jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr. dr. Damayanti ikut menyoroti mengenai stunting. Menurutnya, malnutrisi kronis bisa disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak kuat atau kebutuhan nutrisi yang meningkat.
"Asupan nutrisi yang tidak kuat dapat disebabkan oleh ketidak-tahuan orang tua tentang pola makan bayi dan batita yang benar, ketidak tersediaan pangan karena kemiskinan atau penelantaran anak," ujar Damayanti dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Departemen Ilmu Kesehatan Anak di Aula Imeri Kampus Salemba, Rabu (18/12).
BACA JUGA: Kepala BKP Kementan Tegaskan Dukungan Penurunan Stunting
Damayanti menyatakan kebutuhan nutrisi yang meningkat bisa disebabkan oleh penyakit dan dapat dicegah dengan imunisasi, ketersediaan fasilitas air bersih, MCK serta kebiasaan mencuci tangan dengan benar, serta pemberian Pangan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK).
Masalah stunting menurutnya adalah permasalahan yang sangat penting dalam konteks ketahanan bangsa.
BACA JUGA: IDI: Stunting Dapat Mempengaruhi Kemajuan Bangsa
Pasalnya, asupan nutrisi yang tidak kuat yang terjadi pada masa kritis perkembangan otak yaitu di 1000 Hari Pertama Kehidupan akan menurunkan kemampuan kognitif seorang anak dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular misalnya obesitas, diabetes, penyakit jantung koroner, hipertensi dan lainnya dikemudian hari.
Kemudian untuk jangka panjang bayi yang mengalami gizi kurang atau gizi buruk memperlihatkan bahwa 65 persen mempunyai IQ dibawah 90 yang berdampak penurunan kemampuan bersekolah menjadi hanya sekitar 7 tahun.
BACA JUGA: Turunkan Angka Stunting, Wagub Launching Desa Cageur
Dalam penelitiannya di Pandeglang, Banten beberapa waktu lalu Prof Damayanti dan timnya melakukan pemeriksaan fungsi kognitif pada 53 batita stunting yang menunjukkan bahwa 71 persen berada di bawah rata-rata untuk usianya.
Data statistik memperlihatkan bahwa lama sekolah kurang dari delapan tahun berkorelasi dengan lebih dari 40 persen kemiskinan yang ekstrim (extreme poverty).
"Prevalensi stunting pada balita di Indonesia yang berkisar pada 37-38% berdasarkan hasil Riskesdas 2007-2013 menyiratkan kemungkinan besar terjadinya tragedi demografi generasi Z, di saat negara lain mendulang bonus demografi di usia produktif," ujarnya.
Windows of opportunity perbaikan kognitif akibat malnutrisi pada seorang anak adalah pada 2 tahun pertama kehidupan dengan kombinasi perbaikan asupan nutrisi dan stimulasi, itupun hanya dapat mengoreksi kognitif maksimal 90 persen. Karena sulitnya menatalaksana stunting maka pencegahan lebih diutamakan.
"Setelah ditelaah melalui pendekatan nutrisional genomik ternyata penanggulangan stunting cukup sederhana, yaitu setelah bayi lahir dapat dicegah dengan penerapan pola ASI dan MPASI yang bergizi lengkap, cukup dan seimbang khususnya perbandingan protein hewani terhadap total energi (protein energy ratio, PER) 10-15 persen dengan memanfaatkan sumber pangan hewani lokal," ujar Prof Damayanti.
Pada uji coba Aksi Cegah Stunting dengan mengaktifkan poros Posyandu-Puskesmas-RSUD di desa Bayumundu, Pandeglang yang melibatkan kader posyandu, Tim PKK desa, Petugas Gizi Lapangan, Bidan Desa, Dokter Puskesmas, dan Dokter Spesialis Anak RSUD berhasil menurunkan stunting pada balita 8,4 persen dalam 6 bulan pengamatan, hanya dengan menerapkan konseling MPASI yang mengandung protein hewani setiap hari.
"Angka ini lebih kecil daripada yang diperkirakan oleh Onyango dan kawan-kawan yaitu 17 persen dalam 6 bulan pertama karena adanya faktor sensitif yang perlu bantuan sektor non-kesehatan, yaitu tidak tersedianya biaya untuk merujuk balita yang berisiko malnutrisi dari posyandu ke puskesmas atau RSUD," ungkapnya.
Menurutnya, masalah yang ditemukan dalam Uji Coba tersebut merupakan masukan untuk Kementerian Desa Tertinggal dan Transmigrasi RI untuk membuat petunjuk teknis yang memungkinkan pemanfaatan Dana Desa dalam mengatasi stunting.
"Jika hal ini dilakukan dengen serentak diseluruh Indonesia, dengan seizin Allah SWT, penurunan stunting 8,4 persen dalam 6 bulan sudah akan membawa prevalensi stunting di Indonesia di bawah 20 persen dalam setahun," tandas Prof Damayanti.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy