Guru Besar Kedokteran UGM Bikin Komik untuk Jelaskan Manusia Purba Sangiran

Agar Tidak Hanya Jadi Penelitian Orang Asing

Rabu, 06 Februari 2013 – 08:51 WIB
SERBABISA: Prof Etty Indriati menjelaskan komiknya tentang manusia purba Sangiran di UGM kemarin. Foto: Bahana/Radar Jogja
GURU besar Fakultas Kedokteran UGM ini termasuk langka. Selain pakar di bidang keilmuannya, Prof drg Etty Indriati PhD mahir membuat komik, menulis novel, dan melukis.
-------------
BAHANA, Jogjakarta
------------
Komik karya Prof Etty itu berjudul Warisan Budaya dan Manusia Purba Indonesia Sangiran. Memang bukan karya yang baru beredar di pasaran. Buku setebal 48 halaman itu sudah terbit pada 2009. Meski begitu, hingga kini Etty terus mempromosikan buah penanya itu karena menganggap penting untuk diketahui orang lain.

Itu sebabnya, kemarin pagi (5/2) Etty menemui para wartawan di ruang Fortakgama (Forum Wartawan Kampus Gadjah Mada) UGM, Jogjakarta, untuk menceritakan komiknya. Dengan santai, gubes cantik berpotongan rambut pendek itu membeberkan alasan mengapa dirinya perlu membuat komik untuk menjelaskan manusia purba yang pernah hidup di Sangiran, Sragen, Jawa Tengah.

"Informasi mengenai peninggalan zaman prasejarah di Indonesia harus dikenalkan kepada masyarakat. Sebab, kenyataannya, objek penelitian tersebut justru lebih banyak dimanfaatkan oleh peneliti asing untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mereka sendiri," tutur perempuan kelahiran Surakarta, 14 November 1963, itu.

Komik full colour itu diterbitkan dalam dua bahasa. Yakni, bahasa Indonesia dan Inggris. Komik tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjelang Presiden Amerika Serikat Barack Obama datang ke Indonesia. "Tapi, tidak ada kaitan apa-apa (dengan kehadiran Barack Obama). Kebetulan saja waktunya bersamaan."

Meski menyandang gelar guru besar di fakultas kedokteran, kenyataannya Etty lebih banyak menggeluti benda-benda purba. Hal itu terkait dengan keahliannya di bidang antropologi forensik dan paleoantropologi.

"Saya ingin memopulerkan bidang paleoantropologi dengan komik. Dengan cara ini pula, diharapkan anak-anak mau mencintai khazanah kepurbakalaan," terang lulusan Fakultas Kedokteran Gigi UGM 1987 itu.

Menurut Etty, Indonesia sangat kaya dengan beragam budaya dan benda-benda purbakala. Sayang, kekayaan itu hanya diajarkan di kelas. Belum banyak yang menuangkan ke dalam komik. Padahal, bila keragaman budaya itu dituangkan dalam bentuk komik, diyakini anak-anak akan lebih berminat mempelajarinya.

Etty menjelaskan, komik merupakan hasil dari bakatnya di bidang melukis. "Komik itu penggabungan dari aktivitas meneliti, menulis, dan melukis," kata penulis novel Cokelat Postmertem dan buku kumpulan puisi Jejak Tuhan itu.

Dia berharap, komiknya bisa menumbuhkan minat masyarakat mempelajari paleoantropologi. Keberadaan komik bisa mempermudah pemahaman tentang suatu ilmu. Bahkan, ilmu yang tergolong berat sekalipun.

Etty menceritakan, ide pembuatan komik itu berawal dari pertanyaan seorang anaknya yang ketika itu berumur dua tahun tentang gambar dan foto-foto mengenai situs manusia purba Sangiran. Dari pertanyaan tersebut, mau tak mau, Etty harus bisa menjelaskan kepada buah hatinya dengan gamblang. 

"Dari pertanyaan sederhana anak saya itulah muncul ide saya untuk membuat komik," terang ibunda Ceria Amalia, 15, dan Jeremy Mulia, 7, itu.

Komik karya Etty bercerita tentang manusia purba homo erectus. Di dalamnya diberi ilustrasi gambar, foto, serta sedikit cerita. Agar ringan dan mudah dipahami, komik itu tidak banyak membahas perjalanan manusia purba yang dulu tinggal di Sangiran. Komik tersebut lebih banyak membahas hal yang sifatnya sederhana seperti membedakan antara fosil cangkang kura-kura purba dan tulang tengkorak manusia purba.

Etty juga menerangkan otak manusia purba. Menurut penelitian Etty, otak manusia dari masa ke masa memiliki perbedaan karena mengalami perkembangan. Pada zaman purba, otak manusia hanya berkapasitas 800 cc hingga 1.000 cc. Tapi, kini kapasitas otak manusia meningkat menjadi 1.200 cc.

"Kita mikir terus sehingga fungsi dan morfologinya berubah. Otak manusia sekarang lebih bulat dan lebih besar jika dibandingkan dengan otak manusia purba. Jadi ada perubahan bentuk," terang alumnus S-2 dan S-3 di University of Chicago, AS, tersebut.

Etty juga ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa dulu lokasi Sangiran menjadi pusat kehidupan manusia purba homo erectus bersama berbagai ekologi yang ada. Sangiran menjadi tempat hunian manusia purba karena bentuknya berupa cekungan yang besar.

"Daerah yang berdemografi seperti itu membuat manusia purba merasa lebih terlindungi," jelasnya.

Etty berpendapat, homo erectus tidak hidup berdampingan dengan homo sapiens. Sebagai manusia purba paling modern, homo sapiens merupakan manusia purba yang menjadi nenek moyang manusia saat ini.

Pendapatnya tersebut telah dibuktikan dari penelitian tentang masa hidup dua manusia purba itu. Homo erectus hidup sekitar 250.000 tahun lalu dan punah. Setelah itu, masuk kehidupan homo sapiens yang masa kehidupannya baru sekitar 40.000 tahun lalu.

Etty mulai melakukan penelitian tentang benda-benda purbakala sejak masuk menjadi staf di FK UGM pada 1988. "Sudah hampir 25 tahun saya bergelut di bidang peneletian. Ketika itu, saya ikut penelitian Prof Teuku Jacob," jelasnya.

Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap benda-benda purbakala, kata Etty, orang tua harus memiliki peran yang besar agar anak-anak tertarik untuk mempelajarinya. Etty akan terus menulis dan membuat komik untuk membantu anak-anak agar menyenangi bidang kepurbakalaan.

Tidak hanya itu, Etty juga memiliki rencana menulis komik tentang korupsi di Indonesia yang belakangan marak terungkap. "Inilah tugas akademisi. Dia tidak hanya di fakultas, tetapi juga harus mau turun ke lapangan. Istilahnya turun gunung," tandasnya. (*/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Banyuwangi Lahirkan Bayi Kembar Tiga, Dua Siam

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler