JAKARTA - Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Nusron Wahid menyesalkan terjadi pembatalasan diskusi buku karya Irshad Manji berjudul "Allah, Liberty dan Love" di kampus UGM Jogyakarta, Rabu (9/5) karena adanya tekanan dan demonstrasi dari sekelompok orang. Semestinya, menurut Nusron, diskusi ilmiah di kampus tidak boleh dihalangi.
"Jumat, 4 Mei lalu di Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, juga dilakukan diskusi yang sama. Tak terjadi apa-apa kok. Tapi ketika akan digelar di Kampus UGM, kenapa tidak terlaksana?," kata Nusron Wahid, kepada JPNN, Rabu (9/5).
Padahal, lanjut Nusron, secara kelembagaan Universitas Gajah Mada (UGM) itu dari dulu dikenal sebagai kampus pencerahan dan kebebasan berpikir serta tempat untuk mendesiminasi gagasan secara ilmiah, lepas soal benar atau salah. Sesuai atau tidak sesuai.
Terkait dengan gagasan Irshan Manji dalam bukunya itu yang sarat feminisme, lanjutnya, kalangan GP Anshor sendiri banyak yang menolaknya. "Tapi sikap menolak sebuah gagasan akan terjebak dengan prilaku fasisme ketika ruang diskusi untuk membicarakannya ditutup. Apalagi itu terjadi di kampus. Kalau dilakukan atas nama agama itu namanya fasisme religius dan GP Anshor tidak akan terjebak dengan fasisme apapun bentuknya," tegas politisi partai Golkar itu.
Dijelaskannya, Negara Indonesia, adalah negara yang mengagungkan kebebasan berpikir dan menghargai pemikiran. "Dulu Soekarno berbeda dengan Tan Malaka dan Sutan Syahrir. Tapi, tidak pernah melarang diskusi tentang pemikiran Soekarno atau Lenin sekalipun. Pelarang diskusi buku Irsyad Manji ini bagi saya sama saja menerapkan cara-cara yang primitif di sebuah bangsa yang beradab," kata Nusron.
Menolak diskusi sebuah karya ilmiah, apa lagi di tempat ilmiah, merupakan sebuah kekhawatiran yang berlebihan. "Bagaimana negara akan maju, kalau sebuah diskusi dibatalkan hanya karena kita tidak setuju denga isi pendapat atau pemikiran orang. Kalau tidak setuju, ya tidak usah ikut, atau tidak usah gabung diskusi. Tapi jangan melarang orang untuk berdiskusi," ujarnya.
Kejadian ini merupakan preseden buruk bagi dunia kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. Suatu saat pengajian NU atau Muhammadiyah pun kalau isinya tidak setuju pun akan didemo dan bisa dilarang.
"Masak setiap forum harus sama dengan pendapat semua orang. Kalau begitu, dimana letak Bhineka Tunggal Ika–nya," tanya Nusron. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Inspektur Kepegawaian Awasi Promosi Jabatan PNS
Redaktur : Tim Redaksi