jpnn.com - Tebaklah: di antara 27.000 aplikasi digital di lingkungan pemerintah sekarang ini, yang mana yang paling rumit untuk disatukan?
Tebakan saya: yang di lingkungan kepolisian.
BACA JUGA: Tetangga B
Soal layanan surat izin mengemudi rasanya mudah. Tinggal rela atau tidak rela. Mungkin tidak sampai harus meminjam wibawa LBP.
Namun, soal pengaduan hukum masyarakat? Rasanya inilah yang paling rumit.
BACA JUGA: GovTech Anas
Selama ini orang bisa mengadukan orang lewat kantor polisi level apa saja: polsek, polres, polrestabes, polda, bahkan langsung ke markas besar (mabes) kepolisian.
Tidak ada pengaturan, misalnya, perkara jenis apa yang pengaduannya harus lewat kantor polisi terendah: polsek.
BACA JUGA: Tetangga N
Lalu jenis apa yang bisa ke polres. apalagi yang langsung ke polda. Dan baru yang seperti apa yang boleh ke mabes.
Anda Sudah Tahu: selama ini perkara seringan apa pun bisa langsung ke polda atau mabes.
Misalnya, soal pencemaran nama baik. Padahal, di polda dan mabes itu pejabatnya berpangkat tinggi semua. Bagaimana harus menangani perkara begitu sepele.
Anda pun sudah tahu: mengapa pengaduan seringan pencemaran nama baik langsung ke level polda atau mabes. Ini soal koneksi.
Saya pun membayangkan: kalau sistem GovTech sudah berlaku tunggal, kelak, mungkin pengaduan langsung ke polres, polrestabes, polda, dan mabes akan hilang.
Alamat pengaduan tinggal satu: polisi. Polisi level apa yang menanganinya ditentukan oleh sistem.
Salah satu yang juga sulit adalah: bagaimana agar perkara yang semestinya perdata diadukan secara pidana.
Tentu boleh saja seseorang mengadukan perkara yang seharusnya perdata ke sisi pidananya.
Polisi akan menentukan perkara tersebut pidana atau perdata. Kalau pidana polisi akan langsung menangani. Apabila perdata, polisi menolak turun tangan –dan mengumumkannya di aplikasi GovTech.
Kalau MenPAN-RB di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) bisa menyelesaikan itu, rasanya sejarah baru telah dibuat.
Begitu banyak perubahan yang akan terjadi di tubuh polisi kita. Mungkin itulah saatnya polsek akan benar-benar menjadi yang terdepan dalam pelayanan hukum masyarakat.
Yang sekarang sudah mulai berhasil adalah di bidang perizinan pertunjukan," ujar Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas.
Itu pun masih sebatas di lima lokasi pertunjukan. Semua masih di Jakarta.
Di lima lokasi itu EO sudah bisa mengurus izin secara digital.
Namun, itu baru di lima lokasi. Padahal, se-Indonesia, ribuan izin pertunjukan diperlukan. Tanpa standar yang baku. Tanpa kepastian waktu pengurusan.
Kesimpulan Anas, tanpa digitalisasi tidak akan bisa menurunkan indeks korupsi dan meningkatkan indeks pembangunan. Apalagi indeks penegakan hukum dan kemudahan usaha.
Lihatlah negara-negara yang tertinggi dalam indeks pelaksanaan digitalisasi di pemerintahan mereka. Indeks korupsinya terbaik. Pembangunannya terbaik. penegakan hukumnya paling lurus. Dan indeks kemudahan berusahanya terbaik.
Tiga-tiganya diborong oleh Denmark. Di bawahnya sedikit ada Finlandia. Di bawahnya lagi Korea Selatan.
Untuk penegakan hukum dan kemudahan berusaha, ada nama Singapura dan Selandia Baru.
Rasanya menyatukan 27.000 aplikasi untuk pelayanan masyarakat ini tidak kalah berat dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Kita memang sudah merdeka sejak 1945 –atau 1949– tetapi baru akan benar-benar merdeka di saat GovTech berhasil. Kelak. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Extra Fast
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi