jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah terus mendukung proyek-proyek hijau yang berkontribusi pada program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta Sustainable Development Goals (SDGs) salah satunya Green Sukuk sebagai instrumen pendanaan atas proyek-proyek tersebut.
Direktur Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Dwi Irianti menjelaskan Green Sukuk diterbitkan sebagai instrumen investasi untuk mendanai proyek-proyek yang bermanfaat bagi lingkungan.
BACA JUGA: Pertamina Terapkan Green Shipping, Trubus: Ini Langkah Maju
Surat berharga syariah itu digunakan, terutama untuk pembiayaan infrastruktur bagi pembangunan berkelanjutan.
"Indonesia menerbitkan Green Sukuk sejak 2018 dan menjadi yang pertama di dunia. Sukuk Negara ini dapat dimanfaatkan untuk membangun perekonomian bangsa dan menciptakan kesejahteraan masyarakat," katanya.
BACA JUGA: Green Sukuk Ritel ST008 BRI Moncer, Berhasil Lampaui Target Penjualan
Dwi Irianti menjelaskan Green Sukuk hanya akan mendanai proyek dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Bisa dikatakan ini menjadi salah satu bentuk inovasi pendanaan yang ramah lingkungan.
"Green sukuk juga harus disalurkan dananya pada proyek yang sesuai dengan green framework yang disusun oleh pemerintah," terangnya.
Di Indonesia ada lima sektor yang dibiayai melalui Green Sukuk, di antaranya transportasi berkelanjutan, energi terbarukan, pengelolaan limbah untuk energi dan lainnya, pertanian berkelanjutan, dan ketahanan terhadap perubahan iklim untuk daerah yang sangat rentan terhadap fenomena tersebut.
Dwi mencontohkan beberapa proyek hijau yang dibiayai dari hasil penerbitan Green Sukuk, antara lain proyek pengolahan sampah Piyungan di Yogyakarta, proyek panel surya di Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan, Proyek Perlindungan Pantai Taluda, Bone Bolango, Gorontalo, dan Proyek Light Rail Transit, Palembang, Sumatera Selatan.
Menurut Dwi, sejak 2018, pemerintah telah berhasil menerbitkan Green Sukuk di pasar global dengan total mencapai USD 6 miliar.
Lalu di pasar domestik, pemerintah juga telah menerbitkan Green Sukuk ritel pertama di dunia pada bulan November 2019 dan dijual secara online kepada investor individu, dengan total penerbitan sampai dengan 2023 mencapai Rp 25,2 triliun.
"Di samping itu, pemerintah juga menerbitkan Green Sukuk melalui lelang dengan seri PBSG001 sejak 2022 dengan total sampai dengan saat ini mencapai Rp20,4 triliun," lanjut Dwi Irianti.
Meski begitu, menurut Dwi Irianti, masih banyak tantangan dari penerbitan pembiayaan tematik seperti Green Sukuk ini.
Salah satunya adalah minimnya kesadaran masyarakat akan produk keuangan baru dan inovatif seperti ini.
"Untuk itu, penerbitkan green sukuk ini membutuhkan framework atau kerangka kerja yang jelas. Juga perlu koordinasi yang kuat antar kementerian dan lembaga, dan insentif yang kompetitif agar semakin banyak masyarakat yang tertarik," jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya kini terus mendorong adanya edukasi kepada masyarakat tentang instrumen pendanaan hijau ini.
Terutama untuk memberi pemahaman bahwa Green Sukuk sebagai alat yang efektif dalam mendorong investasi yang berkelanjutan dan membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
"Harapannya masyarakat dapat ikut berkontribusi melawan perubahan iklim. Masyarakat mempunyai rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama terhadap lingkungan dan proyek-proyek hijau,"pungkas Dwi Irianti.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul