Gus Jazil Bahas Geopolitik Indonesia Hadapi Rivalitas AS & Tiongkok dan Perang Rusia-Ukraina

Selasa, 16 Agustus 2022 – 17:10 WIB
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid menerangkan geopolitik Indonesia untuk menghadapi dinamika global saat ini. Foto: dok MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid menyatakan pemerintah Indonesia harus fokus memperhatikan dinamika politik global saat ini.

Menurut pria yang akrab disapa Gus Jazil ini, Amerika Serikat (AS), kelompok Uni Eropa, Rusia, dan China (Tiongkok) yang menjalankan perang proksi memengaruhi kebijakan politik luar negeri Indonesia. 

BACA JUGA: Tiongkok Kecam Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan

“Prinsip politik luar negeri bebas aktif yang menjadi pedoman Indonesia di kancah politik global harus dipertajam menjadi strategi geopolitik yang bersifat taktis dan komprehensif bagi pemenuhan kepentingan nasional,’’ ungkapnya.

Gus Jazil juga menyoroti rivalitas AS dan Tiongkok. Rivalitas keduanya berada pada empat dimensi, yakni teknologi, investasi, infrastruktur, dan keamanan.

BACA JUGA: Sri Mulyani Sebut Tekanan Geopolitik Sangat Sulit Diprediksi, Indonesia Aman?

Sebagai kekuatan baru dunia (emerging force), Tiongkok menjalankan kebijakan belt road initiative di Asia-Pasifik dan menjual konsep ekonomi Tiongkok di forum United Nations General Assembly yang menyasar negara-negara berpenghasilan rendah. 

“Kebijakan ini diharapkan dapat menggerus pengaruh Amerika Serikat melalui kebijakannya yang disebut sebagai global development initiative yang dianggap gagal dalam membangun negara berkembang,’’ ucapnya.

BACA JUGA: Dampak Perang Rusia-Ukraina Masih di Depan Mata, Pasar Wajib Waspada!

Sementara itu, AS mencanangkan kebijakan blue dot network pada 2019, disusul dengan kebijakan build back better world pada 2021. 

“Melalui dua kebijakan ini, AS menjanjikan kepada negara-negara di kawasan Indo-Pasifik untuk memberikan investasi secara langsung dalam rangka mewujudkan kemakmuran yang berbasis luas,’’ katanya.

AS berjanji mewujudkan kawasan Indo Pasifik yang tangguh di bawah kepemimpinannya, terutama dalam memulihkan perekonomian pascapandemi Covid-19 yang melanda negara-negara kawasan. 

Rivalitas AS dan Tiongkok ini menimbulkan banyak ekses. Yakni, munculnya perang proksi di antara kedua negara yang membagi negara-negara kawasan ke dalam kelompok dan aliansi tertentu. 

Selain itu, muncul blok Aukus sebagai bentuk kerja sama antara Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Muncul blok Quad sebagai bentuk kerja sama empat negara antara AS, Australia, Jepang, dan India. 

Tiongkok juga tidak mau ketinggalan. Bersama dengan sekutu ideologisnya, yakni Rusia, Tiongkok membentuk kelompok SCO yang merangkul negara-negara Asia Tengah seperti Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, Uzbekistan, dan India.

India ada dalam forum Quad yang dimotori Amerika Serikat, tapi juga ada di forum SCO yang dimotori Tiongkok dan Rusia. 

Sangat jelas tergambar bahwa dalam belenggu rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok, negara-negara kawasan tetap berpegang pada kepentingan nasionalnya sebagai haluan utama. 

Selain rivalitas AS dan Tiongkok di Indo-Pasifik, dinamika politik global lain yang cukup mencolok dan patut dicermati adalah perang fisik antara Rusia dan Ukraina. 

Motif yang diusung Rusia terkait invasi ke Ukraina adalah menolak keanggotaan Ukraina ke dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang dapat mengancam keamanan nasional Rusia. 

Selain itu, ada tuduhan bahwa Ukraina saat ini dikuasai kelompok neo-Nazisme yang anti terhadap Rusia. 

Perang di antara kedua negara yang masih berlangsung saat ini menimbulkan banyak implikasi. 

Invasi Rusia ke Ukraina berdampak pada perpindahan sepertiga penduduk Ukraina untuk menghindari dampak perang, jutaan penduduk Ukraina meninggalkan negaranya, serta kerusakan materiil yang luar biasa di Ukraina. 

Dampak skala global yang muncul dari perang ini adalah krisis energi global. Harga minyak bumi dan gas alam menjadi sangat fluktuatif dan tidak stabil. 

Rusia yang menjadi pemasok energi utama di Eropa terpaksa memainkan politik energi sebagai respons atas sanksi keras yang diterima dari negara-negara Eropa. 

Gus Jazil menjelaskan situasi politik global yang bergejolak saat ini pada dasarnya bukan kondisi yang terpisah dari lingkungan strategis nasional Indonesia, melainkan saling terkait dan berpengaruh. 

Banyak kepentingan nasional Indonesia, baik yang sifatnya jangka pendek maupun panjang yang terpengaruh dan dipengaruhi dinamika-dinamika tersebut. 

Sebagai contoh, strategi pemulihan ekonomi nasional Indonesia sangat bergantung pada besaran investasi asing yang masuk untuk menggerakkan perekonomian nasional. 

Jika situasi politik global tidak stabil, probabilitas masuknya investasi asing ke dalam negeri mengecil. Rivalitas AS dan Tiongkok melalui perang akan menguji komitmen Indonesia untuk menjalankan prinsip politik luar negeri bebas aktif dan pengarusutamaan ASEAN dalam menghadapi dinamika regional Asia Tenggara. 

Perang Rusia dan Ukraina akan menjadi ujian bagi Indonesia dalam menjalankan presidensi G-20 tahun ini di tengah kerasnya penolakan terhadap Rusia dari negara-negara anggota. 

Dalam merespons dinamika politik global yang tidak ramah saat ini, Indonesia harus berlaku cermat dan waspada. 

Pertama, kepentingan nasional selalu menjadi acuan dalam praktik diplomasi di forum global. Namun, kepentingan nasional ini diupayakan dapat tercapai melalui mekanisme yang kolaboratif dengan negara manapun dan tidak didikte oleh konflik yang ada. 

Kedua, berbagai forum strategis yang ada, khususnya presidensi G-20, harus benar-benar dioptimalkan untuk mendukung pembangunan nasional, fisik maupun nonfisik. Hal ini tidak terlepas dari dimensi ekonomi dan keunggulan ekonomi yang dimiliki oleh forum ini. 

Ketiga, di tengah menjamurnya berbagai aliansi dan kerja sama regional di kawasan Asia Pasifik, secara geopolitik, Indonesia disarankan tetap mengarusutamakan mekanisme kerja sama ASEAN. 

Prinsipnya sederhana, kawasan Asia Tenggara yang stabil akan berdampak positif bagi lingkungan dalam negeri Indonesia yang stabil. 

Keempat, penguatan pada aspek yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, seperti penguasaan energi. (mrk/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler