jpnn.com - JAKARTA - Tim advokasi Penyelamat Mahkamah Konstitusi secara resmi mendaftarkan gugatan tata usaha negara atas surat Keputusan Presiden (Keppres) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang pengangkatan Patrialis Akbar menjadi Hakim Konstitusi. Gugatan diajukan karena Keppres pengangkatan Patrialis dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut salah seorang kuasa hukum penggugat, Bahrain, Keppres pengangkatan Patrialis sebagai hakim MK telah menyalahi pasal 15, 19 dan 20 UU MK. Sebab, pengangkatan dilakukan tidak secara transparan.
BACA JUGA: SBY Sambut PM Solomon di IStana Bogor
"Dalam pasal-pasal tersebut dinyatakan bahwa proses pencalonan hakim MK harus dilakukan secara terbuka. Bahkan dalam ayat penjelasan dikatakan nama-nama calon harus dipublikasikan terlebih dahulu lewat media massa," ujar Bahrain gedung PTUN Jakarta, Senin (12/8).
Dituturkannya, syarat transparansi itu ternyata tidak dipenuhi. Indikasinya terlihat tidak ada satu media massa pun yang memuat nama-nama calon sebelum pengangkatan dilakukan.
BACA JUGA: Pengurus Partai Lain Ikut Konvensi Harus Nonaktif
Bahrain yang juga Direktur Advokasi YLBHI ini menegaskan, masyarakat baru mengetahui adanya pengangkatan Patrialis sebagai hakim konstitusi beberapa hari setelah terbitnya Keppres Nomor 87 tahun 2013, tertanggal 22 Juli 2013. "Ini jelas bertentangan dengan undang-undang sehingga menimbulkan kerugian langsung bagi masyarakat Indonesia secara luas, termasuk di dalamnya para penggugat. Karena tidak mendapatkan akses untuk mengetahui dan berpartisipasi atas pemilihan calon hakim konstitusi," ujarnya.
Karena itulah tim advokasi secara resmi mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Senin (12/8), sekitar Pukul 14.45 WIB. Pendaftaran gugatan yang diterima panitera PTUN Jakarta, Wahidin itu diregistrasi dengan nomor 139/G/2013/PTUN-JKT.
BACA JUGA: Malam Ini, SBY Serahkan 11 Nama ke Komite Konvensi
Di tempat yang sama, kuasa hukum penggugat lainnya yang juga berasal dari YLBHI, Julius Ibrani, menilai pengangkatan Patrialis yang terkesan dilakukan sembunyi-sembunyi mengakibatkan timbulnya kecurigaan dari masyarakat. "Jadi jangan salahkan publik memunyai prasangka buruk ada barter dibalik pengangkatan Patrialis menjadi Hakim Konstitusi," ujarnya.
Untuk itu ia berharap Ketua PTUN Jakarta dapat membatalkan Keppres dimaksud. Harapan ini pula yang menjadi kerinduan para penggugat yang terdiri dari YLBHI, Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Public Interest Lawyer Networks (Pilent).
"Objek sengketa (Keppres) yang dikeluarkan tergugat (Presiden) tidak memenuhi azas-azas umum pemerintahan yang baik, karena melanggar azas kepastian hukum, azas kepentingan umum, azas akuntabilitas dan azas keterbukaan. Sehingga objek sengketa harus dibatalkan," katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hingga H+3, 2.337 Lakalantas, 518 Meninggal
Redaktur : Tim Redaksi