Guru Besar UI Sebut Mayoritas Penderita Kanker Paru Dilatari Kebiasaan Merokok

Minggu, 25 Februari 2024 – 13:37 WIB
Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof Tjandra Yoga Aditama berpose di lokasi skrining kanker paru pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HKB) di Jakarta, Minggu (25/2/2024). ANTARA/HO-Tjandra Yoga Aditama.

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan berdasarkan laporan WHO, mayoritas penderita kanker paru-paru dilatari kebiasaan merokok.

Tjandra juga menyampaikan deteksi dini terhadap penyakit kanker dapat membantu metode pengobatan yang tepat.

BACA JUGA: 3 Berita Artis Terheboh: Alice Norin Idap Kanker Ganas, Komeng Merespons

"Kanker paru seringkali ditemukan sudah terlambat, ketika penyakit sudah lanjut sehingga kemungkinan pengobatan sudah amat terbatas," kata Tjandra Yoga melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu (25/2).

Dia mengatakan secara umum ada dua jenis kanker paru yaitu golongan yang bukan sel kecil (Non-Small Cell Carcinoma/NSCLC) dan kanker paru jenis sel kecil (Small Cell Carcinoma/SCLC).

BACA JUGA: Alice Norin Divonis Mengidap Kanker Langka dan Ganas

"NSCLC lebih sering dijumpai dan tumbuh relatif lebih lambat, sementara SCLC lebih jarang ditemui tetapi tumbuhnya lebih cepat," ujarnya.

Karena itu, lanjutnya, skrining terhadap kemungkinan kanker paru menjadi sangat penting, khususnya pada mereka dengan risiko tinggi. Skrining akan memungkinkan deteksi dini dan akan sangat memperbaiki hasil pengobatan.

BACA JUGA: Sebastien Haller, Penyintas Kanker yang Jadi Pahlawan Pantai Gading di Piala Afrika 2023

Di Indonesia skrining terhadap kanker paru dapat dijumpai masyarakat di berbagai fasilitas kesehatan, salah satunya puskesmas.

Layanan deteksi dini tersebut dikhususkan untuk empat jenis kanker utama yakni payudara dan serviks pada wanita, serta paru-paru, dan usus yang kasusnya banyak ditemui pada pria.

"Pada Minggu 25 Februari 2024 ini pada lokasi Hari Bebas Kendaraan Bermotor diselenggarakan skrining kanker paru, seperti yang saya mampir sambil bersepeda pagi ini," katanya.

Tjandra mengatakan kanker paru adalah penyebab kematian penting akibat kanker di dunia. International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa di dunia ada sekitar 1,8 juta kematian per tahun akibat kanker paru.

"Menurut WHO sekitar 85 persen kanker paru berhubungan dengan kebiasaan merokok," katanya.

Secara umum hal lebih rinci tentang kanker paru antara lain gejala batuk yang tidak sembuh-sembuh, nyeri dada, sesak napas, badan lemah, batuk darah, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, serta infeksi paru yang kerap berulang.

"Pencegahan terbaik adalah berhenti merokok. Juga menghindari paparan asap rokok pasif, polusi udara, serta polusi di tempat kerja seperti bahan kimia dan asbestos," ujarnya.

Cara mendiagnosis kanker paru meliputi pemeriksaan fisik, imaging (seperti foto rontgen, CT scan, dan MRI), pemeriksaan ke dalam saluran napas di paru dengan alat bronkoskopi, pengambilan sebagian kecil jaringan paru (biopsi), dan tes molekuler untuk identifikasi mutasi genetik atau biomarker untuk memandu opsi terapi terbaik.

"Pengobatan pada dasarnya bergantung kepada jenis kankernya, seberapa luas sudah menyebar dan riwayat medik pasiennya. Pilihan pengobatan meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi," katanya.

Selain itu juga diperlukan perawatan dukungan untuk menangani gejala, mengatasi nyeri, dan memberi dukungan emosional. (antara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Influencer Pura-pura Meninggal Untuk Sadarkan Bahaya Kanker Rahim


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
guru besar   UI   kanker paru   Merokok  

Terpopuler