JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Lukman Hakim Saifuddin mengatakan keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi terhadap terpidana narkoba, warga negara Australia, Schapelle Leigh Corby jangan hanya dilihat dari sisi yuridis formal.
"Kalau pendekatannya yuridis formal, semua orang tahu bahwa grasi itu hak prerogatif Presiden SBY yang dijamin oleh konstitusi kita," kata Lukman Hakim Saifuddin, di gedung MPR, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (28/5).
Tapi masalahnya bukan sekedar itu. Menurut politisi PPP itu jauh sebelum grasi itu dikeluarkan bukankah negara sudah mewacanakan tidak akan memberi ampun terhadap narapidana yang terkait dengan tiga hal yakni korupsi, terorisme dan narkoba karena tiga narapidana kategori hal itu sangat besar destruktifnya.
"Schapelle Leigh Corby adalah terpidana narkoba dengan vonis hukuman 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar, Bali pada 27 Mei 2005 lalu," tegas Lukman Hakim Saifuddin.
Jadi kata Lukman, naif sekali tiba-tiba dimunculkan alasan kemanusiaan untuk mengeluarkan grasi kepada Corby yang kini mendekam di Lapas Kelas II A Kerobokan, Denpasar, Bali itu.
Hal yang kontradiktif inilah yang kini dipersoalkan oleh sebagian anggota DPR, karena ada dua sikap negara yang bertolak belakang dengan komitmennya memerangi korupsi, terorisme dan narkoba, imbuh Lukman Hakim Saifuddin. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BPK Rekomendasikan Ubah Model Perjalanan Dinas PNS
Redaktur : Tim Redaksi