jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi menjadikan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai program prioritas di periode kedua pemerintahannya.
Namun, hingga saat ini nasib guru dan tenaga kependidikan yang digaji dengan skema PHL (Pegawai Harian Lepas), belum juga mengalami perubahan.
BACA JUGA: Menurut Pak Eko, Data Honorer K2 Sudah Jelas, Berbeda dengan Nonkategori
Kondisi ini dialami oleh guru dan tenaga kependidikan di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Saat ini, mereka berjuang lewat organisasi Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kategori 35 Tahun ke Atas (GTKHNK 35+), untuk diangkat menjadi PNS tanpa tes, menggunakan surat Keputusan Presiden (Keppres).
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Honorer K2 dan Nonkategori Setia Menunggu, Virus Corona Merajalela
Demikian diungkapkan Erpa Dillah SP, SPd, pendidik yang bertugas di SDN 4 Kecamatan Lembak, Muara Enim, saat berbincang dengan jpnn.com, Rabu (11/3).
Lewat GTKHNK 35+, Erpa yang menjadi ketuanya untuk daerah itu, sudah dua kali beraudiensi dengan pemerintah daerah, dan DPRD Muara Enim. Terakhir, pertemuan berlangsung pada Selasa (10/3) kemarin.
BACA JUGA: Perpres PPPK Sekali Terbit, Titi Honorer K2: Alhamdulillah Tidak Berbelit-belit
"Kami merasa optimistis berjuang karena dukungan dari daerah. Insyaallah dukungan 100 persen. Kami berdoa juga, ini menjadi impian kami, cita-cita kami menjadi seorang PNS," kata Erpa melalui sambungan telepon.
Sejauh ini, perjuangan mereka untuk mendapatkan Keppres pengangkatan sebagai PNS tanpa tes dari Presiden Jokowi, semakin besar.
Dari 22 kecamatan di kabupaten itu, mereka telah berhasil mendata guru dan tenaga kependidikan nonkategori berusia di atas 35 tahun di 17 kecamatan. Jumlahnya 421 orang.
"Kami ingin sekali mendapatkan Keppres dari Presiden Jokowi, kami ingin segera mendapatkan Keppres itu tahun ini, sesuai hasil Rakornas GTKHNK35+ kemarin," tukas perempuan yang mengabdi sebagai honorer sejak 2005 ini.
Ketika ditanya mengenai gaji yang dia peroleh sebagai guru dengan status honorer, Erpa menuturkan bahwa upah yang mereka peroleh berasal dari APBD dengan skema PHL. Mereka biasa menyebutnya tunjangan. Tanpa gaji.
"Yang kami terima itu tunjangan. Dulu kan pakai dana BOS sama PHL. Setelah BOS-nya hilang, sekarang PHL saja," ungkap Erpa.
Sebagai guru yang digaji lewat skema PHL. biasanya menerima Rp900 ribu untuk guru kelas, dan Rp600 ribu bagi Tata Usaha (TU). Diterimanya 3 bulan sekali. Nominal itu setelah ada kenaikan sejak 1 tahun terakhir.
"Kami ingin perbaikan nasib jadi PNS. Saya honor dari 2005. Alhamdulillah di sekolah aman-aman saja soal honor, meskipun kecil. Saya bisa terus lanjut sampai sekarang," kata Erpa.
Rata-rata, para guru dan tenaga kependidikan di daerahnya bisa bertahan dengan gaji kecil, karena mencari sumber penghasilan lain. Bahkan Erpa juga mengajar sebagai honorer di SMA PGRI ALAI, Kecamatan Lembak.
"Kenapa kami bisa bertahan? Kami mencari tambahan lain. Saya sudah 15 tahun honor. Saya ingin merasakan bagaimana menjadi seorang PNS," tambah guru untuk mata pelajaran muatan lokal ini. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam