Australia adalah negara terbesar di luar Indonesia, yang memiliki program pengajaran Bahasa Indonesia secara sistematis mulai dari tingkat sekolah dasar sampai universitas.

Di tengah menurunnya minat belajar bahasa Indonesia, berbagai usaha mempertahankan jumlah sekolah dan perguruan tinggi untuk tetap mengajarkan bahasa Indonesia sudah dilakukan.

BACA JUGA: Melbourne Resmi Dinyatakan Sukses Membasmi Virus Corona Secara Efektif

Namun mereka yang terlibat di dalamnya mengatakan masih banyak hal yang bisa dilakukan.

Baru-baru ini La Trobe University mengumumkan rencana tidak akan lagi menerima mahasiswa untuk program bahasa Indonesia mulai akhir tahun 2021.

BACA JUGA: Suka Main Hape di Toilet? Awas Kena Wasir

Ada beberapa alasan menurunnya minat untuk belajar bahasa Indonesia di tingkat universitas, karena secara statistik jumlah siswa yang mengambil mata pelajaran bahasa Indonesia di tingkat sekolah dasar dan menengah di Australia sebenarnya masih cukup besar.

Namun setelah kelas tertentu, pelajaran bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran pilihan, sehingga murid-murid harus memutuskan apakah akan terus melanjutkan mengambil pelajaran bahasa Indonesia atau tidak.

BACA JUGA: Rizieq Shihab, Sering Dimaki Tetapi Juga Menarik Banyak Simpati

Photo: Liz Formby berasama Dubes Indonesia untuk Australia Kristiarto Legowo (tengah) dan Konjen RI di Melbourne Spica Tutuhatunewa. (Foto: Supplied)

 

Menurut Liz Formby yang sudah mengajar bahasa Indonesia selama enam tahun di Cobden Technical School, sekitar 200 km dari kota Melbourne, pihak universitas harusnya bisa melakukan sesuatu agar murid sekolah menengah mau melanjutkan belajar Indonesia di perguruan tinggi.

"Mereka bisa memberikan selebaran atau informasi mengenai pengajaran bahasa Indonesia kepada murid-murid sekolah di sini, sehingga murid tahu jenjang pendidikan dan karir apa yang tersedia bagi mereka, kalau mereka memilih melanjutkan pelajaran bahasa Indonesia," kata Liz kepada ABC Indonesia.

Liz yang sudah mengajar bahasa Indonesia lebih dari 26 tahun menceritakan pengalamannya sendiri ketika belajar di Flinders University di Adelaide tahun 1990.

"Ketika saya di Kelas 8 saya mengetahui adanya program studi bahasa Indonesia di Flinders dari guru saya dan juga dari pihak universitas.

"Dari itu saya bisa melihat kemana arah yang saya jalani kalau saya terus belajar bahasa Indonesia ," kata Liz kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.

Menurutnya perlu ada juga beasiswa atau bantuan keuangan bagi siswa yang mau belajar bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran pilihan.

"Universitas harus bisa membuat nama mereka diingat oleh para siswa," kata Liz.

Dia mencontohkan Deakin University di Melbourne yang memberikan bantuan $500 (sekitar Rp5 juta) kepada siswa yang kemungkinan besar akan melanjutkan ke universitas setelah tamat dari Kelas 12.

Di Australia, wajib sekolah adalah sampai Kelas 12 dan sebagian siswa memutuskan untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi karena mereka harus menanggung sendiri uang kuliah, yang bisa dipinjam dari negara dan dibayar kembali setelah mereka bekerja. Masalah mengajarkan bahasa Indonesia di pedalaman Australia

Pengajaran bahasa Indonesia di Australia tersebar merata, baik di kota-kota besar sampai dengan kawasan regional yang kadang jaraknya bisa ratusan kilometer dari ibukota negara bagian.

Hal itulah yang dialami Jane Elizabeth Kelpie, seorang guru di kawasan Heywood, yang terletak sekitar 357 kilometer dari Melbourne.

Jane sebelumnya pernah mengajar bahasa Inggris di Singapura dan Indonesia, sekarang mengajar bahasa Indonesia di dua sekolah di kawasan tersebut.

Dia mengajar di sebuah sekolah dasar yang memiliki 120 murid secara keseluruhan dan sebuah sekolah menengah yang memiliki 90 orang murid. Photo: Jane Elizabeth Kelpie pernah mengajar bahasa Inggris di Indonesia sebelum pindah mengajar bahasa Indonesia di Australia. (Foto: Supplied)

 

Persoalan yang dihadapi Jane adalah menciptakan aktivitas dan kegiatan yang lebih terkait dengan Indonesia.

"Misalnya bertemu dengan orang Indonesia sehingga murid bisa bercakap-cakap, atau mengunjungi Melbourne untuk pergi ke rumah makan Indonesia, atau ke toko yang menjual bahan dari Indonesia," katanya.

Tapi sulit bagi Jane untuk melakukannya karena jarak yang jauh untuk pergi ke Melbourne dan membutuhkan biaya.

"Sebagian besar murid di sini dari kelas sosial ekonomi bawah, banyak dari keluarga yang punya masalah di rumah," katanya.

"Mereka kadang tidak bisa sarapan pagi di rumah dan 40 persen mendapat bantuan ekonomi dari pemerintah."

"Bagi siswa misalnya untuk membayar ongkos $5 untuk perjalanan ke kota susah, walau bagi orang di kota rasanya $5-20 terasa sedikit," kata Jane yang berasal dari Manchester Inggris tersebut. Butuh penutur asli, seperti perwakilan Indonesia di Australia

Jane juga mengatakan sudah lama ia mengusulkan agar ada bantuan untuk mendatangkan penutur asli bahasa Indonesia ke sekolah-sekolah di kawasan pedalaman.

Menurutnya ini akan menjadi cara yang efektif untuk memperkuat pengajaran bahasa Indonesia di banyak sekolah di Australia.

"Saya sudah selama lima tahun terakhir melobi hal tersebut dilakukan, namun sejauh ini belum ada tindakan apa-apa yang nyata," katanya.

Penutur asli tersebut menurutnya bisa berasal dari KJRI atau KBRI di Australia, bukan dari beberapa lembaga yang menawarkan jasa tersebut tapi nantinya biayanya masih harus ditanggung sekolah.

"Murid perlu mendapat interaksi dengan penutur asli lebih banyak," ujar Jane.

"Kalau mereka tidak pernah merasakan adanya hubungan dengan Indonesia, mereka tidak akan mau belajar lebih giat dan lebih mendalam mengenai Indonesia." kata Jane Kelpie lagi. Pengiriman guru bahasa Indonesia ke luar negeri

Salah seorang profesor yang sebelumnya banyak terlibat dalam pengajaran bahasa Indonesia di Australia adalah Profesor Emeritus David T Hill yang tinggal di Perth (Australia Barat).

Dalam perbincangan dengan ABC sebelumnya, Profesor David Hill mengusulkan antara lain keterlibatan pemerintah Indonesia dalam memberikan bantuan tenaga pengajar bahasa Indonesia di universitas di Australia.

Apakah pemerintah Indonesia sudah memiliki program serupa yaitu pengiriman guru-guru untuk mengajar bahasa Indonesia di berbagai negara?

Lia Widyastuti adalah seorang guru yang juga mengajar bahasa Indonesia untuk warga asing di Jakarta. Photo: Lia Widyastuti pernah mengajar bahasa Indonesia di Thailand Selatan di tahun 2017. (Foto: Supplied)

 

Menurutnya Departemen Pendidikan Indonesia memiliki apa yang disebut BIPA, program pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing.

Lia yang sebelumnya menamatkan pendidikan di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim di Malang dari Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris tersebut pernah mengajar bahasa Indonesia di Thailand Selatan di tahun 2017.

Penduduk Thailand Selatan yang sebagian besar warga Islam, menurut Lia, banyak yang tertarik untuk belajar bahasa Indonesia dan itu menjadi salah satu sebab mengapa guru bahasa Indonesia dikirim ke sana.

"Sekolah di Thailand Selatan yang banyak komunitas muslimnya mereka tertarik mengirimkan anak-anak untuk kuliah di Indonesia terutama di jurusan bisnis," kata Lia kepada ABC Indonesia.

Karena Australia termasuk negara yang sudah memiliki program bahasa Indonesia yang mapan, sejauh ini tidak ada pengiriman guru bahasa Indonesia yang dilakukan oleh Depdikbud, meski ada program kerjasama yang dilakukan pemerintah provinsi dan universitas.

Lia mengatakan dia tertarik dan mendukung jika Indonesia akan mengirimkan guru yang berpengalaman untuk mengajar di Australia guna membantu meningkatkan ketertarikan pelajar Australia belajar bahasa Indonesia.

"Memang diperlukan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah Indonesia, pemerintah Australia, lembaga penyelenggara Bahasa Indonesia di Australia juga, serta tenaga pengajar yang berpengalaman," kata Lia.

Menurutnya sejauh ini yang dipantaunya pengiriman guru bantu asal Indonesia ke Australia dibatasi kriteria usianya sehingga pengajar Bahasa Indonesia yang berpengalaman tidak bisa berpartisipasi.

"Menurut saya, kalau ini dilihat sebagai hal yang serius ya seharusnya yang dikirim ke Australia yang memang berpengalaman mengajar Bahasa Indonesia untuk orang asing," katanya.

"Karena mengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berbeda dengan mengajar Bahasa Indonesia untuk orang Indonesia."

"Saya berharap, pengajar BIPA yang berpengalaman diberi kesempatan untuk berpartisipasi memajukan pengajaran BIPA di Australia.

"Apabila ada kesempatan saya sangat ingin berpartisipasi," tambahnya.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Takut Pulang, WNI di Melbourne Ragukan Penanganan Covid-19 di Tanah Air

Berita Terkait