jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan kapal patroli laut atau Coast Guard Tiongkok di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia tidak berarti memasuki wilayah kedaulatan Indonesia.
"Beberapa hari lalu Tiongkok mengulang kembali peristiwa di bulan Januari. Sejumlah media mengabarkan bahwa Kapal Coast Guard Tiongkok berada di ZEE Indonesia. Di masyarakat dan berbagai media mempersepsikan bahwa kapal Coast Guard Tiongkok memasuki wilayah kedaulatan Indonesia. Padahal persepsi demikian tidak benar," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (15/9).
BACA JUGA: Tiongkok Berulah di Laut Natuna, Efektifkah Pendekatan Militer?
Sejumlah kejadian menunjukkan Coast Guard dan kapal-kapal nelayan Tiongkok memasuki wilayah ZEE Indonesia di Natuna Utara.
Hikmahanto menjelaskan, keberadaan ZEE bukan di Laut teritorial, melainkan berada di Laut Lepas (High Seas).
BACA JUGA: Dubes Tiongkok Ungkap Penyebab Nelayannya Masuk Perairan Natuna
"Di Laut Lepas, tidak dikenal konsep kedaulatan negara dan karenanya negara tidak boleh melakukan penegakan kedaulatan," kata Hikmahanto.
Dalam konsep ZEE, sumber daya alam yang ada di kawasan itu diperuntukkan secara eksklusif bagi negara pantai.
BACA JUGA: Tiongkok Berulah di Laut China Selatan, ASEAN Tolak Pengerahan Militer
"Inilah yang disebut sebagai hak berdaulat atau sovereign right. Intinya, hak diberikan pada sumber daya alamnya bukan wilayahnya, " ujar dia.
Dalam konteks yang dipermasalahkan di Natuna Utara adalah hak berdaulat berupa ZEE dan sama sekali bukan kedaulatan.
Oleh karena itu, lanjut Hikmahanto, situasi di Natuna Utara bukanlah pelanggaran atas kedaulatan Indonesia.
Kapal Coast Guard Tiongkok tersebut juga tidak mungkin diusir dari ZEE. Pasalnya, ZEE bukan berada di wilayah kedaulatan Indonesia.
"Namun ini tidak berarti Indonesia harus berdiam diri. Pemerintah Indonesia perlu melakukan hal-hal sebagai berikut: pertama, terus memperbanyak nelayan untuk melakukan eksploitasi di ZEE Natuna Utara dengan cara memberi insentif berupa pemberian subsidi bahan bakar kepada para nelayan dan para nelayan diperbolehkan menggunakan kapal-kapal dengan tonase besar," kata Hikmahanto.
Intinya, ujar Hikmhanto, jangan mau kalah dengan nelayan Tiongkok yang lakukan eksploitasi ikan secara besar-besaran.
Kedua, lanjut dia, terus menerus melakukan tindakan menangkapi nelayan Tiongkok yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di Natuna Utara.
Ketiga, lakukan backdoor diplomacy dengan mengutus tokoh dari Indonesia yang memiliki koneksi dengan para petinggi di Tiongkok untuk menyampaikan pesan jika kapal-kapal Coast Guard mereka masih berada di ZEE.
Langkah itu, menurutnya, akan berpengaruh pada persepsi masyarakat di Indonesia atas agresivitas Tiongkok yang dapat berujung pada terganggunya investasi Tiongkok di Indonesia. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil