tokyo menemukan solusinya. Mereka membuat gorong-gorong raksasa di bawah tanah metropolitan itu. Cara yang hampir sama kini digagas Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) untuk membebaskan Jakarta dari banjir tahunan.
Pemerintah Tokyo merencanakan bangunan itu sejak 1985 dan baru tuntas pengerjaannya pada 2008 atau 23 tahun. Sejak saat itu, salah satu kota tersibuk di dunia tersebut tidak pernah lagi dilanda banjir.
Saya bersama rombongan Gus Ipul "sapaan Wagub Syaifullah Yusuf" berkesempatan mengunjungi pusat pengendali banjir Tokyo itu. Bahkan, kami masuk ke gorong-gorong raksasa tersebut. Mereka menyebut bangunan bawah tanah itu sebagai waduk pengendali bawah tanah (Regulating Reservoir Tunnel)
Sungai Kanda. Bangunannya berada di kedalaman 53 meter di bawah permukaan tanah. Tepatnya di bawah jalan lingkar tujuh Kota Tokyo. Kalau dari permukaan air laut, gorong-gorong itu berada delapan meter di bawahnya.
Panjang gorong-gorong tersebut mencapai 4,5 km. Tahap pertama sepanjang 2 km selesai pada 1999. Fungsinya sebagai fasilitas untuk menampung luapan Sungai Kanda. Tahap kedua sepanjang 2,5 km selesai pada 2008 untuk mengatasi luapan Sungai Zenpukuji.
Kota Tokyo memang dibelah dua sungai besar tersebut. Kedua fasilitas pengendali bawah tanah itu kini sudah saling terhubung. Seperti halnya Kali Surabaya yang mempunyai cabang Kali Mas, Sungai Zenpukuji juga bercabang di hilir dengan Kali Myoshoji. Jadi, ada tiga kali yang melintasi Kota Tokyo. Setiap akhir Maret hingga awal April sungai-sungai itu menjadi lebih indah karena tepiannya dihiasi bunga sakura yang bermekaran.
"Gorong-gor ong bawah tanah ini untuk menampung air ketika musim hujan. Ketika pas tidak musim hujan, air tersebut dipompa untuk dialirkan ke sungai kembali," kata Yasushi Anoe, direktur III Kantor Konstruksi Pemerintah Metropolitan Tokyo, yang mengantar rombongan dan menjelaskan cara kerja gorong-gorong raksasa penampung air Sungai Kanda.
Ada tiga titik pengendali arus air dan satu menara ventilasi di lorong panjang itu. Masing-masing titik diawasi tak lebih dari sepuluh petugas. Pusat pengendali itu terdiri atas tiga bangunan. Salah satunya pusat kontrol untuk menyelamatkan jutaan warga Tokyo dari luapan air bah yang datang setiap musim hujan tiba.
Di ruang seluas 25 meter persegi itu terdapat satu set peralatan yang serbaotomatis dan elektrik. Juga enam layar TV berukuran besar yang terhubung CCTV di dalam gorong-gorong, pintu penyedot air, dan titik-titik rawan banjir. Lewat mesin pengontrol tersebut bisa dilihat derasnya arus air, posisi pintu air, dan ruang pompa raksasa. Semua sistem sudah sangat mekanik dan serbakomputer.
Untuk masuk ke gorong-gorong bawah tanah itu bisa menggunakan lift berisi enam orang. Namun, lift itu hanya sampai di pusat pompa air. Untuk masuk ke gorong-gorongnya, orang harus turun lagi dengan tangga sedalam meter. Itu pun belum sampai ke gorong-gorong utama yang dijadikan penampung luapan air. Untuk menuju ke gorong-gorong utama orang harus berjalan sekitar 200 meter.
Di dalam gorong-gorong kecil yang menuju ke gorong-gorong besar terlihat corat-coretan mural karya murid-murid SD. Tampaknya, meski berada di dalam perut bumi, instalasi itu menarik perhatian anak-anak sekolah untuk mengunjunginya.
Walaupun menjadi penampung air sungai di perkotaan, tidak ada sampah yang mengotori gorong-gorong. "Wah, kalau gorong-gorongnya bersih dan sebesar ini, untuk konser musik pun bisa," celetuk Gus Ipul.
Menurut Yasushi Anoe, untuk kepentingan kunjungan rombongan Pemprov Jatim itu, pihaknya perlu mengosongkan gorong-gorong utama dari air tampungan sungai. "Untuk kunjungan ini, kami menutup semua pintu air dan mengalirkannya ke sungai kembali. Jadi, Bapak-Bapak tidak perlu takut," jelas Yasushi lantas tersenyum.
Sistem ventilasi udara yang baik membuat suasana di dalam gorong-gorong juga nyaman. Tidak panas seperti masuk gua. Orang juga tidak perlu takut sesak napas karena oksigen yang masuk ke gorong-gorong sangat cukup. Apalagi, diameter gorong-gorong itu mencapai 12,5 meter. Tidak seperti gorong-gorong tinggalan Belanda di bawah Embong Malang, Surabaya, yang hanya berdiameter 2,5 meter.
Berdasar perhitungan pemerintah Metropolitan Tokyo, gorong-gorong raksasa bawah tanah ini bisa menyelamatkan potensi kerugian akibat banjir hingga 100 miliar yen (sekitar Rp 10 triliun). Angka itu diperoleh berdasar kerugian yang diderita rakyat dan pemerintah saat banjir pada 2005.
"Dengan proyek ini, kami bisa menyelamatkan potensi kerugian akibat banjir hingga ratusan miliar yen dan membuat warga Tokyo aman dari banjir," terang Yasushi.
Bangunan bawah tanah tersebut mampu menampung 540 ribu m3 setiap musim hujan. Dengan kemampuan tersebut, Kota Tokyo terbebas dari banjir.
Karena itu, bila Gubernur DKI Jokowi ingin merealisasikan proyek "Deep Tunnel" untuk mengatasi banjir Jakarta, itu bukan mimpi. Apalagi, pengerjaannya di bawah tanah (jalan) sehingga tidak sampai mengganggu lalu lintas di Jakarta. (*/c2/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Baju Paskah untuk Anak-anak Belum Kubeli
Redaktur : Tim Redaksi