jpnn.com, BALI - Aktivitas Gunung Agung yang terletak di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali naik. Statusnya kini level II yaitu waspada. Sejumlah warga di sekitar gunung yang dipercaya masyarakat Hindu Bali sebagai tempat bersemayam dewa-dewa itu, mulai panik.
Bahkan ada yang sampai menjual habis ternak mereka dan menarik dana dari LPD. Situasi ini diakui oleh Pemprov Bali kurang sosialisasi. Dengan kondisi ini Pemprov Bali melalui Kepala BPBD Bali Dewa Made Indra, menyatakan bahwa masyarakat tidak usah panik.
BACA JUGA: Gunung Agung Dikhawatirkan Erupsi, Turis Eropa Tetap Mendaki
Penjelasan ini disampaikan kemarin pada pukul 17.30 di Pemprov Bali, Dewa Indra didampingi oleh Karo Humas dan Protokol Pemprov Bali Dewa Gede Mahendra Putra. "Kami mengakui, memang ada informasi yang simpang siur membuat kepanikan masyarakat. Memang ini disebabkan kurangnya sosialisasi,” jelas Mantan Kepala Biro Umum ini, seperti dikutip dari Bali Express.
Dewa Indra mengatakan, kurangnya informasi menyebabkan warga sekitar Gunung Agung sudah menjual ternaknya. “Kami sudah dapat penjelasan, namun kepastian lokasinya kami masih data. Bahwa sudah banyak masyarakat menjual ternaknya, sapi dan lain – lain. Ini karena memang sosialisasi kurang,” jelasnya.
BACA JUGA: Aktivitas Vulkanik Gunung Agung Meningkat, Status Waspada
Bahkan kabar yang didapat oleh BPBD, malah sudah ada ramai - ramai menarik uangnya di LPD. Karena takut nanti bencana menggulung perkampungan mereka. Bagi Dewa Indra ini semestinya tidak terjadi. Bahkan jelas sudah disampaikan bahwa status II atau Waspada, ditetapkan 3 kilometer dari kawah. “Jika radius 3 KM, itu masih kosong belum ada permukiman. Artinya tidak perlu ada evakuasi,” sambungnya.
Masyarakat juga diharapkan tenang dan jangan panik. Karena akan ada peningkatan status, jika memang nanti jelas - jelas sudah ada peningkatan aktivitas gunung Agung. Akan ada langkah - langkah yang terukur, untuk melakukan evakuasi.
Tak hanya itu. Dewa Indra mengatakan semua masyarakat mesti berkaca pada sejarah gunung Agung tahun 1963. Saat itu pemahaman masyarakat berbeda - beda, bahkan ada satu kampung di daerah Sebudi, malah menyambut lahar panas dengan tabuh gambelan. Karena ada kepercayaan tertentu atas lahar panas tersebut.
“Akhirnya masyarakat menjadi korban karena digulung oleh lahar panas. Kondisi ini jangan nanti sampai terjadi, jika memang hal terburuk terjadi, ,masyarakat mesti menyadari dan mengikuti arahan pemerintah,” kata pejabat asal Buleleng ini.
Dewa Indra mengatakan agar dikesampingkan dulu. Jangan lebih percaya firasat, mimpi, pawisik dan lainnya. Dalam situasi memang harus evakuasi mesti mengikuti. Sudah ada dua contoh di masa lalu, yaitu lahar panas dibawakan gambelan dan Mbah Marijan di Gunung Merapi yang malah mengedepankan pawisik dan pesan – pesan yang cenderung klenik.
“Bukan saya tidak percaya dengan kondisi seperti itu. Namun dalam situasi ini, tolong mengikuti arahan dari pemerintah. Karena sudah mulai muncul sikap – sikap dari beberapa orang yang mengatakan diri tokoh agama, mengatakan belum ada pesan,” sambungnya.
Sedangkan di tempat terpisah, Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry mengatakan untuk antisipasi bencana gunung meletus, anggaran bencana akan dianggarkan lebih besar dari tahun - tahun sebelumnya. Untuk nantinya ada langkah antisipasi jika nantinya hal terburuk terjadi Gunung Agung meletus. “Jadi bukan kita berharap agar ada letusan gunung dan bencana. Namun memang mesti diantisipasi dengan anggaran yang lebih besar,” sambungnya. (bx/yes/art/yes/jpr)
Redaktur : Tim Redaksi