jpnn.com, JAKARTA - Badan Penerimaan Negara (BPN) segera dibentuk sebagai lembaga yang bertugas mengelola seluruh penerimaan negara, menggantikan peran Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang saat ini berada di bawah naungan Kementerian Keuangan.
Presiden terpilih, Prabowo Subianto, berencana membentuk BPN dengan nomenklatur baru, yaitu Kementerian Penerimaan Negara.
BACA JUGA: Kepala BPN Lakukan Kunjungan Kerja Perdana ke Sulawesi Utara
Menurut Guru Besar Politik Hukum Pajak Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Edi Slamet Irianto, pembentukan BPN sangat mendesak. Apalagi gagasan pemisahan BPN dari Kementerian Keuangan sudah muncul sejak 2004.
"Lembaga penerimaan yang ada, meski sudah direformasi sampai jilid IV, gagal mengatasi kebocoran, gagal memiliki data sains, gagal membangun kerja sama hukum, dan rentan terhadap intervensi kekuatan politik maupun pemodal besar dalam berbagai bentuknya," kata Edi Slamet, Rabu (9/10).
BACA JUGA: Jasa Raharja & Stakeholder Terkait Teken Deklarasi, Dukung Optimalisasi Pengelolaan Pajak
Dia menekankan bahwa dengan adanya lembaga ini, negara akan mampu melakukan estimasi penerimaan secara lebih akurat. Hal ini penting mengingat tax gap yang saat ini terjadi perlu diminimalisir.
"Untuk masyarakat, terutama pelaku ekonomi, BPN akan memberi kemudahan dalam memenuhi kewajiban negara karena kebijakan dan pengaturan hanya akan melalui satu pintu," ujarnya.
Selain itu, dalam pandangannya, BPN dirancang untuk mencapai target penerimaan tanpa membebani masyarakat kecil. Dengan kebijakan yang lebih responsif dan terukur, BPN diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat serta memberikan kontribusi nyata bagi pendapatan negara.
"Untuk jangka pendek, BPN tidak akan menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen bahkan jika memungkinkan, diturunkan ke 10 persen. Paling tidak, bertahan di 11 persen dengan catatan bahwa administrasi PPN akan diperbaiki secara fundamental," terangnya.
Dalam menghadapi kondisi keuangan negara yang kerap kali di bawah target, Edi Slamet Irianto menegaskan bahwa bentuk kementerian atau badan baru ini harus memiliki diskresi yang kuat dan siap menanggapi perkembangan ekonomi dengan cepat.
"Pemimpin badan ini harus orang yang sangat matang dan tahu permasalahan sesungguhnya, artinya memiliki kapasitas perpajakan yang mumpuni ditunjang pengalaman lapangan yang teruji dan terbukti," ungkapnya.
Sejauh ini ada tiga kandidat yang digadang-gadang memimpin BPN, yaitu Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji, Anggito Abimanyu; Guru Besar Politik Hukum Pajak Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Edi Slamet Irianto; dan anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad